nusabali

Pj Gubernur Bali Gagal Hadirkan Saksi

  • www.nusabali.com-pj-gubernur-bali-gagal-hadirkan-saksi

DENPASAR, NusaBali - Sidang gugatan Pj Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya kepada Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bali terkait pembatalan dan terbit SHP (sertifikat hak pakai) No 121 dan 126 dilanjutkan di PTUN Denpasar pada Kamis (7/3). Namun kuasa hukum PJ Gubernur yang dikomando I Ketut Ngastawa dkk gagal menghadirkan saksi.

Majelis hakim PTUN Denpasar masih memberikan kesempatan terakhir untuk menghadirkan Saksi ataupun Ahli dan tambahan bukti dalam persidangan yang dijadwalkan tanggal 19 Maret 2024 mendatang. “Sidang ditunda karena penggugat (PJ Gubernur Bali, red) tak bisa menghadirkan saksi,” jelas kuasa hukum Intervensi I, Putu Wirata.

Pengacara senior ini menyesalkan ketidakhadiran saksi dari Pj Gubernur Bali yang sudah terjadi untuk kedua kalinya. Kuasa Intervensi I, Nyoman Mandra dkk itu mempertanyakan keseriusan Pj Gubernur mengajukan gugatan di PTUN Denpasar. “Karena sebagai Penggugat, mestinya dia sudah sangat siap dengan bukti-bukti dan Saksi-saksi. Dengan ditundanya sidang, tentu sangat merugikan kepentingan Tergugat maupun para Tergugat II Intervensi  yang jauh-jauh datang ke kantor PTUN Denpasar, dan mengapa tetap ngotot? Apalagi, Gubernur Bali sebelumnya, Wayan Koster, sudah sepakat mengikuti masukan dari Kanwil BPN Bali untuk membatalkan 2 SHP tersebut dengan alasan cacat administrasi dan cacat yuridis,” bebernya.

Sementara Saksi yang pernah dihadirkan, yakni Bendesa Adat Pecatu, merupakan saksi yang tidak membuat terang perkara. Putu Wirata sekali lagi mempertanyakan keseriusan Penjabat Gubrenur dalam perkara gugatan ini. Apalagi juga ada indikasi kuasa hukum Pj Gubernur Bali telah mengajukan bukti-bukti palsu dalam persidangan.

Putu Wirata menambahkan, terindikasi sebagai surat palsu dan memberikan keterangan palsu adalah pernyataan I Ketut Adiarsa, MH (Kepala Biro Asset Pemprov Bali) dan Cokorda Ngurah Pemayun, SH, MH selaku Sekda Provinsi Bali pada tahun 2014. Keduanya membuat pernyataan telah menguasai bidang tanah di Banjar Bakungsari, Desa Ungasan, Kabupaten Badung.  Bidang tanah itu lalu dimohon sertifikat hak pakai ke Kantor Pertanahan Kabupaten Badung pada tahun 2015 – sejak tahun 1958. 

Adiarsa menyatakan menggarap tanah dana bukti DN 11 seluas 143.000 m2 di Desa Ungasan, tanpa mencantumkan sejak kapan dia menggarapnya, nomor Surat Ijin Menggarap (SIM), dan Surat Pernyataan Adiarsa tersebut dijadikan salah satu dasar terbitnya SHP  Pemprov Bali. Dan dalam memberikan keterangan di Kepolisian terkait laporan memberikan keterangan palsu sesuai KUHP, ada informasi Adiarsa mengaku tidak tahu siapa yang mencantumkan keterangannya di Kantor Pertanahan Kabupaten Badung bahwa Ketut Adiarsa disebutkan telah menggarap bidang tanah di Ungasan tersebut sejak tahun 1958. Pada saat surat ditandatangani tanggal 18-06-2014 Adiarsa disebutkan berumur 49 tahun, yang kira-kira lahir pada tahun 1965.  ‘’Apakah masuk akal, kalau Adiarsa dinyatakan menggarap tanah di Ungasan sejak tahun 1958?” tanya Putu Wirata.

Putu Wirata menegaskan, keterangan Sekda Bali, Cok. Ngurah Pemayun tanggal 30 Agustus 2014 tersebut ditinjau dari perspektif KUHP, merupakan pemalsuan, membuat surat palsu, memberi keterangan palsu dan terindikasi sebagai suatu perbuatan yang dapat dipidana, karena merugikan kepentingan para Tergugat II Intervensi Nyoman Mandra dkk.  Karena, atas pernyataan Cokorda Pemayun itulah, Kantor Pertanahan Kabupaten Badung menerbitkan SHP no. 121 dan SHP No. 126 yang oleh Kanwil BPN Bali dibatalkan karena cacat administrasi dan cacat yuridis. 7 rez

Komentar