nusabali

Merasa Menjadi Korban Mafia Tanah, Nenek 72 Tahun Mengadu ke Ombudsman

  • www.nusabali.com-merasa-menjadi-korban-mafia-tanah-nenek-72-tahun-mengadu-ke-ombudsman

DENPASAR, NusaBali.com - Ni Ketut Sumiasih, seorang nenek berusia 72 tahun warga Banjar Pekandelan Desa/Kelurahan Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur, didampingi kuasa hukumnya I Nengah Jimat, mengadu ke Ombudsman Perwakilan Bali pada Senin (22/4/2024) pagi. Sumiasih merasa tidak diperlakukan adil dan menjadi korban mafia tanah.

Sumiasih dan Nengah Jimat juga mendatangi Kantor Pertanahan Kota Denpasar pada hari yang sama berkaitan dengan tanah seluas sekitar 20 are yang sudah dibelinya pada tahun 1993.

"Tanah klien kami yang sudah dibeli 31 tahun lalu, tiba-tiba ada yang mengajukan permohonan sertifikat. Pertama 2023 atas nama Putu Sujaya Yasa yang mewakili Kadek Budiarta dkk dan ahli waris I Mongol/Ni Nambreg," ujar Nengah Jimat.
 
Menurut Nengah Jimat, Sumiasih sudah menyatakan keberatan atas pengajuan sertifikat tersebut. Pasalnya, kata Jimat, Sumiasih membeli tanah tersebut pada tahun 1993 dengan akta jual beli lengkap dan telah terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) atas kliennya.

"Pada saat itu kami sudah menyatakan keberatan, dan BPN memanggil kami. Kami sudah beli 1993 dengan akta jual beli lengkap dan SHM atas nama klien. Jika ada tanah lebih, sejatinya saat transaksi sebenarnya sudah clear," jelas Nengah Jimat.

Nengah Jimat menambahkan bahwa Sumiasih sudah menyatakan keberatan kepada Kantor Pertanahan Kota Denpasar pada tanggal 5 Desember 2023, namun tidak pernah direspons.

“Justru BPN Denpasar (Kantor Pertanahan Denpasar) mengirimkan petugas untuk melakukan pengukuran pada 21 Maret 2024. Tentu saja pihak kami sangat keberatan karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya," tutur Nengah Jimat.

Atas situasi ini, kata Nengah Jimat, sebenarnya Pemkot Denpasar melalui Kantor Desa Kesiman Petilan mengundang para pihak untuk melakukan mediasi pada 8 April lalu.  “Sayangnya, BPN Kota Denpasar tidak menghadiri mediasi tersebut,” ungkap Nengah Jimat.

Ironisnya pada tanggal 19 April 2024, petugas ukur Kantor Pertanahan Denpasar  kembali datang ke lokasi yang dipersengketakan tersebut.  "Pada 19 April 2024 ujug-ujug datang lagi petugas ukur Denpasar sambil membawa sejumlah orang, petugas polisi, TNI, Hansip, mengukur tanpa pemberitahuan," kata Nengah Jimat.

Nengah Jimat mencurigai adanya mafia tanah yang bermain karena Kantor Pertanahan melakukan langkah-langkah yang tidak prosedural. "Padahal tidak dilakukan mediasi. Kami curiga ada mafia tanah yang bermain, karena BPN melakukan langkan tidak prosedur. Penyanding harusnya hadir. Jika keberatan harusnya ada mediasi. Tidak ujug-ujug diam-diam melakukan pengukuran tanah klien kami,” kata Nengah Jimat. 


Atas dugaan pelanggaran maladministrasi dan tindakan tidak profesional dari petugas Kantor Pertanahan Kota Denpasar tersebut, Sumiasih mengadu ke Ombudsman. “Kami keberatan dan kecewa sehingga melaporkan tindakan mal administrasi dan tindakan tidak profesional dalam menangani permasalahan terkait sengketa. Ini yang kami laporkan.," tegas Nengah Jimat.

Nengah Jimat meminta Kantor Pertanahan Denpasar untuk menghentikan proses tersebut dan menghentikan tindakan tidak prosedural. "Kami minta BPN Denpasar menghentikan proses tersebut dan menghentikan tindakan tidak prosedural. Karena kami mencurigai ada bau tidak sedap di sini," kata Nengah Jimat.

Nengah Jimat juga meminta Ombudsman Perwakilan Bali untuk memeriksa dan melakukan tindakan tegas kepada pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini.Harapan itu pula yang diungkapkan saat Nengah Jimat mendampingi Sumiasih ke Kantor Pertanahan Kota Denpasar di Jalan Pudak, Senin siang.

"Kami mohon dan meminta kepada pihak lembaga/institusi terkait: Meminta segera memeriksa dan melakukan tindakan tegas kepada pihak BPN Kota Denpasar, dan segera mungkin mendesak untuk melakukan tindakan penghentian proses permohonan sertifikat yang dilakukan oleh  Putu Sujana Yasa," pinta Nengah Jimat.

Komentar