nusabali

Tekuni Profesi Baru Jadi Penerjemah di Pengadilan, Siap Maju Pileg 2019

  • www.nusabali.com-tekuni-profesi-baru-jadi-penerjemah-di-pengadilan-siap-maju-pileg-2019

Selain jadi penerjemah di PN Denpasar sejak setahun terakhir, Pino Bahari melatih di Sasana Tinju Cakti Gobor miliknya yang berlokasi di Jalan Batanghari Denpasar Selatan

Kisah Pino Bahari, Petinju Indonesia Terakhir yang Sabet Medali Emas di Asian Games Beijing 1990

DENPASAR, NusaBali
Di tengah kesibukannya sebagai pelatih, mantan petinju nasional Pino Jeffta Udayana Bahari, 46, mulai menekuni bidang baru yang kontras dengan profesinya. Peraih medali emas kelas menengah (75 kg) Asian Games Beijing 1990 ini kini menjadi penerjemah di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.

Menurut Pino Bahari, profesi barunya sebagai penerjemah di PN Denpasar ini sudah dilakoninya sejak setahun terakhir. Pino awalnya mendapat tawaran dari rekannya yang seorang pengacara untuk mendampingi terdakwa asing sebagai penerjemah dalam persidangan PN Denpasar, karena kemampuannya berbahasa Inggris. Tugas di sidang adalah menterjemahkan isi persidangan kepada terdakwa asing dan juga kepada majelis hakim, jaksa, dan pengacara.

Meski jadi penerjemah terdakwa asing di PN Denpasar, Pino tetap menjalankan profesinya sebagai pelatih tinju. Putra dari pelatih tinju legendaris almarhum Daniel Bahari ini kini menjadi pelatih kepala tim tinju Kabupaten Badung dan pelatih di Sasana Cakti Gibor Denpasar, miliknya. “Saya juga masih aktif di kepengurusan Pertina Bali dan Pertina Pusat sebagai staf kepelatihan,” ungkap Pino saat ditemui NusaBali di Sasana Cakti Gibor, Jalan Tukad Batanghari Denpasar Selatan, Senin (26/3) petang.

Pino mengatakan, profesi sebagai pelatih tinju dan penerjemah terdakwa asing di PN Denpasar kini masih dijalaninya. “Kalau sebagai penerjemah, saya hanya bantu teman-teman pengacara di persidangan,” jelas pria berbadan kekar kelahiran Denpasar, 15 Oktober 1972, yang jadi petunju Indonesia terakhir yang sabet medali emas di ajang pesta olahraga multievent Asian Games ini.

Menurut Pino, selama setahun menggeluti profesi sebagai penerjemah di PN Denpasar, dirinya sudah mendampingi puluhan terdakwa berkewarganegaraan asing. Profesi barunya ini disebut gampang-gampang susah, karena berbeda jauh dengan dunia tinju. Meski demikian, Pino berjanji akan tetap menggeluti profesi sebagai penerjemah ini selama tenaganya masih diperlukan. “Kebanyakan saya diminta oleh pengacara dan jaksa untuk mendampingi terdakwa orang asing di PN Denpasar,” jelas anak sulung dari 9 bersaudara keluarga ‘tinju; Daniel Bahari-Agustina Rundengan ini.

Ditanya terkait bayaran yang diterimanya selaku penerjemah, Pino enggan membeberkannya. Yang jelas, kata Pino, banyak pengalaman dan ilmu terutama di bidang hukum yang didapatkannya selama setahun menjadi penerjemah di persidangan. Ditanya apakah tertarik untuk menjadi seorang pengacara, dengan tegas Pino menolaknya. “Kalau jadi pengacara, saya kan harus kuliah lagi. Itu yang berat,” ujar Pino sambil tertawa.

Meski menggeluti profesi barunya sebagai penerjemah terdakwa asing di PN Denpasar, namun Pino masih memiliki banyak ambisi di dunia tinju. Beberapa agenda tinju sedang digodok Pino, di antaranya persiapan PON 2020 dan jelang Bali menjadi tuan rumah PON 2024.

Kakak kandung dari petinju seniman ring Nemo Bahari dan Daudy Syah Bahari ini juga masih fokus mengasah atlet tinju muda yang berlatih di Sasana Cakti Gibor miliknya. Sasana Cakti Gibor itu sendiri difasilitasi oleh Nemo Bahari, mantan petinju nasional yang kini menjadi Pendeta.

