nusabali

Bersaing Sesama Bali

  • www.nusabali.com-bersaing-sesama-bali

Sebagian orang Bali menganggap, bersaing sama artinya dengan berkelahi, berseteru, dan memendam dendam. Bersaing diartikan sebagai upaya terus menerus untuk menjatuhkan lawan dengan segala cara. 

Tapi tidak semua pedagang Bali yang menjual dagangan sama, berseteru dan bermusuhan ketika mereka harus bersaing. Bukankah di pasar-pasar, banyak orang Bali sama-sama menjual sayur, daging, bumbu, toh akur-akur saja. “Kalau yang itu beda!” tukas Rahman. “Mereka memang sudah sama-sama tahu dan siap menjual dagangan sama, di tempat khusus yang disediakan. Tapi kalau kami kan beda, ketika laris jualan lalu disaingi dagangan sama. Semestinya saya marah. Tapi untuk apa marah, kan masing-masing bawa rezeki sendiri. Nah, kalau orang Bali, pasti berantem!”

Sering kali terpetik cerita, tentang pedagang di warung yang bersaing di desa dan di kota, menggunakan black magic untuk melumpuhkan saingannya. Konon, mereka datang ke dukun, meminta azimat, mantera, yang bisa dimanfaatkan untuk membuat pesaing bangkrut. Mereka yang dulu bersahabat, kemudian bermusuhan karena memperdagangkan barang yang sama. Jika salah seorang sakit keras, apalagi kemudian meninggal, pesaing itulah yang dikabarkan penyebabnya. Perseteruan pun berbiak menjadi permusuhan keluarga, jadi dendam kesumat turun temurun.

Persaingan, di kalangan sesama orang Bali, jarang dianggap sebagai kesempatan untuk merebut keunggulan. Pesaing adalah penghambat, karena itu harus diberantas dan dilumat. Jika pesaing itu kaum pendatang dari luar daerah, orang Bali acap melihatnya tidak sebagai pesaing. Mereka dianggap sebagai partner, sekutu, karena itu harus dirawat dan diajak berbaik-baik.

Orang Bali, sesama mereka, sejak dulu kala, dibentuk untuk selalu bersama-sama, bekerja sama, hidup bersama. Mereka yakin, manusia-manusia unggul tumbuh dari kebersamaan itu, tidak dari persaingan. Mereka membangun kualitas dari kebersamaan dan kesepakatan. Maka ketika harus bersaing untuk menduduki peluang, tatkala mereka mendapat dan memanfaatkan kesempatan, tidak dengan menunjukkan keunggulan dan kelebihan diri, tapi dengan cara menjatuhkan pesaing.

Namun pelan-pelan, antara lain karena kehadiran kaum pendatang yang sukses di Bali, tentu akan tumbuh kesadaran di kalangan manusia Bali, bahwa hanya dengan keunggulan seseorang bisa merebut kemenangan, tidak dengan mengobok-obok dan menjatuhkan lawan. Jika orang selalu mementingkan keunggulan, tentu menjadi positif kehadiran kaum pendatang itu, yang sering dituding sebagai biang keladi penyebab orang Bali kehilangan banyak peluang untuk maju. Makin banyak pendatang, orang Bali harus makin siap bersaing. Makin hebat kaum pendatang itu, orang Bali pun harus semakin hebat. 

Persaingan kelak akan menjadi medan pembuktian, bahwa orang Bali memang benar-benar unggul. Atau malah tersisih kalah? 

Komentar