nusabali

Air Dipercaya Mengalir Langsung dari Gunung Batukaru

  • www.nusabali.com-air-dipercaya-mengalir-langsung-dari-gunung-batukaru

Satu dari tiga kolam di objek wisata Air Panas Banjar dibangun di era penjajahan Jepang, yakni yang posisinya paling timur dengan tiga pancoran setinggi masing-masing 3 meter.

Sisi Lain Objek Wisata Pemandian Air Panas Banjar di Buleleng Barat

SINGARAJA, NusaBali
Di wilayah Buleleng terdapat banyak objek wisata air yang ramai dikunjungi wisatawan. Salah satunya, Air Panas Banjar yang berlokasi di Banjar Melanting, Desa Banjar, Kecamatan Banjar, Buleleng (barat). Mata air panas yang semula hanya berupa kelebutan di kawasan ini diyakini bersumber langsung dari saluran Air Panas Gunung Batukaru, Tabanan.

Objek wisata Air Panas Banjar setiap harinya selalu ramai dikunjungi wisatawan, baik turis domestik maupun mancanegara. Biasanya, ledakan jumlah pengunjung terjadi saat libur hari raya dan tahun baru. Objek wisata air ini menjadi salah satu primadona tempat rekreasi di Gumi Panji Sakti Buleleng, karena tergolong murah meriah.

Saat ini, objek wisata air panas terebut dikelola oleh Yayasan Yeh Panes Nirmala Banjar. Menurut Manajer Yayasan Yeh Panes Nirmala Banjar, Ida Made Tamu, terdapat dua sumber mata air panas di areal seluas 2,2 are ini. “Airnya dipercaya mengalir langsung dari saluran Air Panas Gunung Batukaru di Tabanan,” ungkap Ida Made Tamu kepada NusaBali, beberapa hari lalu.

Ida Made Tamu menyatakan, Air Panas Banjar sudah menjadi lokasi pemandian umum sejak ratusan tahun silam. Awalnya, Air Panas Banjar hanya berupa kelebutan (muncul dari tanah). Kemudian, dibuatkan pancoran, lalu senderan kolam untuk pemandian umum. 

Tidak diketahui pasti, siapa orang pertama yang menemukan kelebutan Air Panas Banjar ini. Yang jelas, seiring berjalannya waktu, sumber air panas tersebut kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk pemandian umum. Dibuatkanlah pancoran sederhana yang terbuat dari bambu.

Sekitar tahun 1942, datanglah penjajah Jepang. Saat Jepang masuk, tidak hanya lahan dan pajak saja yang harus diserahkan kepada ‘Saudara Tua’ dari Utara. Tapi, sumber mata air panas di Banjar Melanting, Desa Banjar yang semula digunakan sebagai tempat pemandian umum masyarakat pribumi juga harus diserahkan kepada penjajah Jepang. 

Dalam pengambil-alihan pengelolaan Air Panas Banjar tersebut, kata Ida Made Tamu, Jepang kemudian membangun satu kolam untuk dijadikan objek wisata. Dalam perkembangannya setelah era Jepang berlalu hingga saat ini, terdapat tiga kolam di Air Panas Banjar.

Satu-satunya kolam peninggalan Jepang di Air Panas Banjar adalah yang posisinya paling ujung timur, dengan ukuran 7 meter x 2 meter. Kolam masa penjajahan Jepang ini memiliki ciri khas tiga pancoran yang tingginya masing-masing sekitar 3 meter. Ini pula merupakan pancoran tertinggi dibandingkan dengan pancoran-pancoran yang ada di dua kolam lainnya buatan pasca terusirnya Jepang.

Ciri khas lainnya pancoran warisan Jepang di Air Panas Banjar adalah bahan bangunan senderannya yang terbuat dari campuran batu, pasir, dan kapur. Bangunan kolam dan pancoran warisan Jepang tersebut, kata Ida Made Tamu, sampai saat ini belum pernah direnovasi, meskipun sudah dibangun sekitar 74 tahun silam.

Setelah kekuasaan Jepang berakhir saat Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, lokasi pemandian Air Panas Banjar pun kembali menjadi milik masyarakat setempat. Bertahun-tahun kemudian, tepatnya pada 1984, sejumlah tokoh masyarakat di Desa Banjar cetuskan ide untuk mengembangkan Air Panas Banjar sebagai objek wisata. 

Menyusul kehadiran wisatawan manca negara yang berkunjung ke tempat tersebut dengan berjalan kaki. “Mereka (turis asing) datang ke Air Panas Banjar ini atas informasi dari mulut ke mulut. Karena jalannya masih jalan setapak waktu itu, maka untuk mencari tempat wisata ini haruslah berjalan kaki,” kenang Ida Made Tamu.

Menurut Ida Made Tamu, awalnya hanya ada satu unit kolam untuk wisatawan yang mandi di Air Panas Banjar. Selanjutnya, dibangun dua unit kolam lagi yang pembangunannya rampung tahun 1986 dengan penataan objek yang bernuansa alam. Tahun itu pula, objek wisata pemandian Air Panas Banjar mulai dibuka untuk umum. 

Lambat laun, kata Ida Made Tamu, objek wisata Air Panas Banjar terus berkembang. Kunjungan wisatawan pun mencapai minimal 100 orang per hari saat musim sepi. Sedangkan saat liburan hari raya, jumlah pengunjung membludak hingga bisa tembus 500 orang sehari.

Keberadaan objek wisata Air Panas Banjar, kata Ida Made Tamu, memberikan dampak positif bagi bagi warga sekitar. Saat ini, puluhan warga bisa mengais rezeki di sekitar objek wisata Air Panas Banjar. Mereka, antara lain, berjualan suvenir di sepanjang jalan masuk objek wisata. Ini tentunya mampu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. 

“Dulunya mereka adalah orang-orang yang tidak punya secara ekonomi dan sudah berniat merantau ke daerah lain. Tapi, mereka kami larang merantau dan diajak mengais rezeki bersama di sini (seputar objek wisata Air Panas Banjar). Hasilnya, sekarang banyak di antara mereka yang sudah maju dan bangkit dari keterpurukan ekonomi,” terang Ida Made Tamu. Bukan hanya itu, objek wisata Air Panas banjar ini juga menyumbang cukup besar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Buleleng.

Sementara itu, warga maupun wisatawan yang berkunjung amat percaya dengan khasiat Air Panas Banjar. Salah satunya, air panas yang diyakini bersumber dari saluan Air Panas Gunung Batukaru ini dipercaya memiliki khasiat untuk pengobatan penyakit kulit. Alasannya, kandungan belerang Air Panas Banjar terbilang tinggi, yakni mencapai angka 20 persen. 7 k23

Komentar