nusabali

Desa Adat Taro Kelod Eksekusi Tanah Ayahan Desa

Eksekusi Saat Ngembak Gni, Keluarga Jro Mangku Warka Tidak Diusir

  • www.nusabali.com-desa-adat-taro-kelod-eksekusi-tanah-ayahan-desa

GIANYAR, NusaBali
Desa Adat Taro Kelod, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar eksekusi tanah ayahan desa seluas 8 are yang ditempati mantan pamangku Pura Puseh lan Bale Agung, Jro Mangku Ketut Warka.

Eksekusi langsung dilakukan hanya berselang 1 jam pasca berakhirnya Catur Brata Panyepian Tahun Baru Saka 1944 pada Sukra Wage Wayang, Jumat (4/3) pagi. Krama Desa Adat Taro Kelod langsung tumpah ruah berkumpul di Nista Mandala Pura Puseh lan Bale Agung sekitar 1 jam setelah Ngembak Geni Nyepi, Jumat pagi pukul 07.00 Wita. Krama berkumpul setelah kulkul (kentongan adat) dibunyikan terkait penerapan sanksi adat terhadap keluarga Jro Mangku Ketut Warka.

Eksekusi dilaksanakan sesuai dengan Surat Keputusan Desa Adat Taro Kelod Nomor 06/DA.TRKL/III/2022. Berdasarkan SK Desa Adat Taro Kelod tersebut, keluarga Jro Mangku Ketut Warka diberikan batas akhir untuk mengosongkan tanah ayahan desa hingga Ngembak Geni Nyepi Tahun Baru Saka 1944, Jumat, 3 Maret 2022.

Namun, SK tersebut tidak digubris oleh keluarga Jro Mangku Warka, sehingga Desa Adat Taro Kelod pun langsung bergerk melakukan eksekusi. Dalam eksekusi kemarin, krama memasang spanduk kepemilikan tanah, kemudian menaruh sejumlah bambu dan perlengkapan upacara di tanah ayahan desa tersebut.

Bendesa Adat Taro Kelod, Ketut Subawa, memastikan eksekusi tersebut tidak menggunakan cara-cara anarkis. Desa adat juga tetap memberikan akses keluar masuk rumah pada keluarga Jro Mangku Ketut Warka. "Tidak ada sanksi pengusiran," tegas Bendesa Ketut Subawa.

Ketut Subawa menyebutkan, awal mula persoalan ini tidak terlepas dari sejarah Desa Adat Taro Kelod, yang dibangun jauh sebelum Indonesia merdeka. Desa Adat Taro Kelod dibangun oleh 50 kepala keluarga (KK). Hingga saat ini, keturunan 55 KK pendiri Desa Adat Taro Kelod tersebut masih menempati karang ayahan desa atau lahan adat, seperti pertama kali desa ini dibangun.

"Semua 50 KK krama yang membangun Desa Adat Taro Kelod sebelum Indonesia merdeka, ngemong karang ayahan desa. Ada daftar nama-nama yang tertera di Bale Agung. Tapi, dari 50 KK itu sekarang sudah berkembang jadi banjar dan mereka tetap menempati karang ayahan sesuai daftar di Bale Agung," terang Subawa.

Seiring berjalannya waktu, karang ayahan desa milik keluarga I Sabit diklaim oleh karma bernama I Ketut Warka---yang kemudian menjadi Pamangku Pura Puseh lan Bale Agung, Desa Adat Taro Kelod. Bahkan, I Sabit yang termasuk krama kurang mampu sampai digugat ke pengadilan. Dalam persidangan di pengadilan, I Sabit kalah perkara sehingga diminta meninggalkan tanah tersebut oleh Jro Mangku Ketut Warka. Ketika itulah Desa Adat Taro Kelod turun tangan.

Menurut Subawa, dalam persidangan di pengadilan, Jro Mangku Warka membawa saksi palsu yang menyebut bahwa I Sabit baru menempati karang ayahan desa selama 25 tahun. Padahal, keluarga I Sabit sudah turun temurun menempati karang ayahan desa tersebut.

"Beliau (Jro Mangku Warka, Red) menggugat lewat pengadilan melawan orang miskin, menggunakan saksi yang notabene iparnya sendiri. Saat bersaksi di pengadilan mengaku tidak ada hubungan keluarga,” papar Subawa.

“Dalam kesaksiannya, diikatakan bahwa I Sabit baru tinggal di sana selama 25 tahun. Padahal setahu kami, keluarga I Sabit secara turun temurun sudah di sini. Bahkan, orang yang usianya lebih tua dari saya juga bilang demikian. Saksi (palsu) itu juga telah mengakui kesalahannya dan dikenakan denda adat," lanjut Subawa.

Sementara, eksekusi tanah ayahan desa yang dikuasai Jro Mangku Warka, kata Subawa, dilakukan karena mantan pamangku Pura Puseh lan Bale Agung itu tidak pernah menyadari kesalahan-kesalahan yang diperbuat. Semua teguran yang dilayangkan desa adat, tidak pernah dihiraukan. Karenanya, krama setempat tidak bisa lagi mengajak Jro Mangku Warka sebagai krama Desa Adat Taro Kelod.

