nusabali

Ambil Sperma Pejantan, Berbekal Tiruan Alat Kelamin Sapi Betina

Bull atau sapi pejantan khusus di Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Bali di Kecamatan Baturiti, Tabanan, diambil spermanya dua kali sepekan

  • www.nusabali.com-ambil-sperma-pejantan-berbekal-tiruan-alat-kelamin-sapi-betina

Liku–liku Petugas Pengambil Sperma Sapi dari Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Bali

DENPASAR, NusaBali

Mengambil sperma dari bull (sebutan untuk sapi pejantan khusus) untuk program inseminasi buatan, ternyata tidak gampang. Karena bull bisa sewaktu-waktu berubah jadi liar. Jika salah memperlakukan bull, petugas rawan celaka, semisal ditendang atau diseruduk oleh bull. Untuk itu antara petugas dengan bull harus ada semacam ‘ikatan emosional’ khusus.

“Harus selalu waspada saat ambil sperma bull. Sapi itu kan 50 persen masih ada sifat liarnya,” ujar I Wayan Suarsana, 51, salah seorang petugas pengambil sperma dari Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Bali di Kecamatan Baturiti, Tabanan, saat ditemui di sela-sela acara Kontes Ternak dan Panen Pedet yang diselenggarakan Dinas Peternakan Provinsi Bali, di Lapangan Kapten Japa, Kesiman Kertalangu, Denpasar Timur, Sabtu (14/9).

Meski sudah sekitar 19 tahun melakoni tugasnya—sejak 2001—sebagai petugas penampung sperma, Suarsana mengaku tetap saja diliputi perasaan waswas saat harus melakukan pekerjaannya. Kalau sampai sapi bull berulah, ngamuk, tentu akan sangat merepotkan dan membahayakan. Walau kadang-kadang bull yang diambil spermanya, misalnya menyeruduk. Namun ulah bull tersebut masih bisa dikendalikan oleh petugas. “Astungkara, selama ini aman,” ucapnya.

Untuk mengambil sperma dari seekor bull yang beratnya mencapai lebih dari 500 kilogram, paling tidak harus mengerahkan empat orang petugas. Dua orang memegang tali di kiri dan kanan. Satu orang mempersiapkan peralatan, termasuk alat-alat untuk menampung sperma. Dan satu orang lagi memegang tiruan vagina sapi, sekaligus sebagai kantong sperma sementara, sebelum dimasukkan ke dalam tabung penyimpanan.

Secara teknis momen ini berat dan berisiko. Saat akan diambil spermanya, bull harus dirangsang dengan cara mendekatkan bull lainnya. Setelah birahi bull memuncak, petugas pemegang tiruan vagina sapi harus dengan sigap melakukan penetrasi di dalam tiruan vagina sapi. “Itulah tugas saya,” ujar Suarsana.

Suhu vagina buatan tersebut, menurut Suarsana, mesti sama dengan suhu vagina sapi saat birahi. Apabila suhunya kurang atau lebih dari suhu vagina sapi saat birahi, bull tidak akan mau ejakulasi. Otomatis ‘panen’ sperma batal.

Moment puncak ketika penetrasi itulah yang krusial dan menegangkan bagi petugas. Karena petugas siap siaga berada di bawah badan sapi dengan bobot setengah ton bahkan mencapai 700 kilogram. “Kalau bull sampai berulah, bisa dibayangkan risikonya,” ungkap suami dari Ni Nyoman Sumendri dan ayah dari Putu Adi Purwanto dan Kadek Rita Puspadewi, ini.

Di BPTU Baturiti, Tabanan, ada 15 bull yang ditangani Suarsana dan kawan-kawan. Bull atau sapi pejantan khusus tersebut diambil spermanya dua kali sepekan, pada tiap Senin dan Kamis. Untuk menjaga kondisi bull tetap fit, sudah ada pola pemeliharaan. Mulai dari pemberian pakan, hingga exercise atau latihan, jalan-jalan minimal 1–2 jam sebulan sekali.

Bukan semata soal teknis keterampilan, tetapi juga lebih pada perlakuan dan hubungan ‘emosional’ antara bull dengan petugas yang menanganinya. “Sapi itu pantang dikasari,” ujar Suarsana. Sekali diperlakukan kasar, sapi akan mendendam. Karena sudah paham watak dan adanya hubungan emosional itulah, Suarsana dan rekan- rekannya dapat melakoni pekerjaan dengan lancar.

Menurut Suarsana, sapi jantan yang ideal diambil spermanya adalah sapi yang sudah berusia antara 2,5 tahun – 4 tahun. Volume sperma yang diperoleh dari masing-masing bull relatif. Hal itu tergantung kondisi bull, cuaca, dan pengaruh lainnya. Namun demikian biasanya antara 4 - 8 cc per ekor. “Namun tidak selalu tetap seperti itu,” imbuhnya.

Sperma yang masih ‘mentah’ itu diserahkan ke laboratorium untuk proses lebih lanjut. . Bagaimana proses di lab, Suarsana mengaku tidak tahu. “Tugas kami hanya ambil sperma. Selanjutnya adalah pekerjaan orang lab,” kata Suarsana.

Namun demikian, Suarsana menyatakan, salah satu proses di lab adalah pembekuan sperma. Sperma beku dalam bentuk dosis itu nanti akan dipakai untuk inseminasi buatan. “Kalau kondisinya bagus, sperma beku ini bisa tahan sampai bertahun-tahun,” ucapnya.

Sementara Kabid Pembibitan dan Produksi Dinas Peternakan IKG Nata Kesuma menjelaskan, sperma setelah diambil selanjutnya diproses di laboratorium. Sepanjang syarat dipenuhi, sperma yang sudah dalam bentuk dosis tersebut bisa tahan lebih dari 10 tahun. Sperma tersebut disimpan dalam kontainer dengan suhu minus 196 derajat Celcius.

Kebutuhan sperma beku dalam bentuk dosis di Bali sekitar 100 ribu dosis per tahun. Sedang produksi di Bali mencapai 130 ribu dosis. Sehingga kelebihannya dikirim ke luar Bali. Menurut Nata Kesuma, sebanyak 8 - 10 cc sperma setelah diproses akan menghasilkan sekitar 100 dosis.

Sementara itu, tujuan Kontes Ternak dan Panen Pedet yang diselenggarakan Dinas Peternakan Provinsi Bali pada 13–15 September 2019 di Lapangan Kapten Japa, adalah meningkatkan pengetahuan dan wawasan peternak, memberikan edukasi dan informasi tentang pembangunan peternakan Provinsi Bali untuk kesejahteraan peternak. Mendapatkan kesempatan untuk berkomunikasi dan koordinasi antar-stakeholder terkait peternakan dan kesehatan hewan. *k17

Komentar