nusabali

Berjudul Atmaning Wong Maboros, Berisi 60 Helai ‘Bulu’ Pada Sayap

ST Bakti Dharma Banjar Kangin, Pecatu Dedikasikan Ogoh-Ogoh Demi Kepedulian Terhadap Hewan Langka

  • www.nusabali.com-berjudul-atmaning-wong-maboros-berisi-60-helai-bulu-pada-sayap

Tokoh utama Sang Bhuta Lilipan dengan rupa unik, wajahnya menyerupai gajah, belalainya dimodifikasi seperti ular, dan telinganya mengambil bentuk telinga rusa

MANGUPURA, NusaBali
Dalam suasana yang penuh semangat dan dedikasi terhadap lingkungan, Sekaa Teruna (ST) Bakti Dharma dari Banjar Adat Kangin, Pecatu, Kuta Selatan, Badung telah mengambil langkah inovatif untuk merayakan Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1946. Mereka mempersembahkan sebuah karya ogoh-ogoh yang tidak hanya menakjubkan dari segi artistik namun juga sarat dengan pesan konservasi hewan langka.

Ogoh-ogoh yang dibuat tahun ini memiliki tema yang sangat berarti, yaitu kepedulian terhadap hewan langka yang terancam punah. Dengan mengusung judul ‘Atmaning Wong Maboros’, karya ini menggambarkan konflik antara manusia dan alam, dimana manusia sering kali menjadi penyebab kepunahan hewan-hewan langka melalui perburuan dan penghancuran habitat. Pembuatan ogoh-ogoh ini melibatkan kreativitas dan keterampilan tinggi, di bawah arahan I Putu Riyan Adi Pranata, seorang lulusan ISI Denpasar yang dikenal dengan panggilan iRobet.

Dengan latar belakang lulusan Desain Komunikasi Visual, iRobet berhasil membawa elemen-elemen desain yang kompleks dan pesan lingkungan yang kuat ke dalam karya seni tradisional ini. “Tahun ini kami mengambil tema tentang kepedulian terhadap hewan langka yang diburu atau dimusnahkan secara tidak adil oleh manusia. Tokoh dari ogoh-ogoh ini ada satu tokoh utama berupa Sang Bhuta Lilipan dan dua tokoh manusia sebagai pemburu,” jelas iRobet saat ditemui di Banjar Adat Kangin Pecatu, Selasa (5/3) sore.


Tokoh utama dalam ogoh-ogoh ini dirancang dengan sangat unik, menggabungkan berbagai rupa hewan langka menjadi satu bentuk. Dari kepala hingga kaki, tiap bagian tubuhnya merepresentasikan spesies yang berbeda-beda, menunjukkan keindahan dan keragaman kehidupan liar yang harus dilindungi.

iRobet menceritakan, tokoh utama Sang Bhuta Lilipan dengan rupa yang unik, di mana wajahnya menyerupai gajah, belalainya dimodifikasi seperti ular, dan telinganya mengambil bentuk telinga rusa. Tidak hanya itu, telapak tangan dibuat menyerupai anatomi burung untuk menimbulkan efek sisik layaknya kaki burung. Sedangkan bagian badannya dicat menyerupai harimau dengan perpaduan warna biru dan orange yang mencolok dan ekornya menggunakan ekor harimau. Namun, hal yang paling menonjol adalah sayapnya, yang mengandung kurang lebih 60 helai bulu, simbolisasi dari keragaman spesies yang terancam dan kebutuhan untuk memeliharanya.

Nah, sayap yang dibuat itu menggunakan daun pisang kering (kraras) yang diolah sedemikian rupa tanpa mengurangi nilai estetika. “Dari bahan yang kami gunakan itu pada bagian sayap kami menggunakan daun kraras dan kami olah menjadi sayap dan kami imbangi bagaimana bagusnya. Kraras yang kami gunakan kurang lebih didapat dari 4 kebun pohon pisang yang masing-masing berisi 10 pohon pisang,” jelas lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar tahun 2022 ini. Penggunaan bahan organik seperti kayu, bambu, dan daun kraras kering, yang didapat dari kebun pisang, menegaskan komitmen pada penggunaan material alami dan selalu digunakan dari tahun ke tahun. Teknologi terintegrasi juga terlihat dalam pembuatan ogoh-ogoh yang pada pengembangan bagian sayap dan kepala. Nantinya, saat hari pengerupukan, ogoh-ogoh tersebut akan diarak oleh 25 orang dalam sanan yang berukuran 3,5 meter x 3,5 meter.

Sementara, berat total ogoh-ogoh mencapai 250 kilogram dengan tinggi mencapai 4,5 meter, mencerminkan tantangan besar dalam pembuatannya, terutama dalam mengimbangi beban berat dan kekuatan konstruksi. “Dengan ogoh-ogoh yang berukuran besar itu, kami mulai membuatnya dari tanggal 15 Januari 2024, setelah saya mengikuti perlombaan memahat patung salju di Harbin, China pada awal Januari dan selesai pada 19 Februari 2024 sebelum penilaian zona perlombaan ogoh-ogoh Kabupaten Badung,” terangnya.


iRobet juga berharap karya ini tidak hanya menjadi puncak perayaan Nyepi tahun ini tetapi juga memicu inspirasi bagi ST lainnya untuk mengembangkan ide-ide kreatif dan inovatif di masa depan. Ditemui dalam kesempatan yang sama, Ketua ST Bakti Dharma Banjar Adat Kangin Pecatu, I Kadek Yossi Wicaksana Putra mengungkapkan bahwa tahun ini menjadi momen spesial karena melibatkan partisipasi aktif anggota perempuan dalam pembuatan ogoh-ogoh, sebuah langkah maju dalam tradisi yang selama ini lebih banyak didominasi oleh anggota laki-laki.

“Lebih dari 30 anggota ST berpartisipasi setiap hari dalam pembuatan ogoh-ogoh. Partisipasi anggota ST dari yang laki-laki sudah pasti, begadang membuat ogoh-ogoh. Tahun ini juga anggota perempuan ikut bergabung karena kami ingin ada kekompakan dari pembuatan ogoh-ogoh yang bisa digarap bersama,” kata Kadek Yossi.

Selain itu, ST Bakti Dharma juga menghadapi kendala, terutama karena adanya upacara keagamaan yang berlangsung serentak, serta tekanan untuk menyelesaikan ogoh-ogoh karena mereka berpartisipasi dalam lomba di tingkat Kabupaten Badung. Kendati demikian, tantangan ini tidak mengurangi semangat mereka untuk menghasilkan karya terbaik. Ditanya soal segi pendanaan, Yossi membeberkan jika pihaknya menghabiskan dana kurang lebih Rp 80 juta untuk menggarap ogoh-ogoh tahun ini. Sebab, ogoh-ogoh yang dibuat termasuk dalam kategori besar, sehingga memerlukan anggaran yang cukup banyak.

Pada lomba yang diikuti, ST Bakti Dharma berhasil meraih posisi kedua di masing-masing zona. Ini merupakan pencapaian yang membanggakan, mengingat persaingan yang ketat dan kualitas karya yang dihadirkan oleh peserta lain. Ke depan, dia berharap semangat kebersamaan dan kekompakan bisa terus dipertahankan. 7 ol3

Komentar