nusabali

Pecaruan Nawa Gempang Lebur Gangsa Digelar di Jembatan Titi Gantung, Cau Belayu, Tabanan

Ditanam 118 Jenis Tumbuhan, Berharap Tak Lagi Jadi Tempat Ulah Pati

  • www.nusabali.com-pecaruan-nawa-gempang-lebur-gangsa-digelar-di-jembatan-titi-gantung-cau-belayu-tabanan

Menurut cerita yang beredar di Jembatan Titi Gantung memang dikenal tenget, pada rahina tertentu seperti Kajeng Kliwon kerap muncul penampakan wanita cantik.

TABANAN, NusaBali
Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga, Tabanan menggelar upacara khusus berupa Pecaruan Nawa Gempang Lebur Gangsa di Jembatan Titi Gantung pada Buda Wage Kelawu, Rabu (3/5). Pada pecaruan khusus ini ada 118 tanaman yang ditanam di areal jembatan. Dengan digelarnya upacara khusus ini Jembatan Titi Gantung diharapkan tak lagi menjadi tempat orang lakukan aksi ulah pati (bunuh diri). 

Prosesi pecaruan di Jembatan Titi Gantung, penghubung sekaligus perbatasan antara Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga, Tabanan dengan Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung ini dimulai sejak pukul 06.00 Wita. Lalu upacara inti digelar pada pukul 09.00 Wita dipuput Ida Pedanda Griya Gede Babakan. 

Dalam prosesi ini dihadiri langsung Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace, Wakil Bupati Tabanan I Made Edi Wirawan, wakil rakyat dari Kecamatan Marga dan sejumlah pejabat lainnya ikut menyaksikan prosesi upacara tersebut. Perbekel Cau Belayu, I Putu Eka Jayantara mengatakan prosesi upacara berlangsung lancar. Harapannya setelah diselenggarakan upacara khusus ini Jembatan Titi Gantung tak lagi dijadikan tempat bunuh diri. 

"Semoga hal buruk tak terulang kembali, dan cukup segitu saja," jelasnya di sela upacara. Kata dia, upacara Caru Nawa Gempang Lebur Gangsa ini memang khusus. Salah satunya nasi segehan berbentuk singa, ular hingga naga sesuai dengan penjuru mata angin. Kemudian dilengkapi dengan sarana anjing blangbungkem. "Karena khusus Caru Nawa Gempang ini tidak ditanam melainkan dirarung di sungai setempat," jelasnya.

Tak hanya itu hasil dari pengamatannnya dalam proses pecaruan ini turut pula ditanam sarana upacara berupa 118 jenis tumbuhan. Mulai dari tumbuhan kebun, tumbuhan bunga, hingga tumbuhan di hutan. "Sarana ini ditanam di sisi barat jembatan," ujar Eka Jayantara. Sebelumnya dijelaskan persiapan upacara yang terbilang besar ini dikoordinasikan dengan Gubernur Bali mengingat Jembatan Titi Gantung adalah milik Provinsi Bali. Selain itu juga sudah berkoordinasi dengan Bupati Badung mengingat jembatan tersebut adalah akses penghubung warga Tabanan khususnya Cau Belayu dengan Desa Sangeh, Badung. 

"Untuk melaksanakan upacara ini kami sisihkan dana dari desa, namun kami juga akan membuka donatur untuk lancarnya upacara," katanya. Dia berharap dengan sudah digelarnya upacara ini, tidak ada lagi peristiwa yang sama. Artinya Jembatan Titi Gantung hanya digunakan sebagai akses jalan umum saja tidak digunakan sebagai tempat yang aneh-aneh. "Mudah-mudahan dengan digelarnya upacara khusus ini tidak ada lagi kejadian serupa. Karena seingat saya sudah ada 5 kasus kejadian ulah pati di sini," ungkap Eka Jayantara. 


Lagi pula sesuai informasi dan cerita yang beredar, Jembatan Titi Gantung ini memang dikenal tenget (angker). Sebab saat hari-hari tertentu seperti Kajeng Kliwon ataupun rahinan Hindu di Bali lainnya kerap muncul penampakan wanita cantik. "Kadang kalau muncul wanita cantik ini tahu-tahu sudah naik motor pengendara dan sudah kita bonceng. Tapi ini menurut cerita entah benar atau tidak. Kalau saya sendiri jujur belum pernah melihat karena ini menurut cerita," jelasnya. 

Dia menjelaskan Jembatan Titi Gantung ini dibangun tahun 2012 dan peresmiannya tahun 2013. Sebelum adanya Jembatan permanen di sebelah utaranya sekitar 50 meter dibangun jembatan gantung dari bambu yang fungsinya sebagai penghubung dua desa. Makanya sekarang jembatan permanen ini disebut Jembatan Titi Gantung. "Dulu jembatan bambu dibangun di bawah Pura Titi Gantung langsung tembus ke wisata Tanah Uug (Desa Sangeh). Dulu Tanah Uug ini tempat wisata, namun sekarang kayaknya kurang berkembang," beber Eka Jayantara. 

Mengenai Pura Titi Gantung karena namanya sama dengan jembatan memang berada di wilayah Desa Cau Belayu dan diempon oleh Puri Belayu. Konon menurut cerita kata Jayantara, Pura Titi Gantung ini dulunya adalah pedukuhan milik Dukuh Sakti. Suatu hari putra Raja Puri Belayu melakukan perburuan di sekitaran wilayah Marga sampai kemalaman hingga menginap di pedukuhan. 

Selama menginap, Ki Dukuh ini memberikan jamuan makan. Sampai akhirnya putra raja dan prajuritnya pulang ke Puri Belayu. Namun dalam perjalanannya ada yang memfitnah Ki Dukuh Sakti disebutkan memberikan putra raja dalam jamuannya lungsuran. Memang saat itu Ki Dukuh akan persiapan upacara di pedukuhannya, namun belum dimulai dan baru akan dilaksanakan. "Atas informasi itu marahlah Raja Puri Belayu hingga mendatangi Ki Dukuh lengkap dengan para patih hendak membunuh," cerita Eka Jayantara. 

Karena merasa tak bersalah Ki Dukuh ini tak gentar dengan ancaman Raja Puri Belayu. Apalagi Ki Dukuh ini terkenal Sakti kebal dengan senjata apapun. Hingga akhirnya sang raja kena pastu bahwa Ki Dukuh mau menghilang asalkan Sang Raja harus menyembah Ki Dukuh. "Dengan kondisi itu sampai sekarang Pura Titi Gantung ini diempon oleh Puri Belayu. Makanya setiap odalan nemuning Purnama Kedasa Puri Belayu melaksanakan upacara. Dan keris yang digunakan hendak membunuh itu masih ada sekarang dan biasanya ketika odalan ada iring-iringan dari Puri Belayu dibawa ke Pura Titi Gantung. Namun keturunan dari Ki Dukuh juga sekarang ikut melakukan persembahyangan," cerita Jayantara. 7 des

Komentar