nusabali

DLH Buleleng Gandeng Forum Petani Muda Bali

  • www.nusabali.com-dlh-buleleng-gandeng-forum-petani-muda-bali

Pemasaran pupuk kompos hasil pengolahan sampah memerlukan penyerapan pasar yang lebih optimal.

SINGARAJA, NusaBali

Salah satu alternatif untuk pengolahan sampah menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis adalah dengan adanya Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Di TPST 3R ini, sampah dipilah dari yang organik dan anorganik. Untuk sampah anorganik bisa diolah menjadi kerajinan dan sampah organik salah satunya bisa dimanfaatkan sebagai pupuk kompos.

Di Kabupaten Buleleng tercatat ada 28 TPST 3R yang tersebar di 9 kecamatan. Namun diketahui sebagian besar tempat pengelolaan sampah tersebut tidak banyak yang aktif. Saat ini hanya ada 13 dari 28 TPST 3R yang masih aktif mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos. Hal tersebut terungkap dalam diskusi 'Optimalisasi Pemanfaatan Pupuk Kompos pada Sektor Pertanian di Kabupaten Buleleng' yang digelar Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Buleleng, Rabu, (22/7).

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Buleleng Putu Ariadi Pribadi mengungkapkan, banyaknya TPST 3R yang tidak aktif ini lantaran terkendala sejumlah persoalan, salah satunya dalam hal pemasaran. Kompos yang sudah diproduksi tersebut belum terserap secara maksimal. "Ini berhubungan dengan produksi, ketika terus diminta membuat kompos tetapi komposnya menumpuk berminggu-minggu tidak terserap akan memengaruhi keberlanjutannya," bebernya.

Padahal di masing-masing TPST 3R mampu memproduksi kompos hingga 2 ton lebih setiap bulannya dari pengolahan sampah organik di desa setempat. "Karena itu diskusi hari ini untuk mencarikan solusi permasalahan tersebut. Hasilnya, pengolahan sampah organik berupa kompos ini bisa diserap oleh Forum Petani Muda Bali. Ini sudah disepakati tinggal menggelar pertemuan lanjutan dengan TPST terkait kesepakatan harga," ucapnya soal diskusi yang juga dihadiri sejumlah pengelola TPST di Buleleng ini.

Mantan Camat Gerokgak ini berharap dengan adanya kejelasan penyerapan hasil pengolahan sampah ini akan menambah motivasi para pengelola TPST 3R untuk bisa meningkatkan produksi komposnya. "Berikutnya kami bisa mencari solusi untuk persoalan lainnya seperti pemilahan. Ini juga untuk mengurangi sampah yang masuk di TPA Bengkala. Harapannya nanti yang masuk hanya sampah residu saja, yang tidak ada nilai manfaatnya atau nilai ekonomisnya," pungkasnya.

Sementara itu, Anak Agung Gede Agung Wedhatama penggagas Forum Petani Muda Bali atau komunitas Petani Muda Keren (PMK) menyampaikan kesanggupannya menyerap kompos hasil pengolahan TPST 3R di Buleleng. "Kami berkomitmen akan mengawal pembuatan pupuk organik yang baik oleh TPST. Sehingga bisa kami serap. Pasalnya kompos yang ada sekarang belum terfermentasi dengan baik. Kerena itu perlu adanya penambahan nutrisi," ujar pria yang akrab disapa Gung Wedha ini.

Gung Wedha mengungkapkan pupuk kompos organik yang dibutuhkan di komunitas yang beranggotakan 600-an petani muda ini mencapai 100 ton setiap bulannya. Sebagiannya sudah disuplai oleh TPST Desa Kalibukbuk. "Makanya untuk TPST lain kami semangati untuk membuat bahan pupuk organik yang baik dengan memilah sampahnya yang baik. Sehingga bisa kami ambil dan fermentasi lagi dengan mikroorganisme dan campuran nutrisi lain dalam waktu 21 hari," tuturnya.

Dalam hal ini dibuat dua prinsip yang nantinya digunakan untuk menyerap produk hasil pengolahan sampah organik tersebut yang diambil setiap dua minggu sekali. Pertama, hanya materi sampah organiknya yang sudah dipilah dan digiling saja, kemudian kedua yang sudah diolah dalam bentuk pupuk kompos. Pupuk tersebut akan dibeli dengan harga Rp 1.000 per kilogramnya. "Soal harga nanti ke depan bisa disepakati lagi," pungkas Gung Wedha.*cr75

Komentar