nusabali

Unud Hormati Pilihan Civitas Akademika

  • www.nusabali.com-unud-hormati-pilihan-civitas-akademika

DENPASAR, NusaBali - Sejumlah kampus di Tanah Air dalam beberapa hari terakhir mengkritik kepemimpinan  Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kampus terbesar di Bali, Universitas Udayana (Unud) menyatakan berkomitmen mendukung proses demokrasi dan menghormati pilihan civitas akademika dalam Pemilu 2024.

Mencermati dinamika politik menjelang Pemilu 2024, Rektor Universitas Udayana (Unud), Prof Ir Ngakan Putu Gede Suardana MT PhD IPU, menekankan pentingnya partisipasi Civitas Akademika Universitas Udayana dalam proses demokrasi, serta mengimbau seluruh warga kampus untuk menggunakan hak suara mereka dengan bijak.

“Universitas Udayana berkomitmen mendukung proses demokrasi dan mendorong terciptanya lingkungan kampus yang inklusif dan demokratis,” jelas Prof Ngakan Suardana dalam keterangan pers, Sabtu (3/2). Prof Ngakan Suardana juga memberikan imbauan untuk melaksanakan pemilu secara damai, memupuk toleransi, serta menghargai perbedaan pandangan, demi terciptanya suasana pesta demokrasi yang kondusif di lingkungan kampus

“Pemilihan Umum 2024 adalah puncak demokrasi yang melibatkan setiap elemen masyarakat, termasuk Civitas Akademika Universitas Udayana. Hak suara kita adalah kekuatan untuk membentuk masa depan. Hendaknya seluruh masyarakat, khususnya warga kampus untuk berpartisipasi dengan penuh kesadaran dan menggunakan hak suara secara bijak,” lanjut Wakil Rektor Unud Bidang Kemahasiswaan (2021-2023) ini.

Guru besar pada bidang rekayasa material Teknik Mesin ini juga menekankan bahwa pemilu menjaga prinsip-prinsip demokrası yang mendasarı kehidupan berbangsa. Unud mendukung penuh proses demokrasi ini sebagai bentuk komitmen terhadap pembinaan generasi penerus yang berintegritas dan berdedikasi pada nilai-nilai kebangsaan.

Prof Ngakan Suardana menyampaikan, Unud menghormati dinamika politik sebagai bagian dari demokrasi, dengan  masyarakat memiliki hak konstitusional dalam menentukan sikap dan pilihan masing-masing. “Begitu juga akademisi adalah bagian dari civil society yang memiliki peran untuk ikut serta menjaga demokrasi, sehingga pendapat dan suaranya harus kita hormati,” tandas Dekan Fakultas Teknik Universitas Udayana (2015-2019) ini.

Dalam sepekan terakhir ramai civitas akademika kampus menyampaikan kritik kepada Presiden Jokowi. Pada Rabu, 31 Januari 2024, sekelompok guru besar, dosen, mahasiswa, hingga alumni berkumpul di Balairung UGM (Universitas Gadjah Mada) untuk menyampaikan Petisi Bulaksumur. Mereka menilai semasa pemerintahan Jokowi banyak tindakan menyimpang yang terjadi. Sehari setelah UGM, civitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) berkumpul menyampaikan kritik pada pemerintahan Presiden Jokowi di halaman Auditorium Kahar Muzakkir di Kampus Terpadu UII, Kabupaten Sleman, DI Jogjakarta. Gerakan ini dipimpin langsung Rektor UII, Prof Fathul Wahid.

Sementara pada Jumat, 2 Februari 2024, giliran Universitas Indonesia menyampaikan ‘Seruan Kebangsaan’ kepada Pemerintah Jokowi. Melalui keterangan tertulis gerakan atas nama Keluarga Besar Universitas Indonesia menyampaikan keprihatinan atas hancurnya tatanan hukum, dan demokrasi. Hilangnya etika bernegara dan bermasyarakat, terutama korupsi, kolusi dan nepotisme.

Terpisah Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI), Prof Nurhasan mengingatkan sejumlah akademisi untuk tetap beretika dan objektif dalam menyampaikan pendapatnya menyikapi politik menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Nurhasan yang juga sebagai Rektor Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu mengatakan pihaknya menghargai kebebasan berpendapat sebagai bagian dari otonomi kampus yang dijamin oleh undang-undang (UU).

"Meski begitu, harus ada koridor dalam menyampaikan pendapat ini. Koridor yang harus ditaati selama kebebasan tersebut bersifat objektif, dengan didasari nilai etika dan untuk kebaikan bangsa," tuturnya dalam keterangan diterima di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (4/2).

Ia menambahkan pihaknya sangat menghormati kebebasan berpendapat. Ia mempersilakan selama kebebasan tersebut tidak bersifat tendensius. "Jangan sampai kebebasan berpendapat ini digunakan untuk menghujat memfitnah, hingga menghasut. Ini jauh dari nilai-nilai etika, apalagi sampai anarkis. Ini tidak boleh!" katanya. 7 a, ant

Komentar