nusabali

Gambuh Kurang Diminati Generasi Muda

  • www.nusabali.com-gambuh-kurang-diminati-generasi-muda

Kesenian Gambuh menjadi salah satu sajian di ajang Pesta Kesenian Bali (PB) ke-40 yang mengangkat tema ‘Teja Dharmaning Kahuripan’.

DENPASAR, NusaBali

Gambuh pertama tampil di hari ke-6 oleh Sekaa Gambuh Kaga Wana Giri, Desa Kedisan, Tegalalang, Gianyar di Kalangan Angsoka, Taman Budaya-Art Center, Denpasar, Kamis (28/6). Menurut Kelian Sekaa Gambuh, I Gusti Ngurah Widiantara, cerita Gambuh biasanya diambil dari cerita Jawa, Malat dan Panji. Namun yang ditampilkan kemarin menceritakan cuplikan Prabu Gegelang yang menghaturkan punagi (kaul) di Gunung Penebel. Karena Kerajaan Gegelang sudah damai, sang raja menghaturkan yadnya.

Keberadaan Gambuh saat ini menurut Ngurah Widiantara memang tidak banyak diminati, sehingga kondisi ini menyebabkan pasang surut. Seperti Gambuh Desa Kedisan yang diperkirakan ada sejak tahun 1932 bersamaan dengan datangnya imigran ke Desa Kedisan. Sejak adanya gambuh tersebut sudah beberapa kali mengalami pasang surut.

“Memang ada sejak tahun 1932, tapi pasang surut pernah dialami. Pernah hampir punah, kemudian lagi muncul, dan dilestarikan hingga sekarang,” ujarnya. Tari Gambuh, dikatakan Ngurah Widiantara, juga masih lestari berkat dipentaskan di pura yang ada di desa setempat. Tari Gambuh berhubungan dengan wali. “Gambuh tarian yang berhubungan dengan wali, kalau ada odalan karya tetap dipentaskan. Seperti tawur agung dan sebagainya,” jelasnya. “Kami sekaa gambuh di Desa Kedisan tidak pernah memasang tarif kalau untuk upacara. Karena kami diwariskan dari leluhur, kalau berkaitan dengan ngayah, tidak ada patokan untuk sesari. Karena yang terpenting, rejeki yang diambil di Desa Kedisan akan dikembalikan di Desa Kedisan,” katanya.

Diakui, memang cukup sulit mencari generasi selanjutya untuk meneruskan kesenian ini. Saat ini pihaknya sedang memulai untuk engajak generasi muda untuk ngayah kesenian Gambuh. Meski fokus untuk ngayah, namun Gambuh kerapkali menjadi kesenian yang ditampilkan duta Bali di luar negeri.

Dikatakan, proses regenerasi kesenian Gambuh, sekaa saat ini masih menggunakan waris. Jika waris tidak bisa melanjutkan, maka sekaa boleh mencari orang yang dianggap mampu untuk menggantikannya. “Saya rasa generasi muda agak kurang minatnya, kecuali anak-anak tersebut memang senang berkecimpung di seni. Sulit mencari orang sehingga kami memakai waris. Seandainya anaknya tidak bisa, orang tuanya boleh mencari atau tetatadan mencari orang lain yang dianggap mampu dan bisa mengikuti pararem yang ada di sekaa gambuh,” imbuhnya.

Dia berharap kesenian Gambuh bisa terus lestari. Sebab Gambuh dinilai sebagai ibu dari segala tarian yang ada di Bali. Bahkan dia khawatir, makin lama Gambuh makin pudar karena degradasi seni. “Takutnya makin berubah, orang lebih banyak sukan nonton lucunya. Di Gambuh tidak ada lucu, kemungkinan gerak yang ada lucu. Kami berharap Gambuh tetap bisa lestari,” harapnya. *ind

Komentar