nusabali

Usai Mesamsam, Pasutri Mematahkan Sekeping Uang Kepeng

  • www.nusabali.com-usai-mesamsam-pasutri-mematahkan-sekeping-uang-kepeng

Sebanyak enam pasangan suami istri (pasutri) di Desa Pakraman Kubu, Kelurahan Kubu, Kecamatan/Kabupaten Bangli, menggelar upacara perceraian massal secara adat di Wantilan Desa Pakraman Kubu, pada Saniscara Pon Ugu, Sabtu (31/10).

Ada satu hal yang unik pada prosesi terakhir, yakni mereka masing-masing diberikan satu buah uang kepeng, yang kemudian langsung dipatahkan menjadi dua bagian. Hal itu sebagai simbolik bahwa mereka benar-benar sudah berpisah secara niskala. “Ketika melakukan upacara perkawinan mereka juga matur piuning di Pura Puseh, jadi saat mereka hendak bercerai, hal yang sama juga harus dilakukan yakni matur piuning,” tegasnya.
Setelah upacara tersebut selesai, mereka kembali berkumpul di Wantilan Desa Pakraman Kubu, untuk menandatangani surat kesepakatan perceraian adat tersebut. 

Tradisi yang sudah diwariskan secara turun-temurun ini, sejatinya memiliki nilai pendidikan yang tinggi agar masyarakat bisa setia pada pasangannya.Tradisi ini juga sudah masuk ke dalam awig-awig, yakni bagi pasangan yang kawin dengan warga yang sama-sama berasal dari Desa Pakraman Kubu, jika bercerai bakal dikenakan denda sebesar Rp 1 juta. Sedangkan warga yang menikah keluar dan kembali lagi ke kampung halamannya akibat bercerai, maka akan dikenakan denda sebesar Rp 15 ribu. 

“Setelah penandantanganan tersebut, yang bersangkutan bakal melakukan persembahyangan di jeroan (utama mandala) Pura Puseh,” ujarnya.
Jro Bendesa Sugiawan juga mengungkapkan, sejatinya beberapa tahun yang lalu memang rutin dilakukan ritual Mesamsam tersebut, hanya saja kali ini merupakan yang terbanyak. “Kali ini paling banyak. Sebelumnya hanya ada satu sampai dua pasangan saja yang bercerai. Namun kini dalam kurun waktu selama hampir dua tahun sudah ada enam pasangan yang melakukan perceraian,” bebernya.

Sedangkan I Ketut Supartayasa, dalam kesempatan tersebut mengaku sudah membulatkan tekat untuk bercerai, dengan mantan istirnya Ni Luh Kariani. “Setelah dipikir-pikir saya memang sudah memutuskan untuk bercerai,” ucapnya. 

Informasi yang dihimpun, penyebab perceraian keenam pasangan ini ada yang dilatarbelakangi kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), tidak memiliki keturunan, dan sebagainya.

Sementara secara dimensi niskala, sesuai cerita dari turun-temurun kalau ada warga yang setelah bercerai namun tidak melakukan ritual Mesamsam tersebut, ketika yang bersangkutan diaben acapkali menemui persoalan. 

“Ada saja ganguan yang terjadi ketika yang bersangkutan diaben. Intinya ada yang kurang sehingga sangat menghambat jalannya prosesi ngaben. Untuk itu kami tetap meyakini hal itu yang kini juga sudah menjadi awig-awig adat,” tutur Jro Bendesa Sugiawan.

Komentar