nusabali

Penyakit Penuaan Otak Kerap Menyerang Lansia

Dari Diskusi ‘Ngusik’ dalam Rangka World Parkinson Day

  • www.nusabali.com-penyakit-penuaan-otak-kerap-menyerang-lansia

DENPASAR, NusaBali - Dalam rangka World Parkinson Day, RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah menggelar diskusi ‘Ngobrol untuk Sehat dengan Gaya Asyik’ (Ngusik) membedah Penyakit Parkinson. Parkinson kini menjadi salah satu panyakit yang banyak menyerang lanjut usia dan perlunya pencegahan dini sejak muda untuk menghindari penyakit ini.

Diskusi ‘Ngusik’ dimoderatori dr. Chandra Wirawan, dengan narasumber Prof. Dr. dr. D.P.G Purwa Samatra, Sp.N(K) dan dr. Sri Yeni Trisnawati, M. Biomed, Sp.N(K). Terungkap dalam diskusi, jumlah individu yang menderita Parkinson di Indonesia berkisar antara 200.000 hingga 400.000 menurut data yang diperoleh dari situs web Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya pada Juni 2023. Tanda-tanda pertama Parkinson dapat muncul sebelum seseorang mencapai usia 40 tahun, namun umumnya gejala mulai terasa pada mereka yang berusia 60 tahun ke atas.

Prof Dr Purwa Samatra menjelaskan Parkinson, sebuah gangguan saraf otak yang mengontrol gerakan tubuh, semakin menjadi perhatian serius di kalangan lansia dengan meningkatnya usia harapan hidup di Indonesia, termasuk Bali. Kasus Parkinson pun kini kian meroket. “Gejalanya meliputi gemetar, tremor, gerakan lambat, kesulitan berjalan, hingga ekspresi wajah yang kaku,” ujar Purwa Samatra.

Dia juga menjelaskan bahwa Penyakit Parkinson terbagi menjadi dua jenis yang disebabkan oleh defisiensi atau kekurangan zat glutamin di otak, dan yang merupakan komplikasi dari penyakit lain, seperti hipertensi. “Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan total Parkinson, pengobatan hanya bertujuan untuk mengendalikan gejalanya dan meningkatkan kualitas hidup pasien agar dapat kembali beraktivitas dengan gaya hidup baru,” imbuh dokter spesialis Neurologi itu.

Sementara dokter Sri Yeni mengatakan, faktor genetik hanya sedikit berkontribusi pada risiko terkena penyakit ini. Selain itu genetik berpengaruh hanya 10-15 persen saja kepada pasien Parkinson. Kualitas lingkungan lah yang sangat besar mempengaruhi tingginya kasus penyakit ini, seperti paparan pestisida dan bahan kimia berbahaya juga dapat memicu Parkinson. Contohnya pekerja di salon yang sering terkena paparan obat rambut. Dikatakan, penyakit ini kebanyakan hanya menyerang laki-laki saja.

“Memang beberapa kasus Parkinson ada pada pasien usia lanjut. Kemudian jenis kelamin laki-laki mempunyai insiden lebih tinggi dari pada wanita untuk terkena penyakit ini, jadi bersyukurlah wanita karena jarang kemungkinan kena. Dan juga orang yang sedikit minum kopi itu beresiko kena, malahan banyak minum kopi itu lebih protektif terhadap Parkinson, tetapi kalau kebanyakan juga bisa kena penyakit lain,” jelasnya.

Sri Yeni juga mengungkapkan gaya hidup juga salah satu faktor mencegah terjadinya Parkinson. Sementara makanan tidak ada yang menyebabkan Parkinson. “Sejak muda maka sebaiknya makanan mesti sehat seperti vitamin atau anti oksidan tinggi untuk mencegah terjadinya inflamasi, vitamin C untuk memperkuat daya tahan tubuh,  kemudian omega 3 seperti ikan-ikanan, kacang-kacangan bagus untuk dikonsumsi. Penyebab faktor resiko itu adalah lingkungan jadi soal makanan tidak perlu khawatir yang penting makanan itu sehat,” ungkapnya.

Lanjut Sri Yeni, pencegahan Parkinson terfokus pada gaya hidup sehat. Meski demikian, para lansia dan individu di bawah usia 50 tahun bahkan 20 sampai 40 tahunan pun juga bisa terkena walaupun peluangnya kecil, dan harus memperhatikan gejala awal yang mencurigakan, seperti penurunan keseimbangan atau perubahan dalam tulisan dan gerakan.
“Untuk gejala motorik gerakan melambat, tremor itu yang paling sering. Apalagi pasien muda itu biasanya aktivitas lebih banyak, kalau tiba-tiba gerakannya melambat atau tulisannya jadi mengecil harus lebih aware kita, itu tanda-tanda Parkinson,” ujar Sri Yeni. 

“Tapi ada gejala di luar motorik, seperti gangguan indra penciuman, kemudian ada konstipasi atau sembelit, kondisi yang ditandai dengan sulit buang air besar (BAB) terus menerus, kemudian ada gangguan tidur bisa atau gangguan mood juga bisa,” beber Sri Yeni.cr79

Komentar