nusabali

Anjing Rabies Makin Mengkhawatirkan Bali

  • www.nusabali.com-anjing-rabies-makin-mengkhawatirkan-bali

Semestinya kematian manusia itu tidak terjadi lagi. Tapi, kenyataannya masyarakat teledor akan bahaya rabies.

GIANYAR, NusaBali - Kasus gigitan anjing positif rabies di Bali terus meningkat. Data Januari – 4 Juni 2023, telah terjadi 314 kasus rabies. Angka ini makin meningkat hingga awal Juli 2023 yang belum diakumulasi. Kondisi ini menjadi perhatian serius Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PHDI) Cabang Bali.

 ‘’Jika melihat kasus anjing positif rabies di Bali yang sudah memasuki tahun ke-15, tentu ini cukup mengkhawatirkan bagi Bali,’’ jelas Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PHDI) Cabang Bali Prof Dr Drh I Ketut Puja M Kes, saat dihubungi di Klinik Hewan Asu Bali, Lingkungan Candibaru, Kelurahan/Kecamatan Gianyar, Jumat (7/7).

Kekhawatiran yang dia maksud, karena masih ada kematian manusia akibat kasus tersebut. Kondisi ini menandakan apa yang telah dilakukan pemerintah terkait upaya pencegahan kasus rabies selama ini, seolah tidak berarti. Menurutnya, pemerintah telah melakukan KIE (komunikasi, informasi, edukasi) kepada masyarakat, khususnya pemelihara anjing. Dari KIE ini, semestinya kematian manusia itu tidak terjadi lagi. Tapi, kenyataannya masyarakat teledor akan bahaya rabies hingga muncul kematian warga,’’ jelas guru besar Fakultas Peternakan Unud, Denpasar ini.


Prof Puja menilai, penanganan kasus rabies oleh pihak berwenang telah sesuai dengan metode yang baku. Seperti, vaksinasi anjing, kontrol populasi, dan KIE. Hanya saja, hasil yang dicapai belum maksimal. Salah satu tandanya, vaksinasi anjing belum mencapai minimal 70 persen untuk mewujudkan kekebalan kelompok. ‘’Nah, keadaan ini menyebabkan masih ada siklus penularan rabies di lapangan,’’ jelasnya.

Menurutnya, kontrol populasi anjing, khusunya eliminasi tertarget dan selektif terutama anjing yang kontak dengan anjing positip rabies, juga belum maksimal. Tindakan kurasi preventif ini sering dihambat oleh para pegiat penyayang anjing. Kontrol populasi berupa sterilisasi dan kastrasi anjing juga belum menyentuh sasaran yang utama, yakni anjing yang hidupnya diliarkan. Akibatnya, populasi anjing liar semakin bertambah.

Prof Puja menyebutkan, peran organisasi terutama PDHI dengan para anggotanya, merupakan garda terdepan dalam pemberantasan rabies. Lebih-lebih, sejak awal PDHI selalu ikut dalam pemberantasan rabies. Namun, dia menilai otoritas veteriner belum diperankan dengan sungguh-sungguh, bahkan belum diperhitungkan. Bidang kesehatan hewan belum menjadi urusan wajib, hanya sebatas urusan pilihan. Kondisi ini menyebabkan masing-masing otoritas di daerah punya cara pandang sendiri-sendiri dan berbeda dalam hal pengganggaran penanganan pencegahan rabies. ‘’Dampaknya, anggaran untuk kesehatan hewan lemah, bahkan sangat kurang,’’ ujarnya.


Belum lagi, lanjut dia, yang tak kalah jadi persoalan adalah kesadaran masyarakat. Khususnya pemilik dan pemelihara anjing untuk mempertanggungjawabkan keberadaan anjingnya,   masih kurang. Bahkan saking kurangpahamnya tentang dampak negatif yang ditimbulkan, malah ada penyayang anjing yang memberi pakan untuk anjing di pinggir jalan. Rasa sayang terhadap hewan seperti  ini tentu berbuah persoalan dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus rabies. ‘’Padahal kita ingin mengurangi anjing yang berkeliaran. Dengan adanya street feeding (pemberian pakan anjing di jalan) ini sering menyebabkan berkumpulnya anjing liar di suatu empat,’’ ujarnya.

Prof Puja menegaskan, kepada semua kalangan mulai dari pemegang kebijakan pemberantasan rabies hingga masyarakat umum. Tegas dia, rabies karena bersifat zoonosis (penyakit binatang menular ke manusia), maka pembrantasannya harus terpadu. Keterpaduannya yakni berupa sinergitas antarOPD (organisasi perangkat daerah). OPD harus kompak dan jangan sampai muncul ego sektoral. Sinergi dengan para tokoh masyarakat juga tak kalah penting. ‘’Rabies tidak cukup hanya dikerjakan oleh Dinas Pertanian dan Dinas Kesehatan, tetapi juga OPD lainnya, beserta desa adat, desa dinas/kelurahan, dan kelian banjar/lingkungan,’’ tegasnya.

Prof Puja mendorong masyarakat di desa adat untuk terlibat aktif untuk pencegahan rabies. Hanya saja, belum banyak desa adat punya pararem (penegas awig-awig) untuk pencegahan rabies.7lsa

Komentar