nusabali

Mulai Dari Nol, RS Indera Bisa Molor ke 2019

  • www.nusabali.com-mulai-dari-nol-rs-indera-bisa-molor-ke-2019

Solusi yang ditawarkan DPRD Bali dengan merelokasi RS Indera, yang terancam gagal dilakukan pengembangan karena terganjal Perda 27 Tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota (TRWK) Denpasar, tidak dapat respons dari Pemprov Bali.

Pemprov Tak Setuju Relokasi

DENPASAR, NusaBali
Versi Pemprov Bali, jika dilakukan relokasi, berarti mulai dari nol lagi, RS Indera bahkan bisa baru dibangun tahun 2019.

Pemprov Bali, melalui Kepala Dinas Kesehatan dr I Ketut Suarjaya, menyatakan kalau ambil solusi relokasi, justru membutuhkan waktu panjang untuk membangun RS Indera. Sebaliknya, jika merevisi Perda 27/2011 tentang TRWK Denpasar, hanya perlu waktu 1 tahun.

“Kalau relokasi RS Indera, sama dengan memulai dari nol lagi. Bisa-bisa, RS Indera baru beroperasi tahun 2019. Saran kami, kalau boleh, ya RS Indera tidak direlokasi,” ujar dr Suarjaya di Denpasar, Rabu (27/1).

Suarjaya mengingatkan, kalau sampai dilakukan relokasi RS Indera, maka Alat Kesehatan (Alkes) yang sudah ada sekarang susah ditempatkan. Kemudian, anggaran pembangunan fisik RS Indera sebesar Rp 216 miliar yang sudah diposkan di APBD Bali 2016, harus dikembalikan menjadi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa). Demikian pula anggaran pengadaan Alkes untuk RS Indera dari APBN sebesar Rp 23 miliar, juga praktis akan hangus. Bukan hanya itu, bantuan pemerintah Australia sebesar Rp 30 miliar pun harus dikemanakan. “Semua harus mulai dari nol. Termasuk bantuan pemerintah Australia dalam bentuk Alkes senilai Rp 30 miliar mau dikemanakan? Tempat nggak ada, nanti rusak alatnya. Masa alat mahal-mahal di tenda?” tanya Suarjaya.  

Untuk merelokasi RS Indera, kata Suarjaya, terlebih dulu dibutuhkan feasibility study (FS) dengan anggaran APBD mencapai miliaran rupiah. Setelah itu, mengurus Amdal (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan). Baru kemudian mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB), kalau memang sudah mendapatkan lokasi yang tepat. Lalu, mengurus izin operasional rumah sakit. 

“FS saja butuh waktu setahun, proses penganggaran setahun, kemudian pembangunan fisik setahun. Jadi, tahun 2019 kemungkinan baru bisa beroperasi RS Indera, kalau relokasi. Itu pun, kalau dalam prosesnya tidak ada hambatan,” ujar mantan Kabid Pengendalian Penyakit dan Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Bali ini.

Selain itu, lanjut Suarjaya, dari sisi historis, RS Indera di Jalan Angsoka Denpasar ini menjadi RS Mata yang paling maju di Indonesia. “RS Indera ini dikembangkan ketika dikunjungi Presiden SBY dan PM Australia John Howard, yang difasilitasi Pemprov Bali. Jadi, sisi sejarahnya harus dipertimbangkan juga,” pinta Suarjaya. 

Maka, kata Suarjaya, soluasinya bisa dengan merevisi Perda 27/2011 tentang TRWK Denpasar, yang menurut Pemkot menjadi ganjalan untuk pengembangan RS Indera. “Kalau pimpinan (Gubernur Bali) sudah ada keputusan, kami sebagai pelaksana siap melaksanakannya. Sekarang tergantung pimpinan saja,” sergah birokrat asal Desa Pengastulan, Kecamatan Seririt, Buleleng ini. 

Statemen Suarjaya ini sekaligus menanggapi pernyataan Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama, yang sehari sebelumnya menyebut win-win solution adalah mencarikan lokasi baru pembangunan RS Indera. "Saran kita, carikan lokasi baru untuk pembangunan RS Indera. Kalau mengubah Perda 27/2011 tentang TRWK, itu terlalu lama prosesnya. Sementara rakyat penderita katarak sudah antre di Bali. Ada 50.000 rakyat kita antre untuk pertolongan operasi buta katarak," ujar Adi Wiryatama di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Selasa (26/1) lalu.

Menurut Adi Wiryatama, DPRD Bali berusaha menempatkan diri sebagai fasilitator terkait persoalan RS Indera, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Tidak juga membenturkan aturan. “Layanan terhadap masyarakat juga harus jalan. Kita cari solusi yang paling tepat. Tanah negara di sekitar Denpasar atau daerah lain di Bali bisa dimanfaaatkan untuk pembangunan RS Indera. Kalau mengubah aturan (revisi Perda), tidak semudah membalik telapak tangan. Jadi, ada win-win solution," tandas politisi senior PDIP yang mantan Bupati Tabanan 2000-2005 dan 2005-2010 ini.

Sementara itu, Ketua Pansus APBD 2016 DPRD Bali, Ketut Kariyasa Adnyana, menyarankan masalah RS Indera sebaiknya diselesaikan dengan duduk bersama lagi, supaya tidak panjang urusannya. “Kami usulkan Pimpinan Dewan panggil ulang eksekutif dan Pemkot Denpasar dalam sebuah rapat pimpinan. Sekarang sudah mulai ada pembangunan di RS Indera. Bagaimana itu dananya? Kan yang menyepakati pembangunan dan anggarannya DPRD Bali. Kami akan usulkan duduk lagi. Apakah dipilih revisi aturan atau relokasi, biar jelas,” ujar Kariyasa Adnyana kepada NusaBali, Rabu kemarin.

Menurut Kariyasa, kalau masalah RS Indera ini tidak dituntaskan, maka anggaran yang sudah ketok palu senilai Rp 216 miliar di APBD Bali 2016 akan bermasalah. “Akan menjadi masalah ini. Bukan soal batalnya, tapi pertanggungjawabannya. Ini bisa jadi temuan BPK,” tegas anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Buleleng ini. 7 nat

Komentar