nusabali

Perjuangan Dana Perimbangan Kandas

Dewan Bali Sebut Kelengahan Mengawal di Senayan

  • www.nusabali.com-perjuangan-dana-perimbangan-kandas

‘Jadi dana perimbangan hilang, berubah menjadi hubungan keuangan daerah dan pusat yang menghilangkan peluang Bali’

DENPASAR,NusaBali
Perjuangan Bali untuk mendapatkan dana perimbangan
dari sektor pariwisata melalui revisi Undang-Undang (UU) Nomor 33 tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah kandas. .

Hal ini menyusul diberlakukannya UU Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan
Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Wakil Ketua DPRD Bali
dari Fraksi Golkar Nyoman Sugawa Korry mengatakan ada kelengahan dalam
pengawalan di senayan (DPR RI), sehingga Bali gagal mendapatkan dana
perimbangan dari sektor pariwisata tersebut

Kata Sugawa Korry, UU Nomor 1 tahun 2022 ini mencabut UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.  

Selama ini, kedua Undang-Undang ini yang mempengaruhi pendapatan Propinsi Bali dari sektor pariwisata. Menurut Sugawa Korry, masih mendingan ada UU 33/ 2004. Karena peluang mendapatkan dana bagi hasil dari pariwisata masih ada. Namun, kini perjuangan mendapatkan dana dari pariwisata itu gagal direbut karena DPR RI tidak mengawal.

"Dulu kita berjuang agar UU 33/2004 direvisi karena sangat merugikan Bali. Dalam UU 33/2004  menyebutkan, dana bagi hasil diatur berdasarkan sumber daya alam dan sumber daya lainnya. Kita tidak punya sumber daya alam berupa tambang. Tapi kita punya alam yang indah yang menjadi objek wisata sebagai sumber daya lainnya,” ujar Sugawa Korry, di Denpasar, Rabu (12/10) malam.

Ketua DPD I Golkar Bali ini menegaskan lahirnya UU 1/ 2022 kini menghapus dana perimbangan pusat dan pemerintah daerah menjadi hubungan keuangan daerah dan pusat. “Jadi dana perimbangan hilang, berubah menjadi hubungan keuangan daerah dan pusat yang menghilangkan peluang Bali. Bali makin lemah jadinya. Ini kealpaaan DPR RI mengawal di Jakarta," imbuh politisi asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng ini.

Terus bagaimana dengan Bali  yang selama ini telah banyak dapat program infrastruktur dari pusat? “Memang Bali diberikan program infrastruktur berupa jalan tol dan lainnya, tetapi itu kebijakan, karena Presiden Jokowi menang di Bali saat Pilpres 2019. Beda cerita kalau sudah Undang-Undang yang mengaturnya, sehingga dana bagi hasil menjadi hak Bali secara utuh,” tegas Sugawa Korry.

Kata dia, pariwisata Bali dengan adat dan budaya sebagai penyangga kini tidak ada yang membiayai. Retribusi Daerah yang diatur dalam Perda (Peraturan Daerah) belum juga menjamin adat dan budaya Bali bisa dibiayai. “Karena retribusi itu disebutkan sukarela. Wisatawan bisa memberikan bisa tidak. Maka alternatif dengan rasa keadilan harus diperjuangkan. Karena pariwisata Bali memberikan andil untuk devisa negara. Memang dampak pariwisata kita dapat peluang kerja, ekonomi jalan, tetapi ada UU baru, malah nggak berpihak ke Bali,” tegasnya.

Sebelumnya, anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP I Gusti Agung Rai Wirajaya mengatakan  UU Nomor 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) yang diberlakukan sebenarnya juga mengatur dana bagi hasil dari pariwisata. Namun pengaturannya secara umum untuk seluruh Indonesia. “UU HKPD ini kan mengatur NKRI,” ujar politisi asal Kelurahan Peguyangan, Kecamatan Denpasar Utara ini, kepada NusaBali belum lama ini.

Ketika ditanya soal pariwisata Bali yang menghasilkan devisa hampir Rp 140 triliun disetorkan ke pusat, Rai Wirajaya mengatakan tidak ada. “Saya sudah cek ke Kementerian Keuangan, tidak ada itu (Rp 140 triliun) disetor ke kas negara. Ada salah kaprah soal dana Rp 140 triliun ini,” ujar Rai Wirajaya.*nat

Komentar