nusabali

Pecaruan Bukan Sekadar Damaikan Bhuana Agung, Tetapi Bhuana Alit Juga

  • www.nusabali.com-pecaruan-bukan-sekadar-damaikan-bhuana-agung-tetapi-bhuana-alit-juga

MANGUPURA, NusaBali.com – Bhuta Yadnya berupa pecaruan bukan hanya untuk mendamaikan kekuatan negatif alam semesta (bhuana agung) tetapi juga memurnikan kembali keangkuhan dalam diri manusia (bhuana alit).

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Badung I Gede Rudia Adiputra menegaskan bahwa pecaruan tidak pernah dimaksudkan untuk mengusir para bhuta tetapi mengajak mereka ‘berteman’ dengan menetralisir kekuatan negatifnya menjadi energi positif.

“Kita tidak pernah mengusir bhuta kala. Bhuta kala bukan musuh tetapi energi negatif yang harus dinetralisir,” kata Rudia pada saat memberikan dharma wacana singkat serangkaian upacara Karipubaya di area depan Mangu Praja Mandala, Puspem Kabupaten Badung, Selasa (23/8/2022).

Kata Rudia, kekuatan bhuta itu layaknya api, jika diminimalisir kekuatan negatifnya maka bisa dimanfaatkan untuk hal-hal positif seperti memasak, penerangan, dan lainnya. Sederhananya, dengan pecaruan, kekuatan bhuta sudah bisa dikendalikan dengan baik dengan catatan memenuhi tiga hal yakni tatwa, susila, dan upacara.

Yadnya yang berdasarkan ketatwaan artinya pengorbanan suci itu sudah sesuai dan mengikuti sastra yang ada. Kemudian, yadnya tersebut hendaknya beradab atau didasarkan atas etika.

Setelah memenuhi dua hal tersebut maka dituangkanlah ke dalam sebuah ritual yang sastra dan etika, yakni upacara.

Namun yang terpenting dari upacara pengeruakan (ruatan) seperti ini adalah pengeruatan diri sendiri. Sebab, kata Rudia, musuh sejati manusia ada di dalam diri sendiri yang disebut Sad Ripu. Musuh tersebutlah yang harusnya didamaikan terlebih dahulu.

Bagian ‘meruat manusianya’ inilah yang dikatakan sulit sebab jika sudah dikendali ego maka kekuatan atau energi positif yang terpancar dan tersebar ke lingkungan pengeruatan tidak akan masuk ke dalam sanubari manusianya.

Sebab, energi positif pengeruatan ini layaknya aliran listrik. Jika manusianya sudah seperti isolator atau Rudia menyebutnya sebagai karet maka aliran listrik tersebut tidak akan mampu mengalir melalui benda isolator tersebut.

“Jika para bhuta kala sudah mampu dinetralisir oleh puja Ida Pedanda, sudahkan kita manusia menetralisir ego sendiri?” ujar Rudia secara retorik di hadapan perwakilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintahan Kabupaten Badung yang hadir dalam upacara pengeruatan tersebut.

Rudia menekankan sebagai abdi negara sangat penting mampu mentralisir ego dan musuh dalam diri agar tidak terjerumus dan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Oleh karena itu, sangat penting bagi seseorang untuk berwidya (berpengetahuan) lantaran awidya (tidak berpengetahuan) hanya akan membawa kesengsaraan dalam hidup.

Dalam beryadnya, awidya pun hanya akan merusak pengorbanan suci tersebut sebab dilakukan dengan cara yang asal-asalan dan tidak diresapi makna dari setiap rangkaiannya.

Terdapat tiga hal yang hendaknya diketahui yang punya hajatan yadnya sebelum hal tersebut dilakukan, yakni iksha, sakti, dan desa. Pertama, yadnya yang akan dilaksanakan mestinya diketahi apa fungsi dan makna dari pelaksanaan yadnya tersebut.

Kedua, hendaknya yadnya tersebut dilakukan sesuai dengan sakti (kemampuan) masing-masing untuk besaran yadnya baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Terakhir, tempat dari yadnya tersebut perlu dipertimbangkan untuk memberikan kesan yang optimal terhadap lingkungan sekitarnya.

Dengan demikian, pecaruan bukan hanya untuk mendamaikan bhuana agung dengan menetralisir bhuta kala tetapi juga dan lebih ditekankan untuk mendamaikan bhuta kala yang ada dalam diri sendiri. *rat

Komentar