nusabali

'Tribute to Umbu Landu Paranggi' di Panggung FSBJ

Putri Koster Kenang Umbu sebagai Sosok yang Komplet Lahir Bathin

  • www.nusabali.com-tribute-to-umbu-landu-paranggi-di-panggung-fsbj

DENPASAR, NusaBali
Komunitas Jatijagat Kehidupan Puisi (JKP) membuat garapan sastra ‘Tribute to Umbu Landu Paranggi’, untuk mengenang sosok mahaguru berjuluk Presiden Malioboro yang meninggal di usia 77 tahun, 6 April 2021 lalu.

‘Tribute to Umbu Landu Paranggi’ ini ditampilkan dalam Festival Seni Bali Jani (FSBJ) III Tahun 2021 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Jalan Nusa Indah Denpasar, Kamis (4/11) malam.

Pementasan ‘Tribute to Umbu Landu Paranggi’ di Gedung Ksirarnawa malam itu dihadiri pula istri Gubernur Bali Wayan Koster, yakni Ni Putu Putri Suastini, yang notabene seniwati multitalenta. Putri Suastini Koster pun sempat memberikan testimoninya tentang sosok Umbu Landuparanggi.

Suasana hening, khusyuk, dan haru bercampur jadi satu saat penonton menyaksikan pementasan ‘Tribute to Umbu Landu Paranggi’ yang berdurasi hampir 2 jam itu. Apalagi, suara mahaguru Umbu Landu Paranggi yang terekam dalam sebuah video dokumenter, juga diperdengarkan malam itu. Ini membuat penonton yang pernah mengenal Umbu Landu Paranggi menjadi rindu kepada sang mahaguru.

Bahkan, orang-orang terdekat almarhum, seperti penyair Wayan Jengki Sunarta, berlinang air mata hampir selama acara berlangsung. “Saya sangat terharu. Dari tadi saya duduk di depan berlinang air mata, karena terkenang kembali kedekatan dengan beliau (Umbu, Red). Beliau kan guru kami di kepenyairan. Apalagi, saya secara personal begitu intens bertemu. Beliau bagaikan sosok ayah,” ujar Jengki Sunarta dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Jengki mengatakan, konsep pegelaran ‘Tribute to Umbu Landu Paranggi’ malam itu difokuskan pada sang tokoh dengan beberapa konten yang dirangkai menjadi satu kesatuan pemanggungan. Pementasannya mulai dari baca puisi, monolog, video dokumenter, testimoni, dramatisasi puisi, hingga musikalisasi puisi.

Beberapa pegiat sastra yang terlibat di atas panggung ‘Tribute to Umbu Landu Paranggi’, antara lain, dr Dewa Putu Sahadewa, Mira MM Astra, Pranita Dewi, Ayu Jemani, Muda Wijaya, komunitas silat, dan komunitas seni SMK Saraswati 1 Denpasar, Ahmad OB Marzuki, Kelompok Musik Sekali Pentas, dan beberapa pendukung lainnya. Semua menjadi satu kesatuan. Hanya saja, ada beberapa video testimoni yang tidak bisa ditampilkan.

“Tadi ada sedikit kecelakaan teknis. Di video dokumenter, harusnya ada narasi. Namun, agak macet narasinya itu bagian awal. Kemudian, di bagian video testimoni para tokoh, karena kecelakaan teknis, tidak jadi ditayangkan,” tutur penyair kelahiran 22 Juni 1975 ini.

Dalam persembahan JKP kepada Umbu Landu Paranggi, Jengki dan kawan-kawan berusaha mengumpulkan foto-foto dokumentasi serta video-video cuplikan untuk dirangkai sedemikian rupa. “Yang jelas, sumber-sumber foto itu dari dokumentasi foto dan video dari saya, dari Dinas Kebudayaan, dari JKP, dan kawan-kawan lainnya yang sempat mendokumentasikan Umbu semasa hidup,” terang Jengki.

Garapan ‘Tribute to Umbu Landu Paranggi’ tersebut melibatkan sekitar 60 orang seniman maupun pegiat sastra. Menurut Jengki, banyak sekali kendala maupun suka duka selama menjadikan garapan ini siap untuk dipentaskan. Salah satunya, menyatukan pemikiran yang berbeda karakter dan isi pikiran.

