nusabali

RUU Bali Belum Tembus Prolegnas 2021

DPR RI Agendakan Membahas 38 RUU dalam Prolegnas 2021

  • www.nusabali.com-ruu-bali-belum-tembus-prolegnas-2021

Masuk dalam list kumulatif terbuka, RUU Provinsi Bali yang merupakan revisi UU Nomor 64 Tahun 1958, bisa dibahas DPR RI kapan saja

DENPASAR, NusaBali

Rancangan Undang-undang (RUU) Provinsi Bali untuk revisi UU Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali-NTB-NTT yang tengah di-perjuangkan elemen masyarakat Bali, belum tembus Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI Tahun 2021. Informasi terbaru, tercatat ada 38 RUU masuk Pro-legnas DPR RI Tahun 2021 dan sudah diagendakan untuk digodok.

Dari 38 RUU yang masuk Prolegnas DPR RI Tahun 2021 tersebut, 21 RUU merupakan usulan DPR RI dari masing-masing komisi, 10 RUU merupakan usulan pemerintah, dan 2 RUU merupakan usulan dari DPD RI. Selain itu, ada 5 RUU kategori kumulatif terbuka masuk list. Artinya, RUU dalam daftar kumulatif terbuka ini RUU yang bisa dibahas kapan saja.

Informasi yang diperoleh NusaBali, Jumat (12/3), RUU usulan dari pemerintah yang tembus Prolegnas DPR RI Tahun 2021, antara kain, RUU tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (dalam Prolegnas 2020-2024 tertulis: RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah), RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, RUU tentang Ibukota Negara (Omnibus law), RUU tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), dan RUU tentang Hukum Acara Perdata

Sedangkan RUU usulan dari DPR RI yang tembus Prolegnas Tahun 2021, antara lain, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, RUU Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan, dan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.

Sementara RUU usulan dari DPD RI yang tembus Prolegnas Tahun 2021, masing-masing RUU tentang Daerah Kepulauan dan RUU tentang Badan Usaha Milik Desa. Sebaliknya, RUU Kumulatif Terbuka yang masuk list, antara lain, Daftar RUU Kumulatif Terbuka akibat Putusan Mahkamah Konstitusi, Daftar RUU Kumulatif Terbuka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, serta Daftar RUU Kumulatif Terbuka tentang Pembentukan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali, I Ketut Kariyasa Adnyana, menyebutkan RUU Provinsi Bali masuk sebagai RUU Kumulatif Terbuka. Namun, RUU Provinsi Bali yang merupakan Revisi atas UU Nomor 64 Tahun 1958, belum berhasil tembus Prolegnas DPR RI Tahun 2021.

"RUU Provinsi Bali kan sudah masuk di Komisi II DPR RI. Namun, karena masing-masing Komisi di DPR RI hanya bisa mengajukan RUU dalam jumlah terbatas, maka ada prioritas untuk dibahas. RUU Provinsi Bali yang sudah masuk list, kapan saja bisa dibahas," ujar Kariyasa Adnyana saat dikonfirmasi NusaBali, Jumat kemarin.

Kariyasa mengatakan, banyaknya RUU yang masuk, kemudian ada priroritas. Ini merupakan harmonisasi dalam penyusunan RUU. Yang jelas, Kariyasa memastikan RUU Provinsi Bali tidak hilang dari list. Tidak perlu menunggu waktu tahun 2021 atau tahun 2022, kapan saja dibahas.

“Kami anggota DPR RI Dapil Bali tentu komitmen mengawal RUU Provinsi Bali ini. Sekarang kan ada harmonisasi di DPR RI untuk pembahasan RUU," tandas politisi PDIP asal Desa/Kecamatan Busungbiu, Buleleng yang duduk di Komisi IX DPR RI (yang membidangi kesehatan) ini.

Dihubungi terpisah, Jumat kemarin, anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali, I Gusti Ngurah Alit Kusuma Kelakan, mengatakan RUU Provinsi Bali sudah masuk list. Cuma, kan ada skala prioritas. "RUU Provinsi Bali sudah masuk dalam list. Kalau nggak salah, itu urutan 64. Kita sudah berhasil memasukkannya di Komisi II DPR RI," beber Alit Kelakan.

Alit Kelakan menyebutkan, saat ini pembahasan RUU dari usulan kedaerahan memang masih minim. Semua prioritas untuk yang terkait nasional. "Dalam kondisi saat ini, memang RUU yang memiliki tingkatan nasional jadi prioritas. Misalnya, RUU terkait Omnibus Law," tegas politisi PDIP asal Desa Pemecutan Kelod, Kecamatan Denpasar Barat mantan anggota DPD RI Dapil Bali 2009-2014 ini.

