nusabali

Bersaing Sesama Bali

  • www.nusabali.com-bersaing-sesama-bali

Sebagian orang Bali menganggap, bersaing sama artinya dengan berkelahi, berseteru, dan memendam dendam. Bersaing diartikan sebagai upaya terus menerus untuk menjatuhkan lawan dengan segala cara. 

Aryantha Soethama
Pengarang

Seseorang yang merasa disaingi, cenderung mengatur siasat untuk merobohkan. Pesaing dianggap musuh, bukan sekadar lawan.

Sudah sering dibicarakan, Bali jika gontok-gontokan akan saling jegal. Jika rebutan kedudukan misalnya, sang pemenang akan dirongrong terus, diobok-obok. Acap muncul anggapan, di Bali, orang Bali dianggap tidak senang jika sesamanya mencapai puncak. Maka muncul kesan, orang Bali itu ibarat ayam kampung, para pendatang itu ayam ras. Ayam kampung, kalau diberi jagung rame-rame, mereka saling gébog, saling patuk, bertarung memperebutkan makanan, bukannya membagi. Mereka kurus dan penyakitan, stres. Ayam ras, jika diberi pakan, akan makan sendiri-sendiri dengan kalem dan santun, sehingga sehat dan gemuklah mereka.

Itu untuk kedudukan, jabatan, dan kekuasaan. Apakah orang Bali juga saling sodok jika mereka bergiat di usaha perdagangan? Rahman, pedagang kaki lima ayam goreng dan pecel lele dari Lamongan, sangat yakin, orang Bali memang gemar saling menjatuhkan sesama pedagang Bali. Ia sudah lima tahun menjual ayam goreng di Jalan Ida Bagus Mantra, menggelar warung tenda dekat jembatan menjelang tikungan ke Desa Ketewel.
Ketika Rahman mulai jualan, lalu lintas tidak seramai sekarang, pembeli pun sedikit. 

“Tuhan memberi saya rezeki, jualan saya laris. Karena laris, kini sudah ada tiga penjual ayam goreng dan pecel lele dekat sini,” akunya sambil menuding satu-satu warung tenda saingan itu. “Kalau orang Bali mengalami hal seperti ini, wah, mereka pasti berkelahi habis-habisan. Tapi kami yang sama-sama dari Jawa, tidak.”

Kadang-kadang, jika pembeli sepi, para pedagang ayam goreng kaki lima itu, saling mengunjungi, ngobrol sejenak, lalu lari terbirit-birit ke warung yang mereka tinggalkan jika pembeli mampir. “Untuk apa berkelahi, masing-masing punya rezeki sendiri,” ujar Rahman. 

Selanjutnya...

Komentar