nusabali

Desa Purwakerti Kesulitan Kelola Sampah

  • www.nusabali.com-desa-purwakerti-kesulitan-kelola-sampah

AMLAPURA, NusaBali
Selama pandemi Covid-19, Pemerintah Desa Purwakerti, Kecamatan Abang, Karangasem kesulitan mengelola sampah.

Rata-rata biaya per hari yang dikeluarkan Rp 390.000, sedangkan pemasukan menurun sehingga disubsidi dengan dana desa. Perbekel Desa Purwakerti I Nengah Karyawan mengatakan, petugas kebersihan memanfaatkan truk milik Pemerintah Desa Purwakerti. Mempekerjakan 6 orang, tiap hari dibagi dua shift. Tiap shift yang bekerja tiga orang termasuk sopir dengan upah Rp 25.000 per orang.

Nengah Karyawan mengatakan, tiap hari mengangkut sampah hingga 3 truk ke TPA Banjar Butus, Desa Bhuana Giri, Kecamatan Bebandem. Biaya per truk di TPA Rp 80.000 sehingga tiap hari untuk buang sampah di TPA perlu dana Rp 240.000. Sedangkan selama kondisi normal, dengan catatan aktivitas pariwisata berjalan normal masih mampu menutupi biaya operasional dengan memungut retribusi sampah dari hotel, vila, dan restoran. Namun kini aktivitas pariwisata tutup, maka biaya disubsidi Pemerintah Desa Purwakerti. “Kami kewalahan membiayai operasional kebersihan karena dari industri pariwisata pemasukannya menurun,” ungkap Nengah Karyawan, Rabu (27/1).

Terpisah, Perbekel Desa Sengkidu, Kecamatan Manggis, I Wayan Darpi, mengatakan sampah yang dipungut dikelola sendiri sehingga mendatangkan pemasukan. Walau kontribusi dari hotel dan restoran menurun, Pemerintah Desa Sengkidu tidak mengalami kendala untuk biaya operasional. Wayan Darpi menjelaskan, subsidi pengelolaan sampah dari APBDes hanya Rp 20 juta per tahun. Upah sopir Rp 1.150.000 per bulan, tenaga angkut 4 orang Rp 1 juta per orang per bulan, tenaga pemilah sampah di bank sampah 5 orang dengan upah per orang Rp 850.000. Tenaga bank sampah 2 orang dengan upah Rp 850.000 per orang.

“Kami tidak sampai tekor, ada kontribusi dari hotel dan restoran, dan tenaga kerja hanya bertugas sekitar 4 jam setiap hari,” kata Wayan Darpi. Walau masih pandemi Covid-19, pemilik hotel dan restoran masih bersedia bayar retribusi sampah ke desa walau hanya separuh. Sementara Perbekel Desa Sukadana, Kecamatan Kubu, I Gede Suardana, mengatakan sampah ditangani masyarakat masing-masing. Sebab desa belum mengelola sampah. “Sampah dikumpulkan lalu dibakar sehingga tidak ada sampah yang tersisa,” kata Gede Suardana. Diakui, dalam setiap kesempatan memberikan pengertian agar masyarakat taat menangani sampahnya sendiri sehingga desa tidak terlihat kumuh. *k16

Komentar