nusabali

Jadi Menu Andalan, Menambah Khazanah Kuliner Bali Utara

  • www.nusabali.com-jadi-menu-andalan-menambah-khazanah-kuliner-bali-utara
  • www.nusabali.com-jadi-menu-andalan-menambah-khazanah-kuliner-bali-utara

Ketut Darmada membuat inovasi jajan laklak daun kelor. Untuk pewarna laklak, daun kelor yang dikeringkan kemudian dihaluskan, dijadikan pengganti daun suji.

Warga Dencarik, Buleleng, Kembangkan Laklak Daun Kelor  


SINGARAJA, NusaBali
Laklak adalah salah satu jajanan tradisional, dan menjadi primadona kuliner Bali pada umumnya. Laklak dibuat dari bahan tradisional, dan cara pengolahannya pun sederhana. Umumnya, laklak disajikan dengan parutan kelapa ditambah gula aren. Namun pada perkembangannya, adonan laklak dipadupadankan dengan bahan-bahan alami semisal buah-buahan, dan kini laklak daun kelor.

Setelah inovasi laklak dengan rasa buah-buahan dikembangkan oleh pedagang Laklak Pancasari, kini pedagang laklak di Desa Dencarik, Kecamatan Banjar, Buleleng menyuguhkan laklak daun kelor.

Secara umum, bahan yang digunakan membuat adonan jajan laklak masih standar. Namun untuk memberi pewarnaan, yang biasanya menggunakan daun suji, kini diganti dengan daun kelor (Moringa Oleifera). Daun kelor oleh masyarakat Bali selama ini dimanfaatkan untuk dibuat sayur atau pengobatan berbagai macam penyakit.

Adalah Ketut Darmada, pria berumur 42 tahun asal Banjar Dinas Bajangan, Desa Dencarik, Kecamatan Banjar, yang mencoba mengkreasikan salah satu kuliner Buleleng. Ide untuk mengolah kelor itu baru saja tercetus beberapa bulan yang lalu. “Awalnya pembuatan laklak daun kelor ini hanya coba-coba saja. Karena saya pernah ikut seminar daun kelor itu manfaatnya banyak, setelah diolah enak juga rasanya,” ujar dia saat ditemui, Sabtu (29/6).

Darmada yang kerap mengikuti pelatihan dan seminar tentang kelor, kemudian mendirikan sebuah angkringan bernama Moringa, dengan menu andalan laklak kelor. Dia mengaku memilih daun kelor karena tanaman ini mudah didapat di Buleleng. Tanaman kelor ini biasanya tumbuh tanpa ditanam dan dipelihara khusus.

Di angkringan Moringa, laklak kelor ini jadi menu andalan. Laklak yang dibuat terbilang enak juga sehat karena tidak mengandung pewarna buatan ataupun bahan pengawet.

Sejauh ini laklak kelor buatan Darmada menjadi menu andalan di angkringan yang kerap digunakan sebagai tempat berkumpulnya anak-anak muda sembari berdiskusi. Selain laklak kelor, di angkringan Moringa juga tersedia berbagai menu makanan dan minuman lainnya.

Setiap hari Darmada dan istrinya membuat adonan laklak daun kelor sebanyak dua kilogram. Bahan laklak daun kelor ini sebenarnya sama dengan bahan laklak pada umumnya, seperti tepung beras, garam, pandan harum. Daun suji sebagai pewarna diganti dengan daun kelor yang sebelumnya dikeringkan dalam suhu ruangan selama 14 hari. Daun kelor yang sudah mengering itu lalu dihaluskan dan dicampurkan ke adonan dengan perbandingan 500 gram tepung beras 100 gram bubuk kelor. Satu porsi laklak kelor dibandrol dengan harga Rp 5.000 dengan isi enam biji.

Usaha laklak kelor ini juga mendapat dukungan dari pemerintah Desa Dencarik. Kepala Desa Dencarik Putu Budiasa mengaku dengan adanya angkringan inovatif seperti angkringan laklak kelor, khazanah jajanan Bali Utara menjadi lebih beragam. Tidak hanya memanfaatkan kelor, namun juga bisa memanfaatkan hasil alam lainnya yang bisa diolah dan dikonsumsi. “Inovasi ini tentu kami dukung secara penuh, apalagi mendatangkan hal positif kepada warga kami dari segi ekonomi maupun kesehatan,” ungkap dia. *k23

Komentar