nusabali

Desa Adat Pakudui Rangkul Krama Tempek Pakudui Kangin

Sepakat Damai Tanpa Syarat

  • www.nusabali.com-desa-adat-pakudui-rangkul-krama-tempek-pakudui-kangin

Setelah perjalanan panjang, akhirnya terjadi kesepakatan damai soal sengketa lahan pelaba pura.

GIANYAR, NusaBali
Konflik sengketa lahan pelaba pura antara Krama Tempek Pakudui Kangin dengan Desa Adat Pakudui, Desa Kedisan, Kecamatan Tegallalang yang bergejolak sejak tahun 2012 silam berakhir damai. Kedua belah pihak menandatangani kesepakatan perdamaian di hadapan Bupati Gianyar Made Mahayastra beserta jajaran, di halaman Kantor Bupati Gianyar, Minggu (22/11) siang.

Kesepakatan damai diawali dengan persembahyangan bersama di Pura Padmasana Kantor Bupati. Turut hadir Wakil Bupati Gianyar AA Gde Mayun, Sekda Gianyar Made Gede Wisnu Wijaya, Ketua DPRD Kabupaten Gianyar Wayan Tagel Winartha, Kapolres Gianyar AKBP Dewa Made Adnyana. PHDI, MDA, Camat Tegallalang, Perbekel Kedisan, dan kedua belah pihak.

Ada delapan poin yang isi daripada kesepakatan damai ini. Pertama, Pakudui Kangin sepakat mencabut upaya hukum banding perlawanan pihak ketiga di Pengadilan Tinggi Denpasar terhadap putusan PN Gianyar. Kedua, Pakudui Kangin sepakat mencabut gugatan bantahan. Ketiga, Desa Adat Pakudui dan Tempek Pakudui Kangin sepakat melaksanakan eksekusi secara damai. Keempat, terkait objek sengketa, para pihak tunduk dan patuh pada amar putusan PN Gianyar yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Kelima, bahwa kedua belah pihak sepakat terkait hal yang belum diatur akan dimusyawarahkan dengan menjunjung tinggi prinsip paras paros sarpanaya.

Kemudian pada poin keenam disebutkan, bahwa pihak Desa Adat Pakudui bersedia menerima kembali pihak Tempek Pakudui Kangin tanpa syarat sehingga Desa Adat Pakudui dan Tempek Kangin menjadi satu kesatuan Desa Adat. Selanjutnya pada poin ketujuh, disebutkan kedua belah pihak sepakat melakukan revisi awig-awig secara bersama-sama sesuai dengan Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat dengan pendampingan dari Pemerintah Kabupaten Gianyar dan Majelis Desa Adat Kabupaten Gianyar. Selama proses penyatuan kembali Desa Adat Pakudui melalui revisi awig-awig, para pihak melaksanakan aktivitas adat dan keagamaan masing-masing.

Terakhir, poin kedelapan, bahwa seluruh poin kesepakatan perdamaian ini adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu dengan yang lainnya. Jika salah satu dari poin ini tidak dilaksanakan maka kesepakatan perdamaian ini menjadi batal atau menjadi tidak mengikat.

Kesepakatan damai ini ditandatangani lima perwakilan Desa Adat Pakudui yakni I Ketut Karma Wijaya, I Wayan Puaka, I Wayan Pastika, I Made Tileh, I Nyoman Adi Santosa. Sedangkan dari Tempek Pakudui Kangin diantaranya I Wayan Subawa, I Made Narka, I Made Karsa, I Wayan Seraya, I Wayan Dina Antara. Sebagai saksi dari Pemkab Gianyar, I Dewa Gede Alit Mudiarta, Sekretaris Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Kabupaten Gianyar I Dewa Gede Putra Amarta, dan Ketua Majelis Desa Adat Kabupaten Gianyar Drh Anak Agung Alit Asmara.

Bupati Gianyar, Made Mahayastra mengaku bersyukur, pada akhirnya sengketa lahan yang terjadi belasan tahun bias tuntas di era kepemimpinannya. Mahayastra juga memuji kinerja Polres Gianyar dalam menjaga kondusivitas kasus ini. “Ini yang kita nanti-nantikan sejak lama. Akhirnya terjadi hari ini. Di kantor Bupati Gianyar,” ujar Mahayastra bangga.

Kata Mahayastra, kasus Pakudui ini berlarut-larut bahkan sejak dirinya masih menjabat Ketua DPRD Kabupaten Gianyar. “Kasus lama, bahkan sejak saya masih di DPRD. Semua pasti merasakan, gimana repotnya menangani kasus ini. Sekarang dengan hadirnya pengacara muda dari kedua belah pihak, komunikasinya baik. Ikut memberi andil terkait lancarnya kasus yang lama ini. MDA, PHDI, dan terutama aparat kepolisian paling intens. Hingga akhirnya lewat tangan dingin Kapolres AKBP Dewa Made Adnyana, secara de facto kasus ini selesai. Klir di tangan beliau,” ujar Mahayastra. Dikatakan, setelah kesepakatan damai ini akan dilanjutkan dengan pelaksanaan eksekusi secara damai. “Segera, bisa jadi di Kantor Bupati ini. Dibacakan eksekusi,” jelasnya.

Keberhasilan ini pun membuat Mahayastra ingin menyelesaikan kasus-kasus lain di Kabupaten Gianyar. “Ada lagi beberapa kasus, saya ingin secepatnya selesai,” harapnya.

Kepada kedua belah pihak, Mahayastra pun berjanji akan membuatkan Balai Banjar. “Suud niki ajak ngae bale banjar. Sekarang hilangkan semua itu, sudah ngaturang guru piduka. Tidak boleh ada lagi orang menyinggung dendam lama. Kalau ada Bupati Kapolres nanti yang turun, gimana sepakat kasus ini tutup setuju sami?,” ujar Mahayastra yang dijawab setuju oleh kedua belah pihak.

Usai penandatanganan, kata Mahayastra kesepakatan damai ini memang diinginkan oleh kedua belah pihak. “Karena di atas 10 tahun kasus ini telah merenggut pikiran kita, merenggut hubungan persaudaraan, mudah-mudahan setelah ini karena di sana daerah pariwisata bisa segera bangkit  dan apa yang terjadi sebelumnya bisa dilupakan, saya ajak mereka membangun daerah,” imbuh pejabat asal Desa Melinggih, Kecamatan Payangan ini. Terkait revisi awig-awig, pihaknya memerintahkan MDA Gianyar untuk mendampingi. Sedangkan eksekusi, hanya akan dibacakan berita acaranya di kantor Bupati Gianyar. “Di sini, eksekusi damai hanya dengan pembacaan berita acara saja,” imbuhnya.

Sementara terkait pura dan kuburan, menurut Mahayastra sudah dibicarakan. “Sudah tertulis semua dalam kesepakatan,” ujarnya. Seperti diketahui, sengketa lahan pelaba pura Desa Adat Pakudui, Kecamatan Tegallalang ini berlangsung cukup lama. Agenda eksekusi yang telah berkekuatan hukum tetap bahkan sempat ditunda beberapa kali demi menjaga kondusivitas. *nvi

Komentar