nusabali

Catatkan Sejarah karena Digelar Perdana Setelah 923 Tahun

Krama Adat Blangsinga, Blahbatuh Bersiap Menyambut Karya Agung Pura Dang Kahyangan Musen

  • www.nusabali.com-catatkan-sejarah-karena-digelar-perdana-setelah-923-tahun

Arca di Pura Musen identik dengan di Pura Puncak Penulisan, Kintamani, Bangli yang berangka tahun 1101 masehi di masa kepemimpinan Raja Jaya Pangus

GIANYAR, NusaBali
Krama Desa Adat Blangsinga, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar tengah bersiap menyambut Karya Mamungkah, Mupuk Pedagingan, Tawur Labuh Gentuh, Madudusan Agung, Menawa Ratna di Pura Dang Kahyangan Dalem Musen (Camusen). Puncak karya Agung akan digelar pada Soma Kliwon Krulut bertepatan dengan Tilem Sasih Kedasa, Senin (8/4) mendatang. Karya Agung ini akan mencatatkan sejarah, karena digelar perdana sejak 923 tahun silam.

Hal itu diketahui dari keberadaan 4 arca di Pura Dang Kahyangan Musen. "Setelah diteliti oleh Dinas Kebudayaan Gianyar serta Balai Arkeologi dan Purbakala, arca di Pura Musen ini identik dengan di Pura Puncak Penulisan, Kintamani, Bangli yang berangka tahun 1101 masehi di masa kepemimpinan Raja Jaya Pangus," jelas Bendesa Adat Blangsinga I Wayan Murtika didampingi Manggala Utama Karya I Made Dawan beserta Prajuru adat lainnya saat prosesi Ngeruak, Nyukat Genah, Nanceb sebagai pertanda dimulainya rangkaian Karya Agung pada Buda Umanis Kulantir, Rabu (10/1) pagi.

Setelah 923 tahun lamanya, secara turun temurun tidak diketahui pernah adanya karya Agung sehingga krama Desa Adat sepakat tahun ini waktu yang tepat. "Semua tetua yang bisa kami tanya, dari dulu belum pernah tahu tentang karya di Pura Musen. Sekarang waktu yang tepat, astungkara krama sami (semua) diberkahi rezeki," ujarnya.


Kaitan dengan sejarah Pura Musen tercatat dalam beberapa prasasti. Salah satunya Prasasti Sukawati yang menyebutkan batas sebelah timur, disebutkan sebuah tempat suci bernama Banyu Musen. Mulanya hanya berupa tumpukan arca yang saat itu belum diketahui apakah tempat tersebut lokasi pertapaan, pesucian atau Pura. "Setelah kedatangan Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh untuk bertapa dan membersihkan diri di sini, barulah disebut Pura Musen," terangnya. Musen sendiri berasal dari kata Camusen yang diterjemahkan sebagai rontokan rambut Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh.

"Ketika Ida mesucian, mengganti busana, rambut Ida banyak camus atau rontok. Suasana itu dilihat oleh Bendesa Mas Blangsinga bersama Arya Brangsinga. Oleh keduanya, rontokan rambut tersebut disungsung sebagai pengingat. Sejak saat itu Pura ini disebut Pura Camusen atau Musen," jelas Bendesa. Pamangku Pura Musen, Jro Mangku I Ketut Bagiada menambahkan sejarah masa lalu tersebut telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari krama desa adat. Bahwasannya sudah menjadi tradisi setiap kali bayi mapetik atau potong rambut pertama, pasti dilakukan di Pura Musen.

"Sudah menjadi tradisi anak-anak usia dua oton mapetik di sini," jelasnya. Selain itu, masyarakat juga meyakini masalah rambut gimbal bisa diatasi setelah melukat di pancoran Pura Musen. "Sudah banyak yang berhasil, yang berambut gimbal dari seluruh Bali," ujarnya. Sementara itu, I Made Dawan, Manggala Utama Karya menjelaskan nanceb karya dimaknai sebagai awal dimulainya karya secara sekala niskala. Prosesi ini di puput oleh Ida Pedanda Manuaba Griya Ageng Manuaba Blangsinga.

"Nancebang sari pekayun atau pikiran agar serangkaian karya bisa satu tujuan, labda karya sidakarya. Secara sekala, ditandai dengan nancebang segala pembangunan seperti tetaring, sanggar tawang, surya, sanggar agung dan lainnya," jelasnya. Secara simbolis, nancebang taring disaksikan dan dilakukan oleh Pengrajeg Karya Panglingsir Puri Blahbatuh AA Ngurah Kakarsana, Pengabih Karya Made Agus Mahayastra beserta putrinya Putu Diah Pradnya Maharani, Cok Krisna serta Perbekel Saba Ketut Redhana. Turut hadir pada prosesi nanceb karya ini, Anggota DPR RI Dapil Bali Nyoman Parta, Anggota DPRD Kabupaten Gianyar Made Ratnadi dan I Made Wardana serta undangan terkait lainnya. 7 nvi

Komentar