nusabali

Warga Gugat Pemkab, BPN dan PT Prapat Agung

  • www.nusabali.com-warga-gugat-pemkab-bpn-dan-pt-prapat-agung

Sebanyak 16 warga mengklaim menguasai dan menggarap 16 hektare tanah negara yang kini sudah berstatus HGB PT Prapat Agung.

Sengketa Lahan di Batu Ampar, Desa Pejarakan, Gerogak


SINGARAJA, NusaBali
Belasan warga Desa Pejarakan, Kecamatan Gerogak menggugat Pemerintah Kabupaten Buleleng dalam kasus tanah negara di Pengadilan Negeri (PN) Singaraja, Jalan Kartini Singaraja. Belasan warga yang menamakan diri Kelompok 16 ini juga menggugat PT Prapat Agung dan Badan Pertanahan Buleleng.

Gugatan itu mulai memasuki sidang perdana melalui upaya mediasi pihak pengugat dengan pihak tergugat, Kamis (4/5) siang di PN Singaraja. Sidang  mediasi dipimpin Hakim Mediasi AAA Merta Dewi SH MH, dengan pihak pengugat dihadiri oleh Kuasa Hukum H Usman SH, pihak tergugat Pemkab Buleleng diwakili oleh Kuasa Hukum Ni Made Sumiati, pihak Badan Pertanahan, sedangkan pihak PT Prapat Agung tidak ada yang hadir.

Gugatannya sendiri dilayangkan oleh Kantor Advokat H Usman SH, pada 30 Januari 2017 lalu. Gugatan perdata tersebut kemudian dicatat oleh Pengadilan Negeri Singaraja dengan register nomor 54/Pdt.G/2017/PN Sgr. Dalam gugatan itu, tercatat ada 16 orang warga yang melayangkan gugatan melalui prinsipal mereka, yakni H Usman SH, dan I Nyoman Nika SH. Belasan warga itu adalah Komang Karya, 73; Nyoman Putra, 56; Nengah Kerti, 63; I Wayan Bakti, 44; I Made Tianis, 86; Sunarmi, 56; Sugiarto, 54; dan Mades Lastiya 58.

Selain itu ada pula Made Darma, 55; Gede Kariyasa, 46; Wayan Tiarsa, 55; I Wayan Pula, 56; Abdul Qadir, 50; Nyoman Suwitra, 50; Nengah Sri, 82; serta Pan Dana Roja, 75.

Belasan warga ini mengklaim telah menguasai dan menggarap lahan tanah negara seluas 16 hektare yang kini dikuasai oleh PT Prapat Agung melalui HGB yang dikeluarkan Pemkab Buleleng, sejak tahun 1960. Lahan seluas 16 hektare itu berlokasi di wilayah Banjar Dinas Batu Ampar, Desa Pejarakan.

Merasa telah mengelola turun temurun, Kelompok 16 ini mengajukan permohonan hak milik atas tanah itu kepada Kantor Pertanahan Buleleng. Namun permohonan itu tak diproses karena Kantor Pertanahan Buleleng menilai lahan itu telah diklaim oleh Pemkab Buleleng melalui Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Nomor 1 Desa Pejarakan. Luas lahan dalam HPL itu mencapai 45 hektare, termasuk di antaranya adalah 16 hektare yang kini digugat Kelompok 16.

Di atas lahan HPL Nomor 1 Desa Pejarakan itu, Pemkab Buleleng kemudian mengeluarkan Hak Guna Bangunan (HGB) kepada tiga perusahaan, masing-masing PT Bali Coral Park seluas 20 hektare, PT Prapat Agung 16 hektar, dan PT Tekad Adnika Darma seluas 30 hektare.

Warga sendiri mengklaim telah mengelola lahan yang kini dikuasai oleh PT Prapat Agung, atas dasar HGB Nomor 2 yang kemudian diperbaharui dengan HGB Nomor 10. “Ini tanah negara yang dikuasai petani sejak sebelum tahun 1960. Kemudian tanah itu, pada saat kita ajukan permohonan pada BPN, lahan itu diklaim oleh pemda bahwa tanah itu lahan HPL Nomor 1 di atas lahan seluas 45 hektare. Di atas lahan itu, pemda memberikan perjanjian dengan PT Prapat Agung untuk mendirikan bangunan sehingga terbit HGB seluas 16 hektare,” jelas kuasa hukum para penggugat H Usman.

Usman menilai penerbitan HPL itu tidak sesuai aturan. Lantaran sesuai undang-undang, yang berhak atas lahan itu adalah petani yang sejak lama mengelola lahan tersebut. Selain itu Usman juga menilai ada beberapa hal yang janggal dalam penerbitan HPL itu. Salah satunya Surat Sekkab Buleleng tanggal 21 Januari 2015 yang mencatat HPL Nomor 1 diperoleh berdasarkan membeli dengan harga nol rupiah.

Surat itu bertentangan dengan surat Sekprov Bali tanggal 30 Maret 2015 yang mencatat HPL Nomor 1 diperoleh berdasarkan hibah. “Karena fakta-fakta itu, petani menuntut agar HPL dan HGB itu dibatalkan. Selanjutnya agar hak atas tanah itu kembali kepada petani,” kata Usman.

Sementara Kuasa Hukum Pemkab Buleleng, Ni Made Sumiati menyatakan, pihaknya masih mendengar dan mengkaji lagi permintaan para penggugat. Sumiati menyatakan para penggugat sebenarnya mengakui bahwa objek yang masuk sengketa saat ini adalah tanah negara. “Jadi mereka ingin menguasai dan memiliki tanah yang diakui bahwa itu tanah negara. Mereka keberatan di atas tanah itu ternyata ada HPL dan HGB,” kata Sumiati.

Lebih lanjut Sumiati mengatakan, pihaknya akan melihat lebih jauh proses mediasi yang berlangsung, karena selama mediasi yang terlibat adalah prinsipal langsung. “Permintaan para penggugat sudah kami catat, rekam, dan kami akan diskusi dengan prinsipal,” akunya Sumiati. Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan mendegarkan penjelasan dari pihak tergugat. *k19

Komentar