nusabali

'Tidak Berbahaya, Jangan Tolak Jenazah Covid-19'

  • www.nusabali.com-tidak-berbahaya-jangan-tolak-jenazah-covid-19

DENPASAR, NusaBali
Pandemik Covid-19 yang tengah menjangkiti dunia tentu saja menimbulkan kekhawatiran di masyarakat.

Selain tingkat penyebarannya yang cepat melalui kontak dekat antara manusia yang sudah terinfeksi dengan manusia yang sehat, masyarakat juga kadangkala khawatir terhadap pasien kasus positif yang meninggal dunia. Bahkan beberapa berita menyebutkan ada penolakan di sejumlah tempat. Padahal virus hanya berkembang jika inangnya masih hidup. Saat meninggal pun, jenazah akan dilakukan protokol disinfeksi dan dekontaminasi berulang kali untuk memastikan aman.

“Sebenarnya bila dilakukan penatalaksanaan di rumah sakit berupa desinfeksi dan dekontaminasi, jenazah pasien Covid-19 ini sesungguhnya tidak berbahaya. Jadi, kita tidak perlu menolak jenazah, apalagi mengucilkan keluarganya,” ujar dokter spesialis forensik RSUP Sanglah, dr Kunthi Yulianti SpF, Rabu (15/4).

Wanita yang juga menjabat Kepala Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Sanglah ini menjelaskan, desinfeksi adalah upaya untuk mengurangi dan menghilangkan kuman yang ada pada tubuh. Sementara proses dekontaminasi merupakan upaya menghilangkan atau mengurangi kuman pada benda dan lingkungan sekitar. Jadi, desinfeksi dilakukan pada tubuh jenazah, sedangkan proses dekontaminasi dilakukan pada benda-benda dan lingkungan sekitar jenazah.

“Pertama, kita melakukan proses desinfeksi terlebih dahulu dengan memasukkan kapas yang berisi cairan disinfektan ke dalam lubang tubuh jenazah, terutama di lubang hidung. Hal ini dilakukan agar cairan yang keluar dari saluran nafas tidak keluar mengotori lingkungan. Kemudian permukaan tubuh jenazah disemprot menggunakan cairan desinfektan. Setelah itu jenazah kita tutup rapat dengan menggunakan plastik yang kedap air, agar bila ada kebocoran, cairan yang keluar itu tidak mengotori lingkungan,” terang dokter asal Bandung, Jawa Barat ini.

“Barulah selanjutnya melakukan proses dekontaminasi dengan cara menyemprotkan cairan desinfektan ke seluruh permukaan plastik pembungkus jenazah tersebut. Bila diperlukan jenazah juga bisa dibungkus dengan menggunakan kain kafan, kain kasa atau pakaian sesuai dengan keyakinan masing-masing di atas plastik tersebut. Lakukan desinfeksi dan dekontaminasi lagi. Masukkan peti, tutup rapat, kemudian lakukan desinfeksi dan dekontaminasi lagi. Ini artinya, pada jenazah dan lingkungan sekitar jenazah dilakukan proses desinfeksi dan dekontaminasi secara berulang-ulang,” imbuh dokter lulusan Universitas Diponegoro tersebut.

Menurut dr Kunthi, apabila memang diperlukan upacara kematian, bisa dilakukan dengan cara yang sederhana, namun dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah seperti physical distancing. Dia menyarankan jenazah pasien kasus positif Covid-19 harus segera dimakamkan, diaben atau dikremasi. Namun di Bali, upacara ngaben kadangkala menunggu hari baik, sehingga belum tentu jenazah langsung diaben pada hari itu juga. Pada situasi seperti ini, maka jenazah yang masih menunggu hari baik untuk diaben harus dilakukan disinfeksi tambahan.

“Jenazah harus diberikan disinfeksi tambahan. Jenazah diberikan formalin intra-arterial sebanyak 10 persen. Namun tidak boleh sembarangan orang yang bisa memberikan tambahan disinfeksi ini dan tidak boleh sembarangan tempat. Hanya dilakukan di rumah sakit dan dengan pengawasan dokter forensik yang boleh melakukannya,” tandas dr Kunthi. *ind

Komentar