nusabali

Setiap Palinggih Berfungsi sebagai Apotik Niskala

  • www.nusabali.com-setiap-palinggih-berfungsi-sebagai-apotik-niskala

Di Pura Luhur Tamba Waras di Desa Pakraman Sangketan, Kecamatan Penebel, Tabanan, terdapat sejumlah palinggih yang berfungsi sebagai ’apotik’ niskala.

TABANAN, NusaBali
Obat yang disediakan di apotik niskala ini pun beragam. Tak hanya untuk umat manusia, namun juga untuk tumbuhan hingga binatang. Nama dan fungsi pura pun selaras, Tamba yang bermakna obat dan Waras kembali normal atau sehat.

Mangku Gede Pura Luhur Tamba Waras Putu Wijaya Kusuma, menerangkan, palinggih yang berfungsi sebagai apotik itu masing-masing Palinggih Petiyingan, Palinggih Bawi, Palinggih Coblong, Palinggih Beji Batu Bolong, dan Palinggih Biji Pingit.

Palinggih Petiyingan fungsinya mengeluarkan tamba untuk pertanian baik untuk subak sawah maupun subak abian (kebun). Pada Palinggih Coblong, umat nunas tamba untuk kesembuhan sakit mata. Palinggih Bawi untuk peternakan secara umum baik babi maupun ayam. Sedangkan Palinggih Biji Pingit terdapat batu yang di atasnya ada bekas tapak kaki manusia dan bintang unen-unen pura. “Untuk ke Biji Pingit ada banten khusus mungkah lawang,” tutur Mangku Wijaya Kusuma, Jumat (13/5).

Mangku Wijaya Kusuma menuturkan, sepekan sekali di Pura Luhur Tamba Waras nedunang (menurunkan) tamba. Umumnya, tamba yang diberikan kepada umat dalam bentuk minyak baik urut maupun untuk diminum. Diterangkan, minyak untuk minum berisi campuran juuk linglang, manik sekecap, lungsir mancawarna, dan bun pancasona. Diterangkan, untuk nunas tamba agar dengan canangsari masesari sakasidan (seikhlasnya). “Selain minyak, ada juga yang mendapat petunjuk untuk nunas boreh (obat lulur),” imbuh pamangku yang berprofesi sebagai guru ini.

Dikatakan, untuk boreh biasanya umat yang ke pura minta daun Temen Selem (hitam) dan kepasilan (benalu). Hampir semua palinggih dan tumbuhan di Utama Mandala berisi kepasilan. Umumnya di Bali banyak terdapat Temen dengan daunnya berwarna merah. Menurut lelintihan (sejarah) pura, Temen selem ini pula yang menyembuhkan penyakit Ida Cokorda Tabanan.

Diceritakan, Ida Cokorda minta obat di kaki Gunung Batukaru pada tahun 1.200 Masehi. “Ida Cokorda yang sembuh setelah mendapat pawisik mencari obat di tengah hutan Batukaru yang mengepulkan asap diberi nama Tamba Waras,” tutur Mangku Wijaya Kusuma.    

Mengingat sumber obat berasal dari daun Temen selem, maka warna hitam mendominasi di Pura Luhur Tamba Waras. Pada pujawali yang jatuh setiap Buda Umanis Prangbakat serta sepekan sekali saat nedunang tamba, pamangku bagikan tamba berupa minyak di Palinggih Bale Aket. Selain tamba berupa dua minyak untuk minum dan urut, pamangku juga mapaica benang dwidatu yakni warna hitam dan putih. “Ida Sesuhunan Pura Luhur Tamba Waras berikan obat yang komplet untuk kehidupan manusia, binatang, dan alam,” tandas Mangku Wijaya Kusuma.

Pura Luhur Tamba Waras sangat berkaitan dengan puskesmas dan rumah sakit yang punya fungsi sama dengan pura yakni pengobatan. Maka setiap pujawali banyak instansi dari puskesmas maupun rumah sakit di Bali sembahyang ke Pura Luhur Tamba Waras.

Menurut Ketua Panitia Karya Nyoman Widiana, pada tahun 2001, Hari Kesehatan Nasional (HKN) dipusatkan di Pura Luhur Tamba Waras. Selain itu, calon dokter dari seluruh Bali juga sering tangkil ke pura agar dibantu secara niskala pendidikannya lancar dan mendapat penempatan tugas praktik.

Widiana menambahkan, sejak enam bulan lalu ketika pujawali ada pawuwus untuk membangun Beji Panglukatan Sapta Gangga. Pawuwus itu muncul pada 5 Maret 2015 atau setahun lalu. Terkait pawuwus Ida Bhatara, krama pangempon dari lima desa pakraman yakni Sangketan, Bongli, Puring, Mundak Dawa, dan Bun membangun beji panglukatan yang diberi nama Sapta Gangga yang diawali dengan ritual nyanjan. “Saat nyanjan, jero dasaran karauhan dan berjalan ke arah selatan jaba pura untuk nyukat genah (menentukan tempat),” ungkap Widana.

Widana mengatakan, mulanya panitia hendak membangun beji panglukatan Sapta Gangga di barat wantilan. Namun setelah menggelar ritual nyanjan, krama plong untuk membangun di lokasi yang ditunjuk langsung Ida Sesuhunan. Lokasi itu berada di bawah Palinggih Pasraman Sari atau di selatan wantilan. Pensiunan PNS yang terakhir tugas di Inspektorat Tabanan ini menambahkan, sebelum memulai pembangunan beji panglukatan Sapta Gangga dari tujuh sumber mata air, prajuru mengawali nunas tirta di Pura Ulun Danu Batur, Bangli.

Beji panglukatan ini disebut Sapta Gangga karena berisi tujuh pancuran berjejer dari timur ke barat masing-masing Sanjiwani, Kamandalu, Kundalini, Pawitra, Maha Pawitra, Pasupati, dan Pangurip. “Beji Panglukatan Sapta Gangga ini kami pelaspas pada Redite Pon Prangbakat, 8 Mei 2016 lalu,” imbuh Widana. 7 k21

Komentar