Menurut Pino, adik keduanya yakni Nemo Bahari mendapat inspirasi dari George Foreman, petinju legendaris asal Amerika Serikat mantan juara dunia kelas berat yang dikenal sebagai raja KO di eranya Muhammad Ali. George Foreman membuka kompleks olahraga di tanah kelahirannya, supaya anak-anak sekitar tidak menjadi anak jalanan.

“Inilah yang menginspirasi Nemo membuat Sasana Cakti Gibor. Jadi, lantai II bangunan ini digunakan sebagai tempat ibadah, sementara di lantai I kami gunakan untuk sasana tinju,” ujar Pino yang mengaku sudah 8 tahun menempati bangunan di Sasana Cakti Gibor ini.

Dulu, ketika masih menjadi petinju, Pno Bahari serta adik-adiknya seperti Nemo Bahari, Champ Bahari, dan Daudi Bahari berlatih di Sasana Cakti Bali milik keluarganya di kawasan Peguyangan, Denpasar Utara. Mereka ditangani langsung sang ayah sebagai pelatih, almarhum Daniel Bahari.

Pino mengatakan, selain memiliki ambisi besar di dunia tinju, dirinya juga tetap berkiprah di dunia politik dengan bergabung ke Gerindra. Pino sempat tarung sebagai caleg DPR RI dari Gerindra Dapil Bali dalam Pileg 2014 lalu, namun gagal bersaing dengan Ketua DPD gerindra Bali IB Putu Sukarta. Pino mengaku masih berambisi kembali tarung di Pileg 2019 mendatang. “Kalau Tuhan mengizinkan dan Bapak Prabowo (Ketua Umum DPP Gerindra, Red) masih memberi keperca-yaan, saya akan kembali maju ke Pileg 2019,” ujar ayah dua anak dari pernikahannya dengan Hanny Agustin Oli ini.

Menurut Pino, tujuannya berkiprah di dunia politik karena ingin memperjuangkan nasib atlet dan mantan atlet berprestasi, supaya mereka mendapat perhatian dan support dari pemerintah. “Saya juga menjalin hubungan dengan mantan atlet yang kini berkiprah sebagai anggota DPR RI, seperti Yayuk Basuki (eks petenis kenamaan). Kami ingin mantan atlet berprestasi bisa disupport pemerintah, setidaknya de-ngan dana pensiun,” terang Pino.

Pino mengatakan, selama ini sangat susah mencari bibit atlet, karena kurangnya dukungan para orangtua atlet, lantaran melihat tidak ada masa depan di dunia olahraga. “Selama ini, orang berkiprah di dunia olahraga kebanyakan dengan dana swadaya, sehingg sifatnya hanya sementara. Jika masa depan atlet diperhatikan pemerintah, ke depan bangsa Indonesia akan mampu menyiapkan calon atlet berprestasi,” beber Pino, yang menjadi petinju sejak remaja dan mampu merebut medali emas di Asian Games Beijing 1990 ketika usianya baru 18 tahun.

Pino Bahari sendiri merupakan petinju Indonesia terakhir yang sukses sabet medali emas Asian Games, ketika menjuarai kelas menengan tinju Asian Games Beijing 1990. Kala itu, Pino menghentikan perlawanan petinju Mongolia, Altangerel Bandin, di babak final. Sedangkan petinju Indonesia terakhir sebelumnya yang berjaya adalah William Gomes, juga menjuarai kelas menengah tinju Asian Games Bangkok 1978.

Dari 8 adik kandung Pino, 3 orang di antaranya juga petinju nasional, yakni Nemo Bahari (yang kini jadi pendeta), Champ Bahari (meninggal di usia 21 tahun), dan Daudi Syah Bahari---yang terakhir sandang juara Asia Pasific. Sedangkan 5 adiknya yang lain masing-masing Pearlsy Bahari, Mabele Bahari, Kenyo Bahari, Edinie Bahari, dan si bungsu Tio Vilo Bahari.

Pasca pensiun dari ring pertandingan, Pino Bahari lanjutkan karier sebagai pelatih, juga menjadi match maker dan promotor di Daniel Bahari Promotion ring tinju profesional. Pino sandang sertifikat Mediator sejak tahun 1997. Selaku promotor, Pino ikut andil mencetak juara Asia Pasifik yakni adiknya sendiri, Daudi Bahari. Pino juga andil luncurkan dua juara dunia: Christ John dan Daud Jordan. *rez

Komentar