nusabali

Paksebali Budidayakan Ulat Maggot

  • www.nusabali.com-paksebali-budidayakan-ulat-maggot

SEMARAPURA, NusaBali
Desa Paksebali, Kecamatan Dawan, Klungkung, membuat sebuah inovasi dalam mengurai sampah organik dengan mengembangkan budidaya ulat maggot.

Selain mengurai sampah organik, maggot juga bernilai ekonomis karena bisa digunakan untuk pakan ikan dan pakan ternak. Minyak maggot juga bisa dipakai produk kosmetik.

Budidaya maggot di Desa Paksebali, sejak 2 bulan hasil perkembanganbiakannya pun bagus, namun masih dipakai untuk pakan budidaya lele di desa setempat. Perbekel Desa Paksebali, I Putu Ariadi, mengatakan dalam pengelolaan sampah organik selama ini sudah diolah menjadi pupuk organik, dan pelet untuk bahan bakar listrik, dan pelet untuk bahan bakar rumah tangga. Kini dilakukan terobosan dengan mengembangkan budidaya maggot untuk mengurai sampah organik tersebut. "Maggot ini juga bisa dipakai pakan ternak, pakan ikan, dan kosmetik, sehingga memiliki nilai ekonomis," ujar Ariadi, Jumat (2/9).

Proses budidaya maggot di Desa Paksebali sendiri diawali dengan penyiapan sebuah tempat selias 2 meter x 3 meter di lokasi TPS 3R (reuse, reduce, recycle). Kemudian dilanjutkan memancing lalat hitam atau black soldier fly (BSF) atau lalat penghasil maggot agar bertelur. Setelah menjadi larva dan berkembang maggot itu diberikan pakan dari sampah organik, dan sampah itu akan diurai menjadi butiran kecil. "Kita gunakan permentasi buah nangka untuk memancing lalat BSF," imbuh Ariadi.

Selama 2 bulan mengembangkan maggot hasil pertumbuhannya sangat bagus, namun sejauh ini masih digunakan untuk pakan budidaya lele di Desa Paksebali, di mana budidaya ini salah satu upaya untuk mendukung program ketahanan pangan. "Kita tengah siapkan tempat yang lebih besar 8 meter x 8 meter untuk budidaya maggot," kata Ariadi.

Desa Paksebali, Kecamatan Dawan sendiri merupakan salah satu Khusus di Desa Paksebali, pengelolaan sampah berbasis sumber telah berproses sejak tahun 2015 lalu. Hal ini sebagai solusi dari masalah sampah di Desa Paksebali, mengingat banyak warga setempat ketika itu masih membuang sampah sembarangan di selokan/drainase. Akibatnya, pas musim hujan terjadilah banjir di mana sampah pun meluber di jalan hingga masuk ke areal SD.

sian. "Bertolak dari masalah tersebut, kita mengajak masyarakat berperan aktif, agar tidak membuang sampah sembarangan," ungkap Ariadi.

Sampai akhirnya pada 2018, mulai masuk program TPS 3R yakni mengolah sampah organik menjadi pupuk. Setahun kemudian, Desa Paksebali menerapkan program Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS). TOSS di Desa Paksebali ini mampu mengolah sampah menjadi pelet untuk sumber tenaga listrik, yang diolah oleh Indonesia Power. Menurut Putu Ariadi, hal ini diiringi pula dengan pemilahan sampah organik dan non organik dari masing-masing rumah tangga. *wan

Komentar