nusabali

Jumlah Calon Tunggal Diprediksi Melonjak

Dampak Calon Incumbent Dominasi Pilkada Serentak 2020

  • www.nusabali.com-jumlah-calon-tunggal-diprediksi-melonjak

Pilkada 2015, ada 3 calon tunggal, 2017, jumlah calon tunggal naik menjadi 9 orang. Terakhir, pada pilkada 2018 tercatat ada 16 orang calon tunggal.

JAKARTA, NusaBali
Ketua Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu) RI, Abhan, mengatakan tingginya jumlah incumbent yang berpotensi maju di Pilkada serentak 2020 akan mempengaruhi kemunculan calon tunggal. Sebab, ketika figur seorang incumbent begitu kuat di daerah, partai-partai cenderung akan melakukan borongan memberi dukungan.

"Di 270 daerah kan ada potensi 230 incumbent yang maju. Dan ini jangan dipandang soal incumbent-nya saja. Tapi merupakan sinyal potensi calon tunggal," ujar Abhan dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (31/1).

Selain itu, Abhan juga mengingatkan tren calon tunggal di pilkada yang selalu mengalami kenaikan. Pada 2015, kata dia, ada 3 calon tunggal di pilkada. Kemudian pada 2017, jumlah calon tunggal naik menjadi 9 orang. Terakhir, pada pilkada 2018 tercatat ada 16 orang calon tunggal. Merujuk kondisi ini, Abhan pun mencontohkan dampak yang terjadi pada pilkada dengan calon tunggal. "Kita bisa belajar dari kasus di Kota Makassar (Sulawesi Selatan), calon tunggal kalah yang menang kotak kosong," katanya.

Abhan menilai, kondisi ini merupakan persoalan serius untuk demokrasi. "Kita sudah mengeluarkan biaya banyak tapi yang menang kotak kosong. Maka kita harap partai bisa hadirkan calon-calon terbaik untuk maju di pilkada 2020," tambah Abhan.

Sementara Anggota Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu), Ratna Dewi Pettalolo, mengatakan sebanyak 230 incumbent berpotensi mengikuti pilkada 2020. Dia menyebut, persentase potensi incumbent yang kembali maju mencapai 85,18 persen dari keseluruhan peserta pilkada.

"Berdasarkan penelusuran kami, ada potensi 230 incumbent maju kembali mengikuti pilkada. Jumlah tersebut setara dengan 85,18 persen," ujar Ratna. Sementara itu, calon kepala daerah pendatang baru atau non incumbent diperkirakan hanya ada 39 orang atau 14,82 persen. Ratna mengakui jumlah ini berbeda dengan data yang diungkap oleh Kemendagri bahwa ada 224 incumbent berpotensi ikut pilkada 2020.

"Kalau kami kan yang kami sebut incumbent kan bukan berarti harus kepala daerah, tapi bisa juga wakilnya. Mungkin misalnya gubernurnya tidak maju lagi, tapi wakilnya bisa maju," lanjut Ratna. Dia menuturkan ke-230 incumbent itu baru menjabat sebagai kepala daerah selama satu periode. Sehingga, masih memenuhi syarat untuk kembali maju di pilkada.

"Jadi potensi itu kan bisa mendaftar (sebagai calon kepala daerah) dan bisa juga enggak. Mengapa kami bilang potensi? Sebab mereka baru satu kali jabat. Masih bisa maju lagi," tutur Ratna dilansir kompas.com. Karena potensi jumlah yang besar itu, Bawaslu mengingatkan kepada para incumbent berhati-hati. Khususnya terkait proses penggantian pejabat atau membuat program yang menguntungkan atau merugikan calon tertentu.

Meski para incumbent itu belum pasti mendaftar dan ditetapkan sebagai peserta pilkada, ada aturan di UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. "Kalau merujuk pasal 71 yang untuk saat sekarang mengatur perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh bupati, walikota dan gubernur, sekalipun dia belum ditetapkan sebagai paslon (calon)," katanya. Adapun sanksi bagi mereka yang melanggar ketentuan itu adalah pidana dan diskualifikasi sebagai peserta pilkada. *

Komentar