Selain itu, kata Jengki, para pemain juga kesulitan mengatur waktu, karena ada yang bekerja dan sekolah. “Belum lagi kendala dana yang belum turun, sehingga teman-teman harus pinjam sana sini demi terselenggaranya garapan ‘Tribute to Umbu’ ini,” beber alumni Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana (Unud) ini.

Jengki menambahkan, dalam garapan tersebut, sosok Umbu juga dilekatkan dengan konsep ‘Tanam-Taman’ yang selama ini dibangunnya semasa hidup. Spirit itu dibawa ke dalam garapan. “Tanam ini artinya menanam bakat, benih-benih kesenian, dan hal lainnya di JKP. Karena selama ini Umbu selalu mendampingi kami di JKP, tanpa kenal lelah beliau menanam hingga membentuk taman,” katanya.

Konsep ‘Tanam-Taman’ dari Umbu ini juga diingat betul oleh Putri Suastini Koster, yang malam itu berkesempatan memberikan testimoni tentang Umbu Landu Paranggi. Bagi Putri Koster, Umbu adalah sosok yang komplet lahir bathin. Umbu hadir sebagai sosok yang memberi teladan secara lahiriah, tapi dalam berbicara dan berdialog, sang mahaguru uga selalu menitipkan pesan-pesan kehidupan dengan cara yang sangat sederhana.

“Tahun 2016 ketika di Jakarta, saya masih mengenal Umbu sosok yang misterius, sulit ditemui. Sebelumnya, saya tidak pernah ketemu beliau, sempat ada rasa takut, jangan-jangan tidak mau ketemu. Tapi, di luar dugaan, justru pertemuan kami seperti sudah saling kenal lama,” kenang Putri Koster.

Putri Koster menilai konsep ‘Tanam-Taman’ yang dibuat Umbu begitu luar biasa. Umbu membuat taman di Bali, meskipun dia merupakan Putra Sumba, Nusa Tenggara Timur. Menurut Putri Koster, Umbu berpulang buat selamanya dengan meninggalkan taman yang indah, di mana banyak anak-anak bermain, tumbuh, dan berkembang di sana.

“Ketika kita menanam, pikirkan bahwa itu akan menjadi sebuah taman yang indah dan memberikan kedamaian pada hati dan kehidupan. Jangan menanam sesuatu yang suatu saat menjadi semak belukar dalam kehidupan. Pemikiran beliau pantas kita teladani,” tegas tokoh peremouan yang juga menjabat Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Proviunsi Bali dan Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali ini.

Sementara itu, sahabat Umbu, Prof Dr I Nyoman Darma Putra, yang juga memberikan testimoni malam itu, menyebut Umbu adalah sosok yang extra ordinary, memiliki pengaruh di Kota Kebudayaan Jogjakarta. Saat datang ke Pulau Dewata, Umbu pun membangkitkan pengaruh-pengaruh seni sastra modern. “Umbu berhasil mencangkul tanah Bali untuk menanamkan bibit-bibit penyair yang hasilnya kita saksikan sekarang ini,” tandas akademisi dari Fakultas Ilmu Budaya, Unud ini.

Sedangkan sahabat dekat Umbu lainnya, Hartanto, justru mengenang kejahilan-kejahilan sang mahaguru. Namun, belakangan Hartanto baru menyadari ada makna di dalam setiap ucapan jahil Umbu. “Kata-kata yang dikeluarkan Umbu selalu penuh tafsir,” kata wartawan senior ini.

Umbu Landu Paranggi sendiri menghembuskan napas terakhir dalam peratawan di RS Bali Mandara, Jalan Bypass Ngurah Rai Sanur, Denpasar Selatan, Selasa, 6 April 2021 dinihari pukul 03.55 Wita. Sebelum berpulang, Umbu sempat selama tiga hari dirawat di RS, sejak 3 April 2021 sore.

Mahaguru puisi ini Umbu lahir di Kananggar, Waingapu, Sumba Timur, NTT, 10 Agustus 1943. Berkat sentuhan Umbu, lahir banyak penyair maupun sastrawan besar, seperti Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun, Korrie Layun Rampan, dan Linus Suryadi AG. *ind

Komentar