nusabali

Kasus Tanah Pelaba Pura Puri Satria, Para Pangempon Dilaporkan ke Polda Bali

  • www.nusabali.com-kasus-tanah-pelaba-pura-puri-satria-para-pangempon-dilaporkan-ke-polda-bali

DENPASAR, NusaBali.com – Setelah bersabar selama 9 tahun, akhirnya Nyoman Suarsana Hardika, 67, melaporkan dugaan penipuan dan keterangan palsu atas transaksi tanah pelaba pura di Jalan Badak Agung, Sumerta Klod, Denpasar Timur, ke Polda Bali.

Dari transaksi dua bidang tanah yang dilakukan tahun 2014, hanya Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 5671 seluas 11.671 meter persegi yang sudah clear. Sedangkan bidang tanah lainnya seluas 6.670 meter persegi dengan SHM Nomor 1565, hingga saat ini belum kelar dan berujung pada sengketa.

“Iya betul sudah pelaporan ke Polda tanggal 8 Maret lalu. Karena kami sudah cukup bersabar menunggu penyelesaian, ternyata belum ada titik temu,” ungkap Suarsana, Kamis (22/6/2023).

Diakui bahwa objek yang menjadi masalah adalah Tanah Laba Pura Merajan Satria. Sehingga, kata Suarsana, terbit surat rekomendasi penjualan dari Walikota Denpasar Nomor: 593/1727/PEM/Tanggal 2 November 2012, dan Surat Rekomendasi Penjualan dari Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, Kota Denpasar, Nomor: 161/Rekomendasi/PHDI-KD/2012 tertanggal 1 November 2012. 

“Sebelumnya kami juga mendapat kepastian bahwa tidak ada masalah pada objek tanah dimaksud,” tambah Suarsana.  Hal ini tak lepas objek dimaksud pada tahun 1998 sempat ada gugatan dari pihak Budhi Moeljono dengan pihak pangempon Pelaba Pura Puri Satria Denpasar dan sudah ada putusan pengadilannya.

Karena merasa sudah clear, Suarsana pun bersepakat dengan pihak pangempon Pelaba Pura Puri Satria Denpasar menandatangani akta jual beli yang dilakukan di hadapan Notaris Wayan Setia Darmawan SH pada 15 Agustus 2014. 

"Terhadap SHM Nomor 1565 seluas 6.670 meter persegi bahwa pihak pengempon sepakat dari total luas tanah 6.670 meter persegi, sebanyak 1.445 meter persegi akan digunakan sebagai jalan oleh Pak Nyoman Suarsana sebagai pembeli. Sehingga pembayaran ke pihak pangempon hanya seluas 5.225 meter persegi,” kata I Made Dwiatmiko Aristianto, selaku kuasa hukum.

Adapun harga dua bidang tanah, untuk harga SHM 5671 sebesar Rp 400 juta per arenya dengan total nilai jual sebesar Rp 46 miliar lebih, dan SHM Nomor 1565 seharga Rp 450 juta per arenya, dengan nilai total Rp 23 miliar lebih. 

“Untuk SHM 5671 sudah lunas, sedangkan SHM 1565 sudah diberikan down payment (DP/uang muka) sebesar Rp 3,8 miliar. Pelunasan SHM 1565 belum dilakukan karena sertifikat belum diserahkan,” kata Dwiatmiko.

Belakangan, pihak pangempon menyatakan jika SHM 1565 hilang. “Padahal dalam penjelasan ke notaris, pangempon menyatakan masih dalam pengurusan pergantian sertifikat,” kata Dwiatmiko.

Upaya damai pun belum menemukan titik temu. Hingga akhirnya Suarsana melaporkan sebanyak 21 pangempon dari Puri Satria ke Polda Bali yang tercatat pada Laporan Polisi (LP) nomor: LP/B/120/III/2023/SPKT/POLDA Bali tertanggal 8 Maret 2023.

Upaya perdamaian diakui Suarsana sudah ditempuh. Terakhir pada 2 dan 7 April 2023 ia bertemu dengan beberapa tokoh Puri Satria dan mencapai titik temu.

“Sayangnya perdamaian yang direncanakan pada akhir April lalu tidak ada kelanjutannya, sehingga kami melanjutkan laporan ini,” tegasnya.

Dikonfirmasi terpisah, salah satu pangempon Puri Satria Denpasar yang juga terlapor dalam kasus ini, Cokorda Ngurah Bagus Agung mengkonfirmasi adanya sengkarut jual beli tanah Pelaba Pura Puri Satria tersebut.

Ia pun mengakui sudah melakukan pertemuan kepada pihak Nyoman Suarsana untuk melakukan mediasi, tetapi belum menemui penyelesaian.

Cok Bagus berharap persoalan ini segera dapat terselesaikan, agar tidak menimbulkan polemik yang berkepanjangan di internal keluarga Puri Satria. 

"Saya kenal (Pak Nyoman Suarsana, red) setelah ada transaksi. Kedua belah pihak, sebenarnya tidak ada masalah, ini kan karena ada pihak ketiga (pihak Budhi Moeljono, red). Itu saja yang bisa saya sampaikan, supaya di internal keluarga saya tidak salah,” jelas Cok Bagus

Komentar