nusabali

MUTIARA WEDA: Mengapa Tidak Ada yang Mengenali-Nya?

manuṣyāṇāḿ sahasreṣu kaścid yatati siddhaye yatatām api siddhānāḿ kaścin māḿ vetti tattvataḥ (Bhagavad-gita, VII.3)

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-mengapa-tidak-ada-yang-mengenali-nya

Di antara beribu-ribu orang, mungkin ada satu yang berusaha untuk mencapai kesempurnaan, dan di antara mereka yang sudah mencapai kesempurnaan, hampir tidak ada satupun yang mengetahui tentang Diri-Ku dengan sebenarnya.

DIKATAKAN bahwa dari sekian ribu orang, mungkin hanya satu atau dua orang saja yang berusaha untuk mencapai kesempurnaan. Namun, dari mereka yang berusaha, hampir tidak ada yang mampu mengetahui-Nya. Masalahnya, memang ada orang yang tidak ingin mencapai kesempurnaan? Rasanya itu idam-idaman semua orang. Ibu-ibu yang badannya agak berisi berupa menguruskannya agar tampak sempurna. Orang yang hidungnya pesek dioperasi agar menjadi mancung supaya kelihatan sempurna. Orang berupaya memperbaiki rumahnya agar tampak lebih sempurna. Demikian seterusnya. Hampir semua orang menginginkan kesempurnaan, tanpa kecuali. Dan, untuk itu, mereka akan melakukan apa saja. Mereka bekerja keras untuk itu. 

Lalu, mengapa Krishna menyebut hanya ada satu saja yang berusaha dari sekian ribu orang? Apa mungkin Krishna salah melihat? Sepertinya tidak. Lalu apa maksudnya Krishna? Tentu bukan konsep ‘sempurna’ yang kita maksudkan atau inginkan. Lalu kesempurnaan apa yang dimaksudkan Krishna? Itu adalah kemampuan untuk mengenal Diri Sejati. Mengenal diri sejati adalah kesempurnaan. Diri sejati yang mana? Diri sejati yang menjadi identitas sejati kita. Bukankah identitas kita jelas? Kita punya tubuh, nama, kekayaan, gelar, dan yang lainnya. Itu bukanlah identitas sejati kita. Terus yang mana? Identitas sejati kita adalah ia yang menyebabkan pikiran bisa berpikir, yang menyebabkan dirinya bisa bekerja, dan yang menyebabkan tubuh kita bisa hidup. Tubuh, nama, kekayaan, gelar, jabatan, dan yang sejenisnya bukanlah identitas sejati kita, mereka hanya alat yang dimiliki oleh sang sejati tersebut. 

Selama ini kita berpikir bahwa kesempurnaan terjadi ketika apa yang kita inginkan, yang menjadi ideal kita tercapai. Seperti misalnya, kita merasa sempurna apabila telah memiliki uang banyak, lalu kita berupaya mencarinya. Upaya kita hanya sebatas itu, memenuhi keinginan-keinginan duniawi saja, sementara kita tidak memiliki ide untuk mengenal diri sejati ini. Orang yang mampu mencapai identitas sejati itu akan terbebas dari semua derita dunia. Dualitas hidup, sudah senang, baik buruk, bahagia menderita, dan yang lainnya terjadi oleh karena kita mengidentifikasi sebagai tubuh, bukan sebagai pemilik tubuh itu. Jadi, Krishna ingin menyatakan bahwa kesempurnaan itu bisa dicapai ketika orang mampu mengenal identitas sejatinya ini sehingga terbebas dengan suka dukanya kehidupan. Jadi, dari seribu orang, hanya satu mungkin yang menyadari hal ini. Sisanya sibuk mencari sesuatu untuk memenuhi keinginan-keinginan duniawinya. 

Hanya masalahnya, dari seribu banding satu yang berusaha untuk mencapai kesempurnaan, hampir tidak ada yang dapat mengenal Beliau, sang pemilik hidup. Dari 1 juta orang yang ada, karena perbandingannya adalah seribu banding satu, maka ada 1.000 orang yang berusaha untuk mencapai kesempurnaan. Dari seribu orang tersebut, meskipun telah berupaya, mungkin hanya beberapa saja yang mampu mengenal-Nya. Meskipun telah berusaha untuk mencapai kesempurnaan, belum tentu kesempurnaan itu datang. Kemungkinannya sekitar 0,1 persen untuk berhasil, apalagi mereka yang tidak berupaya, yang kehidupannya sepenuhnya untuk mencari kenikmatan hidup yang bersifat sementara. 

Di mana sulitnya mengenal Beliau? Apa alasannya sulit memahami Beliau? Bukankah sebagian besar orang di dunia ini menganut agama dan setiap agama meyakini Tuhannya? Bukankah Beliau telah dibawa, disebut, diyakini, dan dijunjung tinggi setiap saat? Dalam konteks apa Krishna menyebut tidak ada orang yang mengenali-Nya meskipun telah berusaha? Jika hampir tidak ada yang mampu mengetahui-Nya, lalu apa gunanya kita sembahyang, memuja Beliau, memohon anugerah Beliau? Bagaimana kita bisa memohon anugerah kepada sesuatu yang tidak kita ketahui? Di sinilah paradoksnya. Ternyata Krishna memandang bahwa orang boleh saja yakin dan berdoa kepada-Nya. Tetapi, orientasi orang-orang percaya dan berdoa kepada-Nya hanyalah untuk memenuhi keinginan-keinginan duniawi yang sulit terkabulkan. Mendekati-Nya dengan upaya tanpa keterikatan saja susah, apalagi dengan keinginan-keinginan. Mari kita renungkan! 7


I Gede Suwantana
Direktur Bali Vedanta Institute 

Komentar