nusabali

Pentolan HPI Kembali Datangi Imigrasi Ngurah Rai

  • www.nusabali.com-pentolan-hpi-kembali-datangi-imigrasi-ngurah-rai

Sepuluh orang pentolan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) DPD Bali mendatangi kantor Imigrasi Kelas I Ngurah Rai di Jalam Perum Jimbaran Nomor I, Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Selasa (17/4).

Tuntut Pelaku Pemukulan Guide Dipidana

MANGUPURA, NusaBali
Dipimpin oleh Ketua HPI DPD Bali I Nyoman Nuarta bersama dua orang kuasa hukum yang mendampinginya, mereka tiba di kantor Imigrasi sekitar pukul 14.00 Wita. Kedatangan mereka diterima oleh Kepala Imigrasi Ngurah Rai Amran Aris, dan melakukan dialog tertutup.

Dikonfirmasi seusai dialog, Nyoman Nuarta mengaku kedatangannya bersama sejumlah anggota HPI dan dua orang kuasa hukum, untuk berkoordinasi terkait proses hukum terhadap salah seorang pemandu wisata ilegal bahasa Mandarin yang melakukan tindakan kekerasan terhadap salah seorang anggota paguyubannya. Dia mengatakan proses hukum terhadap pelaku yang berinisial MY harus dilakukan seadil-adilnya. Tujuannya untuk memberi efek jera terhadap pekerja asing ilegal di Bali.

“Saya sangat yakin dan percaya komitmen dari Kepala Imigrasi Ngurah Rai. Dalam dialog tadi salah satu wujud komitmennya adalah pembentukan Satgas pengawas bersama Wasdakim. Untuk kasus yang tengah kami tangani ini, dalam dialog tadi ada dua hal yang dipertimbangkan. Pertama, apakah dilakukan dengan pro justisia atau dideportasi. Terkait persoalan administrasi, kami masih menguji bukti-bukti petunjuk. Nantinya akan dipilah dan dipilih kira-kira dari dua alternatif yang akan dipilih,” kata Nyoman Nuarta.

Sementara itu kuasa hukum Rado Fridsel L mengatakan apa yang dilakukan oleh pelaku dalam kasus ini adalah bukan tindakan administrasi, tetapi tindak pidana imigrasi. Dia menjelaskan dalam UU Imigrasi pasal 122 disebutkan orang yang melakukan kegiatan tanpa izin itu maksimal hukumannya 5 tahun. Dia mengaku terduga sudah dilimpahkan ke imigrasi, Sabtu (14/4). Pada saat itu Wasdakim mengaku bahwa yang bersangkutan belum bisa menunjukkan paspor.

“Hal ini yang akan kami kejar dan kawal bersama HPI. Untuk kasus ini kami siap terus kawal. Saksi dan bukti kami sudah siap. Pelaku itu melakukan kegiatan mengantar tamu (guide). Logika hukum sederhana saja, seorang WNA datang ke satu rumah makan tak mungkin dalam sebulan terus hadir di situ. Selain itu kami juga punya bukti kunjungan dari yang bersangkutan di rumah makan tempat kejadian perkara,” ungkapnya.

Amran Aris mengatakan dalam kasus ini yang paling tepat dilakukan untuk member efek jera adalah deportasi. Jika dideportasi yang bersangkutan dicekal masuk Indonesia selama 6 bulan, dan bisa diperpanjang. Sementara jika mengambil langkah pro justisia efek jeranya kurang besar, karena bisa jadi nantinya hanya tindak pidana ringan. Dia mengaku pihaknya tak bisa langsung memberikan pencekalan lebih dari 6 bulan karena terbentur aturan. Jika diberi waktu pencekalan selama setahun, misalnya, itu harus melalui keputusan MK.

“Kalau tak puas kami arahkan ke ranah pro justisia. Tapi takutnya nanti dinilai tindak pidana ringan. Kenanya denda. Untuk saat ini kami masih berdiskusi dengan pihak HPI apakah deportasi atau pro justisia. Kalau saya pilih ya deportasi. Kalau dia investasi di sini, enam bulan tidak masuk Bali rugi besar dia. Tetapi kalau pro justisia kemungkinan tipiring, orangnya masih ada di Bali,” ujar Amran Aris yang baru menjabat dua pekan.

Sebelumnya pada 9 April lalu, 50 orang anggota HPI DPD Bali mendatangi kantor Imigrasi Kelas I Ngurah Rai di Jalam Perum Jimbaran Nomor I, Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, menuntut pengetatan pengawasan tenaga kerja asing di Bali. *p

Komentar