nusabali

Perlu Pemahaman Ngaben yang Puput dan Patut

  • www.nusabali.com-perlu-pemahaman-ngaben-yang-puput-dan-patut

Pelaksanaan ngaben yang bisa dikatakan puput dan patut perlu dipahami oleh semua pihak termasuk para pemangku yang merupakan ujung tombak pelaksanaan yadnya di masyarakat.

Seminar ‘Reformasi Ritual Upacara dan Upakara Ngaben’

DENPASAR, NusaBali
Fenomena upacara ngaben yang menelan biaya besar di tengah tuntutan hidup yang kian kompleks, beberapa tahun belakangan ini menjadi permasalahan umat Hindu di Bali. Dari fenomena itu, muncullah solusi berupa kremasi di krematorium. Sebagai upaya mengedukasi pemahaman ngaben yang bermakna puput dan patut, Pinandita Sanggraha Nusantara (PSN) Kota Denpasar menggelar seminar bertajuk ‘Reformasi Ritual Upacara dan Upakara Ngaben’ di Gedung Wanita Santi Graha, Denpasar, (Minggu (16/9).

Seminar religius tersebut menghadirkan tiga narasumber, yakni Ida Pedanda Gede Buruan yang mengangkat tema ‘Ketattwaning Ngaben’, Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti mengangkat tema ‘Dilema Ngaben, Meluruskan Tradisi-tradisi yang Memberatkan Umat’, serta Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda dengan materi ‘Susahnya Mati di Tanah Bali, Kremasi Sebagai Salah Satu Solusi’.

Menurut Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti, ada beberapa alasan umat lebih memilih melakukan kremasi daripada ngaben di setra desa. Seperti adanya dresta kesepekang banjar, adanya kekeran desa (larangan mengubur jenazah karena sedang ada upacara di Pura Kahyangan) yang cukup lama, hingga aturan dresta yang mengharuskan ngaben menggunakan upakara yang menelan biaya sangat besar.

Menurut Ida Rsi Bhujangga, upacara ngaben sesungguhnya harus melihat dasar agama Hindu sebagai agama yang mudah dilaksanakan, agama yang selalu melihat situasi, kondisi dan keadaan yang fleksibel. Setiap upacara, kata dia, harusnya sesuai dengan hati nurani dari para pemeluknya atau atmanastuti. Tidak ada paksaan dan tidak ada sesuatu yang diharuskan.

Sementara itu, besar atau kecilnya suatu persembahan tidaklah menentukan pahala yang akan didapat dari melaksanakan yadnya khususnya ngaben. Pahala akan ditentukan dari keikhlasan orang yang melakukan yadnya. “Nilai dari sebuah persembahan (yadnya) akan lebih banyak ditentukan oleh sikap, dan perilaku dari orang yang melaksanakan yadnya itu sendiri,” ungkapnya.

Ketua Panitia I Wayan Dodi Aryanta menyampaikan, seminar ini sengaja mengangkat upacara ngaben mengingat banyaknya permasalahan pengabenan belakangan ini. Hasil seminar tersebut ke depannya diharapkan dapat menjawab polemik yang ada di masyarakat. Selain masyarakat khususnya umat Hindu tidak takut mati di Bali karena biaya ngaben yang mahal, juga diharapkan bisa meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pengabenan yang benar dan sesuai sastra agama. “Terutama pelaksanaan ngaben yang bisa dikatakan puput dan patut. Hal ini perlu dipahami oleh semua pihak termasuk para pemangku yang merupakan ujung tombak pelaksanaan yadnya di masyarakat,” katanya.

Ditambahkan Ketua Pinandita Sanggraha Nusantara, Pinandita I Gede Suranata, seminar ini dilaksanakan karena tuntutan masyarakat karena sering dibingungkan dengan arus informasi yang cepat dan bebas serta tuntutan kehidupan yang semakin kompleks, serta dibatasi waktu dan ruang. Melalui seminar ini diharapkan para peserta dalam hal ini para pemangku sebagai ujung tombak ritual keagamaan dapat mensosialisasikan tatwaning ngaben yang dapat menyejukan masyarakat serta mengharmoniskan hubungan antar umat beragama. Untuk itu perlu ada solusi prosesi ngaben di zaman melineum ini sehingga tidak memberatkan masyarakat termasuk juga meningkatkan pemahaman tata cara ngaben sehingga ritual ngaben dapat bermakna puput dan patut. *ind

Komentar