Ketika disinggung RUU Provinsi Bali belum masuk Prolegnas 2021 karena terkendala anggaran di tengan pandemi Covid-19, menurut Alit Kelakan, ada kaitannya juga. "Karena anggaran recofusing semua untuk menangani pandemi Covid-19, maka tetap ada skala prioritas. Yang jelas, RUU Provinsi Bali ini tidak hilang dari list," terang mantan Wakil Gubernur Bali 2003-2008 yang juga Wakil Ketua Bappilu DPD PDIP Bali ini.

Sementara itu, anggota DPD RI Dapil Bali, AA Gde Agung, menyebutkan RUU Provinsi Bali memang belum masuk dalam list pembahasan di Prolegnas DPR RI Tahun 2021. Padahal, elemen masyarakat Bali sudah full power menggedor Senayan.

"Kami sebagai wakil rakyat Bali di DPD RI akan mengecek melalui Pimpinan DPD RI dan Panitia Perancang Undang-undang (PPUU) DPD RI," jelas Gde Agung saat dihubungi NusaBali terpisah, Jumat kemarin.

Menurut Gde Agung, sebenarnya saat elemen masyarakat Bali di bawah pimpinan Gubernur Wayan Koster memperjuangkan RUU Privinsi Bali ini di pusat, pihaknya selaku anggota DPD RI Dapil Bali telah mengawalnya di Senayan. Saat itu, Gde Agung bersama Gubernur Koster dan wakil-wakil rakyat Bali di Senayan, elemen dan tokoh masyarakat, selalu hadir ketika pertemuan dengan Komisi II DPR RI dan Baleg DPR RI.

“Kami juga bersama-sama saat Kemendari sampai Kemenkum HAM. Saat itu, kita membawa surat dukungan Pimpinan DPD RI untuk RUU Provinsi Bali," kenang panglingsir Puri Ageng Mengwi, Desa/Kecamatan Mengwi, Badung yang notabene mantan Bupati Badung dua kali periode (2005-2010, 2010-2015) ini.

Gubernur Wayan Koster sendiri, sebagaimana diberitakan, terus menggedor Senayan untuk perjuangkan RUU Provinsi Bali agar secepatnya dibahas DPR RI. Gubernur Koster, antara lain, mempresentasikan materi RUU Provinsi Bali di Ruang Baleg DPR RI, Gedung Nusantara I Senayan, Jakarta, 7 Februari 2020 lalu. Komisi II DPR RI pun janjikan proses cepat untuk pembahasan RUU Provinsi Bali, dengan memasukkannya da-lam daftar Komulatif Terbuka.

Gubernur Koster menerangkan RUU Provinsi Bali diajukan dengan alasan sebuah ketatanegaraan yang mengikuti konstitusi. Pasalnya, Provinsi Bali saat ini masih menggunakan UU Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, NTB, dan NTT, yang mengacu UUD Sementara Tahun 1950 ketika negara masih berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).

"Sementara saat ini kita sudah dalam bentuk NKRI, dengan UUD 1945. Jadi, dari sisi hukum ketatanegaraan, kita posisinya seperti negara bagian kalau mengacu UUD Sementara Tahun 1950 dengan negara berbentuk RIS. Selain itu, tidak ada lagi substansi dari UUD Sementara Tahun 1950 yang dipakai acuan bagi Bali dalam menjalankan pemerintahan saat ini," papar Gubernur Koster yang saat itu didampingi langsung Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama (Fraksi PDIP), Wakil Ketua DPRD Bali Nyoman Sugawa Korry (Fraksi Golkar), Wakil Ketua DPRD Bali Tjokorda Asmara Putra Sukawati (Fraksi Demokrat), Wakil DPRD Bali I Nyoman Suyasa (Fraksi Gerindra), Bendesa Agung Majelis Desa Adat Provinsi Bali Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, dan Ketua PHDI Bali I Gusti Ngurah Sudiana, selain anggota DPD RI Dapil Bali AA Gde Agung.

Karena itu, kata Koster, Provinsi Bali memerlukan regulasi yang berada dalam bingkai Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. "Maka, konstitusinya harus jelas," jelas Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.

Disebutkan, Bali memerlukan manajemen pengelolaan satu pulau, satu pola, dan satu tata kelola dengan kearifan lokalnya dalam wadah NKRI berdasarkan Pancasila 1 Juni 1945 dan UUD 1945. Pengajuan RUU Provinsi Bali ini bukan untuk Otonomi Khusus (Otsus), melainkan terkait dengan pengelolaan alam dan manusia Bali. “Jadi, kami tidak minta apa-apa. Kami ajukan RUU Provinsi Bali tidak dalam rangka meminta porsi anggaran. Kami tidak mau membebani APBN. Namun, kami berharap Bali diberikan mengelola bantuan pusat secara maksimal dalam bentuk dana alokasi khusus (DAK) dan dana alokasi umum (DAU) seperti yang sudah berjalan selama ini," tegas Gubernur yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini. *nat

Komentar