nusabali

Festival Rurung Peliatan Utamakan Kearifan Lokal

  • www.nusabali.com-festival-rurung-peliatan-utamakan-kearifan-lokal

Festival Rurung Peliatan (FRP) II Tahun 2018 di Jalan Banjar Teges Kawan Yangloni, Desa Peliatan, Ubud, telah berlangsung tiga hari hingga Minggu (23/12).

GIANYAR, NusaBali
Selama kegiatan, FRP mengutamakan kearifan lokal. Mulai dari tradisi yang hampir hilang hingga makanan tradisional yang punah.  Hal itu diungkapkan konseptor festival, I Wayan Sudiarsa alias Pacet. Dijelaskan, secara umum tema festival adalah Lelaku Tani, berarti lelakon, yaitu peranan dalam kehidupan. Sedangkan ‘tani’ sebagai sumber daya manusia (SDM), dan sebagai bentuk lain fungsi diri dalam kehidupan. “Sesuai tema itu kami sengaja lebih mengedepankan potensi yang ada di Desa Peliatan,” terangnya.

Dalam festival tersebut pihaknya hanya menyediakan stand 10 buah diisi warga lokal, dengan ketentuan menyediakan masakan, jajan, dan minuman lokal. Mulai dari pedagang lawar, pedagang jajan Bali berupa laklak hingga sagon, dan pedagang minuman berupa berbagai loloh maupun  daluman. Di samping itu juga ada yang menjual masakan dan makanan tradisional Bali dengan cara pengolahannya  juga tradisional. “Kalau makanan maupun jajan ciri khas Desa Peliatan adalah pedagang lawar sama jajan sagonnya. Karena pedagang yang berjualan di stand itu telah membuka usahanya sejak beberapa puluhan tahun. Sehingga menjadi legendaris yang telah diwarisi secara turun temurun,” papar pria asli Peliatan tersebut.

Sudiarsa menambahkan, saat ini generasi muda telah jarang dan hampir tidak mengetahui nama makanan tradisional Bali. Berdasarkan hal itulah pihaknya yang bekerjasama dengan karang taruna dan lembaga pemerdayaan masyarakat (LPM) desa setempat membuat tema  tersebut. Setelah pelaksanaan festival tersebut diharapkan genarasi muda dan masyarakat masih tetap mencintai produk lokal, terlebih dalam tetap melestarikan kearifan lokal sendiri. “Jangan sampai setelah kita lupa dengan apa yang dimiliki dan orang lain mengakui baru kita grasa-grusu bahwa itu budaya milik kita. Sedangkan kita sendiri apatis dengan kearifan lokal yang sudah ada. Sehingga ini sebagai edukasi juga kepada generasi muda kedepannya,” imbuh Sudiarsa. *nvi

Komentar