nusabali

Industri Tekstil Indonesia Menjerit

  • www.nusabali.com-industri-tekstil-indonesia-menjerit

JAKARTA, NusaBali - Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja, mengungkapkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tidak baik-baik saja. Melainkan terdapat beberapa tantangan yang dihadapi industri TPT.

Jemmy menyebut, pada kuartal pertama dan kedua tahun 2023 ini, kendala terbesar terjadi karena berkurangnya permintaan ekspor. Lantaran, mayoritas anggota API di lini garmen skala manufaktur berorientasi ekspor, sehingga sangat terpengaruh oleh situasi perdagangan internasional.

Sementara di kancah domestik, TPT berhadapan langsung dengan maraknya produk-produk import baik legal ataupun illegal.

"Thrifting juga sangat mengganggu, dan sudah mulai ditangani oleh penegak hukum," kata Jemmy dalam acara CEO Gathering API di Jakarta, seperti dilansir liputan6.com, Sabtu (2/9).

Masalahnya, muncul dalam diskusi tanya jawab antara Ketua Umum API dengan para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) mengenai potensi ketiadaan bahan atau baju untuk jualan jika thrifting dihapus.

Namun, pihaknya menegaskan bahwa produk-produk IKM garmen sudah sangat mampu bersaing baik dari segi harga ataupun kualitas dengan produk-produk import.

Sejumlah tantangan yang dihadapi industri TPT di dalam negeri yakni produk-produk impor legal dan illegal membanjiri pasar domestik.

Data menunjukkan bahwa kenaikan impor secara volume sebesar 2,16 juta ton, secara value senilai USD 10 miliar di tahun 2022, laju kenaikan impor produk TPT sejak 2020 sampai 2022 di angka 40 persen per tahun.

Pihaknya mencatat, penurunan ekspor TPT terjadi sejak 2022 sampai dengan Maret 2023 dengan laju penurunan secara volume sekitar minus 10,78 persen.

Selanjutnya, permasalahan yang dialami industri TPT terkait utilisasi permesinan di manufacture TPT dari hulu ke hilir, sampai ke level terendah yaitu sekitar 65 persen.

"Rata-rata utilisasi mesin mesin di pabrik-pabrik tekstil dan produk tekstil dari hulu ke hilir, mengalami penurunan sekitar 40 persen. Jumlah mesin dan lini produksi berkurang drastis," ujarnya.

Kemudian, tantangan selanjutnya, terjadi gelombang rasionalisasi karyawan, sejak tahun 2022 sampai dengan awal 2023 yang berjumlah sekitar 70.000 orang.

Tak hanya itu saja, tantangan selanjutnya, yakni produk-produk berupa bahan baku sampai hilir, membanjiri pasar domestik berasal dari China dengan pangsa pasar sebesar 48 persen, diikuti Brasil, Australia, Amerika sekitar 5 - 6 persen.

Tantangan lainnya masih berasal dari China, yaitu produk produk pakaian jadi membanjiri pasar domestik secara volume berasal dari China sebesar 66 persen diikuti Bangladesh 8 persen dan Vietnam 6 persen.

"Data diatas menunjukkan perlunya perhatian serius dari Pemerintah untuk mengontrol laju import produk-produk TPT baik dari bahan baku sampai dengan garmen jadi, agar terjadi keseimbangan kapasitas produk lokal," pungkasnya. 7

Komentar