nusabali

Demografi Bali Berubah, Guru Besar Antropologi Buka Suara

  • www.nusabali.com-demografi-bali-berubah-guru-besar-antropologi-buka-suara

DENPASAR, NusaBali.com - Bali mengalami perubahan demografi yang signifikan dalam sepuluh tahun terakhir. Menurut hasil Sensus Penduduk 2020, jumlah penduduk Bali mencapai 4,32 juta jiwa, meningkat sekitar 426,65 ribu jiwa dari tahun 2010.

Kepadatan penduduk Bali juga meningkat menjadi 747 jiwa per kilometer persegi, jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional yang hanya 149 jiwa per kilometer persegi.

Salah satu faktor yang menyebabkan perubahan demografi ini adalah migrasi netto positif, yaitu jumlah migran yang lebih banyak daripada penduduk asli yang keluar. 
Bali menjadi tujuan utama para migran dari berbagai daerah di Indonesia, terutama di kawasan Bali Selatan yang merupakan pusat pariwisata dan ekonomi. 

“Beberapa isu yang muncul akibat perubahan demografi ini antara lain adalah konflik antara angkutan konvensional dan online, perebutan akses ekonomi oleh migran, serta pelestarian budaya dan identitas Bali,” kata Prof Dr I Nyoman Yoga 
Segara SAg MHum, Guru Besar Antropologi Budaya Universitas Hindu Negeri IGB Sugriwa, Senin (18/12/2023).  

Menurut dia, migrasi adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Para pendatang, perantau atau disebut juga kaum migran, datang ke sebuah wilayah karena dianggap menjanjikan terutama dalam bidang ekonomi. 

“Kita mesti menerima itu sebagai realitas. Sama halnya ketika orang Bali merantau ke luar Bali. Secara antropologis tentu migrasi memberi dampak, tidak saja perubahan demografi tapi juga persaingan dan kompetisi antara penduduk lokal dan pendatang,” ujarnya

Hal yang paling terlihat, kata dia adalah penguasaan sumber daya dalam hal ini ekonomi, bagaimana kaum migran bekerja keras untuk bisa bertahan di tanah rantauan. 

“Etos kerja mereka bangun supaya bisa melanjutkan hidup. Ini yang orang Bali perlu tiru dan bangun,” kata Guru Besar Antropologi Budaya lulusan Universitas Indonesia ini.

Meskipun, lanjut dia, ada pekerjaan yang biasa mereka ambil yang orang lokal kini makin jarang kerjakan, misalnya tenaga terampil termasuk dalam bidang pertanian, karena kini generasi muda tidak bangga menjadi petani.

“Tanah atau lahan akhirnya dijual, dan banyak orang Bali tidak siap dengan perubahan itu. Ini kasus yang membuat kita harus belajar,” sebut Yoga yang juga penulis produktif ini, 

Para pendatang biasanya punya kemauan lebih keras daripada orang lokal. Sama halnya dengan orang Bali di Lampung misalnya banyak dari mereka yang sukses dan berhasil karena bekerja keras. 

“Kita tentu tidak ingin Bali seperti banyak wilayah lain yang mengalami degradasi baik ekonomi maupun budaya. Harus ada refleksi agar orang Bali terus meningkatkan keterampilan dan etos kerja, agar tidak tertinggal,” ujarnya.

Yoga Segara menambahkan, Bali kini menjadi rumah bersama tidak hanya oleh para migran dari luar Bali namun juga warga negara asing dari berbagai penjuru dunia. 

“Kita tentu tidak bisa melarang orang datang dan berdomisili di Bali. Hanya saja, aturan kependudukan mesti dibangun secara baik, ada istilahnya tertib administrasi. Agar kita bisa hidup berdampingan secara damai, aman dan nyaman,” demikian Profesor Yoga Segara. *m05


Komentar