nusabali

Batu di Depan Palinggih Pendeta Membesar hingga Dua Kali Lipat

  • www.nusabali.com-batu-di-depan-palinggih-pendeta-membesar-hingga-dua-kali-lipat

Ketika dibangun akses jalan untuk pemukiman LC Uma Bukal di sekitar Pura Petapan Subak Bukal tahun 2004, para buruh sering mencium bau masakan, mendengar suara anak-anak bermain, bahkan suara genta di lokasi

Keunikan Pura Petapan Subak Bukal di LC Uma Bukal, Kelurahan Cempaga, Kecamatan Bangli


BANGLI, NusaBali
Peristiwa gaib berlangsung di Pura Petapan Subak Bukal, yang berlokasi di Lingkungan LC Uma Bukal, Kelurahan Cempaga, Kecamatan Bangli. Bayangkan, sebuah batu sakral yang berada di Utama Mandala Pura Petapan Subak Bukal ukurannya terus membesar dari hari ke hari. Bahkan, hanya dalam kurun 13 tahun terakhir, ukuran batu tersebut membesar hingga dua kali lipat.

Awalnya, batu sakral tersebut hanya berukuran panjang 50 cm dan tinggi 30 cm saat dipindahkan dan ditaruh di dalam Pura Petapan Subak Baka, ketika pura tersebut dibangun krama setempat tahun 2004 silam. Namun saat ini, batu warna abu-abu kemerahan tersebut ukurannya membesar dua kali lipat menjadi sepanjang 100 cm dan tinggi 60 cm. Bentuknya juga berubah menjadi semakin lancip ke atas.

Batu ajaib yang ukurannya membesar ini berada di Utama Mandala Pura Petapan Subak Bukal. Posisinya persis berada di Palinggi Pendeta. Perlu dicatat, ada dua palinggih di Utama Mandala Pura Petapan Subak Bukal, masing-masing Palinggih Piyasan dan Palinggih Pendeta. Sedangkan Pura Petapan Subak Bukal di mana keajaiban batu membesar terjadi, berada di tengah pemukiman warga kawasan LC Uma Bukal.

Menurut Pangempon Pura Petapan Subak Bukal, Ida Bagus Raka Mudarma, awalnya areal perumahan di dekat pura ini merupakan lahan persawahan, yang di sebelah timurnya berisi aliran sungai. Pada tahun 2004, lahan persawahan tersebut diratakan untuk dijadikan pemukiman. Alat berat pun didatangkan untuk membuka akses jalan menuju areal pemukiman.

Hanya saja, kata Raka Mudarma, muncul halangan ketika para buruh bekerja. Masalahnya, di situ terdapat sebuah batu dan palinggih (bangunan suci) yang dalam kondisinya sudah rusak, namun tidak bisa dipindahkan. Batu sacral itu sendiri coba diangkat menggunakan eskavator, namun tidak bisa digeser. Padahal, batu tersebut saat itu tidak terlalu besar, panjangnya hanya 50 cm dengan tinggi 30 cm.

Raka Mudarma sendiri menyaksikan proses pemindahan batu saat itu, karena dialah pemilik areal persawahan yang dijadikan pemukiman tersebut. Karena batu ajaib tersebut tidak kunjung bisa dipindahkan, maka Raka Mudarma berniat untuk membuatkannya palinggih di lokasi yang lebih baik.

"Saya pun masesangi (berkaul), bila batu bisa dipindahkan, maka akan dibuatkan palinggih. Saya juga menghaturkan pejati sebelum pemindahan batu tersebut," kenang Raka Mudarma yang notabene mantan Ketua DPRD Bangli 2009-2014 saat ditemui NusaBali di Pura Petapan Subak Bukal, Senin (23/10) lalu.

Setelah Raka Mudarma masesangi seperti itu, tak lama berselang batu penghalang tersebut bisa dipindahkan oleh hanya beberapa orang saja, tanpa harus menggunakan alat berat eskavator. Raka Mudarma pun naur sesangi (bayar kaul) dengan membuatkan palinggih batu tersebut. Diawali dengan membuatkan dasar (pondasi) untuk meletakan batu. Pondasi batu yang kini berada di areal Pura Petapan Subak Bukal berjarak ekitar 100 meter dari lokasi awal temuan batu. Palinggih tersebut kini diberi nama Pura Petapan Subak Bukal.

Menurut Raka Mudarma, awalnya pondasi yang dibangun itu ukurannya lebih besar dari ukuran batu yang saat itu dengan panjang 50 cm dan tinggi 30 cm. Namun, berselang 13 tahun kemudian, ukuran batu ajaib tersebut jauh melebihi ukuran pondasi karena telah membesar dua kali lipat. "Saat ini ukurannya bukan hanya bertambah besar, namun bentuk batu pun semakin lancip. Kami tidak tahu kenapa terjadi keajaiban seperti ini," jelas Raka Mudarma.

Raka Mudarma menceritakan, ketika dulu membuka jalan untuk pemukiman LC Uma Bukal, para buruh sering mencium bau masakan di lokasi. Padahal, areal tersebut merupakan lahan persawahan. “Bukan hanya itu, para buruh juga sering mendengar suara ibu-ibu dan anak-anak bermain, juga terdengar suara genta,” tandas Raka Mudarma.

“Dari situ diyakini ada seorang pendeta tidak kelihatan yang bertapa di Pura Petapan Subak Bukal. Sampai sekarang pun, masih kerap terdengar suara genta bila rerahinan (hari baik),” lanjut politisi senior yang mantan Sekretaris DPC PDIP Bangli ini.

Meski sering mencium bau masakan dan terdengar suara-suara aneh, kata Raka Mudarma, para buruh yang bekerja membuka akses jalan dulu tidak merasa terganggu. Seluruh pekerjaan mereka selesaikan dengan lancar, hingga pemukiman LC Uma Bukal bisa dibuka dan kini dihuni sekitar 22 kepala keluarga (KK).

"Sekarang sudah ramai di sini. Kalau itu, yang ada hanya rumah saya saja. Saya dulu tinggal di sini sendirian selama 5 tahun. Dulu tidak ada orang yang berani tinggal di sini,” kenang Raka Mudarma yang kini masih duduk sebagai anggota Fraksi PDIP DPRD Bangli. Bagaimana asal-usul Pura Petapan Subak Bukal berikut pantangannya? Simak ceritanya di edisi berikutnya. *e

Komentar