nusabali

Banting Setir Berjualan Telur dengan Mobil, Tak Ambil Untung Banyak

  • www.nusabali.com-banting-setir-berjualan-telur-dengan-mobil-tak-ambil-untung-banyak

DENPASAR, NusaBali
Jika diperhatikan, akhir-akhir ini di jalanan seputar Kota Denpasar dipenuhi dengan pedagang telur yang berjualan melalui mobil pribadi.

Hal ini merupakan sebuah fenomena pasca banyaknya karyawan yang dirumahkan dan di PHK yang kemudian beralih menjadi pedagang.

Seperti yang terjadi pada Ryan Jaya Wiguna yang dulunya berprofesi sebagai bagian marketing di sebuah perusahaan kredit. Dirinya yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi Covid-19 pada bulan Maret lalu kini berjualan telur dengan mobil pribadinya di kawasan Jalan Cok Agung Tresna, Denpasar.

Sebelum memutuskan untuk berjualan telur, dirinya sempat menjual pakaian, namun karena rendahnya daya beli dan sektor pariwisata yang semakin menurun, usaha tersebut tak membuahkan hasil. Barulah, Ryan memutuskan untuk berjualan telur yang diambil langsung dari peternak di Batur yang merupakan kerabatnya sendiri. “Kebetulan punya tante saya sendiri, jadi tante saya menyarankan untuk berjualan telur, supaya bisa tetap menjalani hidup dan bisa bayar utang juga,” ujarnya saat ditemui NusaBali pada Selasa (19/5).

Cerita serupa juga datang dari I Made Ari Dwi Krisna, karyawan yang dirumahkan setelah sebelumnya bekerja sebagai petugas keamanan (security) salah satu diskotek di kawasan Legian, Kuta. Saat ini Ari berjualan telur dan kebutuhan sembako di Jalan Hayam Wuruk, Denpasar menggunakan mobil pribadi. Bahan-bahan pangan ini, dijual dengan harga murah karena diambil langsung dari petani dan peternak di daerah Tabanan, yang juga merupakan kerabatnya.

Selain karena diambil langsung dari peternak, harga ‘miring’ telur yang dijual oleh kedua pedagang ini disebabkan oleh fenomena lainnya, yakni dihentikannya pasokan bahan pangan ke hotel dan restoran yang saat ini tengah ditutup. “Kan dulu tante saya biasa ngirim ke pengepul, mungkin gara-gara hotel tutup juga, jadinya telurnya mengendap. Otomatis harus dijual ke lapangan. Pengepul juga ditawarin tidak ada yang mau,” Ryan memberi keterangan.

Dalam sehari berjualan sejak pukul 06.00 Wita hingga pukul 19.00 Wita, Ryan mampu menjual hingga 50 krat telur dengan harga berkisar antara Rp 32.000 - Rp 34.000. Harga miring tersebut berdasarkan pertimbangan agar telurnya terjual. Maka untuk mempertahankan harga tersebut, Ryan pun tak mengambil untung terlalu banyak, berkisar antara Rp 500 – Rp 1.000 per krat. Jumlah penjualan ini pun diakuinya menurun sejak diterapkannya Pembatasan Kegiatan Masyarakat, yang sebelum diterapkannya Ryan mampu menjual sebanyak 80-90 krat per hari.

Demikian pula dengan Ari, yang mendapat keuntungan bersih sekitar Rp 100.000 – Rp 150.000 dari hasil penjualan telur dan sembako, kini mengubah gaya hidupnya untuk berhemat. Pengeluaran juga ditekan dengan berjualan yang dibantu oleh keluarga sehingga tidak perlu menggaji orang lain. “Kalau dulu pas masih kerja bisa yang namanya makan daging. Kalau sekarang kan seadanya saja, kalau telur sama mie masih mencukupilah,” curhatnya.

Selama berjualan, baik Ryan dan Ari pernah ditegur oleh petugas yang berpatroli melakukan penertiban. “Sempat ada yang menegur, disuruh supaya tidak berjualan di pinggir jalan. Nah, mau bagaimana lagi kalau kita tidak jualan, kita mau makan apa? Akhirnya mau tidak mau kita mainan kucing-kucingan,” lanjut Ryan.

Demikian pula dengan Ari yang juga kadang harus berpindah-pindah lokasi di sekitar kawasan Jalan Hayam Wuruk selain berurusan dengan aparat, tak seperti Ryan yang berjualan di tempat yang sama setiap hari. “Sekitaran Hayam Wuruk ini saja dah, kadang di sini kadang di sebelahnya. Tergantung nyamannya sih, kan beda-beda nanti, kalau di sini agak panas pindah ke sana. Sempat sih ditegur, namanya kan aturan pemerintah, kita tidak boleh jualan di badan jalan ya kita menepi. Kalau seperti ruko tutup begitu kita ijin dulu sama orangnya sebelum jualan,” ujarnya.

Memang, berjualan telur seperti yang dilakukan Ryan dan Ari tidak menghasilkan pundi rupiah sebesar ketika masih bekerja sebagai karyawan. Maka, saat ini yang bisa mereka lakukan adalah melakukan penghematan dengan penghasilan saat ini. “Namanya kebutuhan, ya kita pas-pasin aja yang biasanya makannya boros sekarang kita kurangi porsi makanannya. Karena saya punya anak kecil juga kan, jadi ngatur uangnya harus lebih pintar,” tutup Ryan. *cr74

Komentar