nusabali

Kasus Bunuh Diri di Bali Delapan Kali Lipat dari Provinsi Lain

  • www.nusabali.com-kasus-bunuh-diri-di-bali-delapan-kali-lipat-dari-provinsi-lain

DENPASAR, NusaBali.com – Kasus bunuh diri di Bali masih menjadi momok memprihatinkan. Hingga akhir tahun 2023 ini, jumlah peristiwa bunuh diri di Bali sudah mencapai 124 kasus.

Data ini diungkapkan oleh dr I Gusti Rai Putra Wiguna SpKJ, Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Cabang Denpasar, Rabu (13/12/2023).

Terbaru, seorang pemuda melakukan upaya percobaan bunuh diri di Underpass Dewa Ruci, Kuta, pada Senin (11/12/2023) lalu.  Dan pada Rabu (13/12/2023), hasil forensik menyebutkan seorang mahasiswa yang ditemukan tewas di sebuah kamar kos di Kuta Selatan, merupakan kasus bunuh diri. 

Menurut data resmi, Bali masuk dalam tiga besar provinsi dengan angka bunuh diri tertinggi di Indonesia. Dilihat dari proporsinya, pada enam bulan pertama tahun 2023 tercatat 62 kasus bunuh diri di Bali. Pada sembilan bulan, angka tersebut naik menjadi 92 kasus. Total, terjadi 124 kasus bunuh diri hingga Desember 2023. 

Jawa Tengah menjadi provinsi dengan angka bunuh diri tertinggi yakni 480 kasus pada tahun ini. “Tetapi Jawa Tengah berpenduduk 39 juta orang, sedangkan Bali 4,5 juta orang. Jadi kalau kita hitung risikonya, di Bali terdapat 27 orang per 1 juta penduduk yang bunuh diri. Kalau angka nasional, 4 orang per 1 juta penduduk. Jadi di Bali 8 kali lipat angka bunuh diri di provinsi lain,” kata psikiater Bali Mental Health Clinic ini.

Menurut dr Rai, harus ada upaya luar biasa untuk menangani kasus bunuh diri di Bali. Pemerintah perlu berperan lebih banyak.  Dokter Rai melihat, kasus bunuh diri berhubungan erat dengan angka gangguan jiwa baik ringan atau berat yang tidak tertangani dengan baik. 

“Di Indonesia, pengidap gangguan jiwa hanya setengahnya yang berobat. Belum lagi penyalahgunaan narkoba, kekerasan, bullying, memberi dampak besar timbulnya penyakit jiwa,” jelasnya. 

Tokoh agama dan media massa, sebut dr Rai juga punya peran besar dalam upaya menekan angka bunuh diri di Indonesia. Selama ini menurutnya pemberitaan kasus bunuh diri belum ‘ramah’.

“Kasus bunuh diri lebih banyak ditulis sebagai peristiwa kriminal, misalnya cara bunuh diri, data korban, penyebab bunuh diri, yang tentu berimbas pada kondisi psikologis keluarga yang ditinggalkan,” katanya.

Mestinya, berita kasus bunuh diri dibarengi dengan edukasi seperti ciri-ciri orang yang hendak bunuh diri misalnya lebih banyak diam atau sebaliknya biasanya pendiam kemudian menjadi ramah pada setiap orang, memberikan barang-barang berharga, dan sering membicarakan kematian.

“Layanan pencegahan bunuh diri 24 jam menjadi penting untuk dibuat. Di Bali sudah ada, yakni BISA Helpline. Kini sudah aktif kembali setelah sempat vakum karena banyaknya telepon yang masuk bahkan hingga ribuan orang dalam sehari,” ujar dr Rai. 

BISA Helpline merekrut generasi muda untuk menjadi relawan. Dengan didengarkan, mereka yang punya niat bunuh diri menjadi merasa didengarkan dan mengurungkan niat untuk bunuh diri.

“Kami sudah bekerja sama dengan Pemkot Denpasar untuk mensinergikan nomor layanan dengan BPBD sehingga dalam kondisi darurat bisa mengirim ambulans,” tukas pendiri Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) simpul Bali ini. *ol5







Komentar