nusabali

Peduli Anak Jalanan, Bantu Mereka Dapatkan Pendidikan

IGA Ayu Putu Darmayanti SE MPd, Peraih ‘Anugerah Pegiat Aksara’ Kemendikbud

  • www.nusabali.com-peduli-anak-jalanan-bantu-mereka-dapatkan-pendidikan

Program pemberantasan buta huruf dengan menyasar anak-anak jalan-an, sudah dilakukan I Gusti Agung Ayu Putu Darmayanti selama 13 tahun sejak 2007. Harapannya, dengan bisa baca tulis, dan hitung, anak-anak jalanan tidak gampang untuk dibodohi

DENPASAR, NusaBali

I Gusti Agung Ayu Putu Darmayanti SE MPd, 52, merupakan satu dari dua tokoh asal Bali yang meraih penghargaan ‘Anugerah Pegiat Aksara Tahun 2020’ dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Perempuan asal Banjar Pangsan, Desa/Kecamatan Petang, Badung ini berjaya berkat karyanya tentang pemberantasan buta huruf pada anak-anak jalanan di Kota Denpasar. Selama ini, dia pedulu dengan anak jalanan dan bantu mereka dapatkan pendidikan.

Selain I Gusti Agung Ayu Putu Darmayanti, tokoh Bali yang juga dapat penghargaan ‘Anugerah Pegiat Aksara Tahun 2020’ dari Kemendikbud adalah I Wayan Mertayasa SPd MPd, 30, asal Banjar Kubakal, Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Karangasem. Wayan Mertayasa, yang kesehariannya menjadi pengelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Amerta Yulia Ganesha di Banjar Kubakal, Desa Pempatan, sabet penghargaan untuk kategori apresiasi publikasi video keaksaraan.

IGA Putu Darmayanti menyebutkan, dalam karya tulisnya yang berbuah ‘Anugerah Pegiat Aksara Tahun 2020’, dia mengangkat tentang pem-berantasan buta huruf pada anak-anak jalanan di Kota Denpasar, yang merupakan program yang dijalankannya di Yayasan Dharma Wangsa. Yayasan Dharma Wangsa sendiri merupakan lembaga non formal PKBM, yang bermarkas di kawasan Desa Padangsambian Kelod, Kecamatan Denpasar Barat.

Sebenarnya, dalam karya tulisnya Darmayanti menjelaskan tentang pemberantasan buta huruf pada usia 15-55 tahun. Hanya saja, Darmayanti lebih cenderung terhadap pemberantasan buta huruf pada anak-anak jalanan.

Menurut Darmayanti, anak-anak jalanan sebagian besar memang bukan warga asli Kota Denpasar, melainkan pendatang. Mereka sebagian besar memang tidak sekolah sejak awal datang ke Denpasar. Anak-anak jalanan ini sebagian besar berasal dari Karangasem.

“Kalau anak jalanan, memang saya cari sendiri anak-anaknya. Lain dengan anak sudah gede, yang dengan kesadaran sendiri datang ke Yayasan Dharma Wangsa untuk belajar. Sebab, mereka sadar dengan pendidikan, kehidupannya bisa jadi lebih baik,” ungkap Darmayanti saat dihubungi NusaBali per telepon di Denpasar, Minggu (6/9) malam.

Lulusan S1 Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar dan S2 Jurusan Pendidikan Undiksha Singaraja ini menyebutkan, program menyasar anak-anak jalanan telah dilakukannya selama 13 tahun sejak 2007. Awalnya, karena Darmayanti khawatir adanya isu perdagangan anak. Nah, salah satu cara untuk mencegahnya adalah dengan memberantas buta huruf di kalangan anak-anak jalanan. Dengan cara ini, dia berharap anak-anak tidak gampang untuk dibodohi.

“Kalau mereka (anak-anak) sudah bisa baca, tulis, hitung, mereka bisa lebih percaya diri dan mengangkat kehidupannya nanti. Kalau sudah bisa baca, tulis, hitung kan tidak ada yang membohongi dan membodohi. Sehingga tidak sampai terjadi perdagangan anak itu,” papar perempuan berusia 52 tahun kelahiran Badung, 22 Desember 1968 ini.

Sejak tahun 2007 hingga saat ini, menurut Darmayanti, tingkat kesadaran anak-anak terhadap pemberantasan buta huruf semakin meningkat. Anak-anak yang sebelumnya tidak sekolah, menjadi ingin mendapatkan pendidikan yang setara.

Hanya saja, kata Darmayanti, menyasar anak-anak usia SD masih sulit, karena mereka belum paham sepenuhnya akan pentingnya pendidikan. Berbeda dengan mereka yang sudah berusia dewasa, lebih paham arti pendidikan untuk peningkatan kehidupannya kelak.

“Kesulitan terbesar waktu dulu sih masih kejar-kejaran sama mereka. Yang masih anak-anak kadang suka datang dan pergi sesuka hati mereka. Tapi, sekarang sudah ada kesadaran, setelah mereka melihat kakak-kakaknya yang sudah tamat dan dapat ijazah, kemudian mendapatkan pekerjaan yang lebih bagus. Sekarang banyak yang sudah kerja di restoran, hotel, spa, vila, dari semula jadi anak jalanan,” beber anak bungsu dari 4 bersaudara pasangan I Gusti Ngurah Made Alit dan Ida Ayu Putu Serongga ini.

Sementara itu, karya tulisnya yang akhirnya berbuah penghargaan ‘Anugerah Pegiat Aksara Tahun 2020’ dari Kemendikbud, menurut Darmayanti, awalnya dinyatakan masuk nominasi setelah melewati beberapa proses seleksi. Tahap terakhir adalah seleksi berupa wawancara secara online lewat Webinar. Ternyata, Darmayanti dinyatakan keluar sebagai pemenang lomba karya inovasi pemberantasan buta aksara, setelah menyisihkan ratusan pesaingnya dari berbagai provinsi se-Indonesia.

Bagi Darmayanti, penghargaan dari pemerintah adalah sebuah pengakuan bahwa apa yang dilakukannya adalah kegiatan resmi. Meski demikian, perhargaan yang utama adalah keberhasilan mendidik masyarakat yang membutuhkan pendidikan hingga mendapatkan ijazah.

“Pencapaian ini bukan akhir dari perjuangan. Yang utama bagi saya keberhasilan anak-anak didik. Kalau mereka sudah mendapat ijazah, itu adalah keberhasilan. Tapi, di sisi lain, pengakuan dari pemerintah itu perlu agar legalitas kita juga diketahui. Karena seringkali lembaga non formal dipandang sebelah mata oleh masyarakat,” tandas perempuan yang kini masih aktif bekerja di Badan Akreditasi Nasional Provinsi Bali ini.

IGA Ayu Putu Darmayanti sendiri sebelumnya sudah meraih sederet prestasi membanggakan, sebelum dapat ‘Anugerah Pegiat Aksara Tahun 2020’ dari Kemendikbud. Ibu dua anak dari pernikahannya dengan Ida Bagus Sujana ini, antara lain, sandang predikat sebagai Tutor Keaksaraan Nasional (2009-2010), Tutor Paket B Tingkat Nasional (2012), Tutor Berdedikasi Tingkat Nasional (2014), dan GTK PAUD Dikmas Tingkat Nasional (2016). *ind

Komentar