"Maka itu, tanah adat yang beliau tempati diminta kembali oleh Desa Adat Taro Kelod. Apalagi, peringatan telah diberikan pihak desa adat sejak tahun 2019 lalu," tandas Subawa.

Meskipun tanah ayahan desa yang ditempatinya dieksekusi, menurut Subawa, pihaknya tidak merobohkan bangunan milik keluarga Jro Mangku Warka. Pasalnya, krama adat hanya mencabut ‘hak tanah ayahan desa’ yang ditempati Jro Mangku Warka. Saat ini, tanah tersebut digunakan untuk menaruh material sisa upacara, seperti bambu. Akses jalan masuk ke rumah Jro Mangku Warka juga tetap disediakan.

"Kami juga manusia, tidak semena-mena. Kami langsung pergunakan tanah itu untuk menempatkan material sisa karya. Tidak ada pengusiran, akses jalan tetap ada. Tapi, jika yang bersangkutan (Jro Mangku Warka) itidak mengindahkan kami, nanti akan dilakukan paruman lagi untuk membahas masalah pengusiran," warning Subawa.

Menurut Subawa, eksekusi tanah ayahan desa yang ditempati Jro Mangku Warka sesuai dengan isi awig-awig Palet 6 Pawos 33 poin ke-3 yang berbunyi ‘Silih tunggil krama desa celed ring ayah, wenang katiwakin paminda natutin paswara. Yening jantos awarsa celed ring ayah miwah pawedal nenten sangkaning panugrahan prajuru desa, wenang wiadin tanah punika kedaut oleh krama desa’.

Selain itu, eksekusi dilakukan berdasarkan hasil keputusan paruman krama Desa Adat Taro Kelod tanggal 7 Februari 2022 lalu. Sesuai paruman, pihak Desa Adat Taro Kelod telah memberikan Surat Peringatan SP1, SP2, dan SP3 kepada keluarga Jro Mangku Warka, yang pada intinya berisi tuntutan. Namun, sejumlah tuntutan Desa Adat Taro Kelod tid dihiraukan oleh keluarga Jri Mangku Warka. Salah satunya, tuntutan agar mencabut gugatan permohonan eksekusi tanah PKD yang ditempati keluarga I Sabit. Selain itu, Jro Mangku Warka juga tidak bersedia mengakui kesalahannya sekala niskala telah mengklaim tanah ayahan yang ditempati keluarga I Sabit.

Karena keluarga Jro Mangku Warka tidak mengindahkan surat peringatan tersebut, maka pihak Desa Adat Taro Kelod memberikan Surat Keputusan Nomor 06/DA.TRKL/III/2022. Pada intinya, surat keputusan ini memohon kepada Jro Mangku Warka agar mengosongkan tanah ayahan desa yang ditempati sampai batas waktu Ngembak Geni Nyepi, Jumat kemarin.

Sebagai tanda bahwa tanah ayahan desa yang ditempati Jro Mangku Warka sudah diambil-alih oleh Desa Adat Taro Kelod, maka kemarin krama bergotong royong memindahkan bambu dan material bekas upacara yang sebelumnya berada di sebelah barat Pura Puseh lan Bale Agung ke halaman depan rumah yang bersangkutan. Pemindahan material dilakukan Jumat pagi sekitar pukul 09.00 Wita.

Krama bersama prajuru adat dan pecalang juga melaksanakan pemagaran bangunan warung milik Jro Mangku Warka dan memagari akses jalan yang berada di belakang sebelah tenggara pekarangan. Selanjutnya, sekitar pukul 10.00 Wita dilakukan pemasangan baliho di depan pekarangan rumah Jro Mangku Warka yang bertuliskan ‘Tanah ini milik Desa Adat Taro Kelod dengan Sertifikat Hak Milik No 03213 atas nama Desa Pekraman Taro Kelod’.

Sementara itu, beberapa waktu sebelumnya Jro Mangku Warka mengakui keluarganya kena sanksi adat, gara-gara memperjuangkan kepemilikan tanahnya hingga dua kali menang perkara di pengadilan. Menurut Jro Mangku Warka, semua berawal ketika dia hendak memperjuangkan tanah leluhur seluas 21 are.

Jro Mangku Warka memiliki bukti kuat kepemilikan tanah. Selama ini, tanah tersebut ditempati oleh seorang warga. “Awalnya, masalah perkara pribadi dengan I Sabit cs. Setelah di ranah pengadilan, kami selaku penggugat pada tahun 2017 memenangkan perkara. Kami atas nama I Ketut Warka,” ujar Jro Mangku Warka di rumahnya kawasan Desa Adat Taro Kelod, 11 Januari 2022 lalu.

Menurut Jro Mangku Warka, saat hendak mengeksekusi tanah tersebut, I Sabit melakukan upaya perlawanan di tingkat banding Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar hingga kasasi di Mahkamah Agung (MA). “Di tingkat PT dan MA, kami kembali menang,” katanya.

Disebutkan, saat hendak mengeksekusi tanah tersebut, pihak Desa Adat Taro Kelod masuk. Konon, desa adat mengklaim bahwa dari 21 are tanah tersebut, 8 are di antaranya merupakan Pekarangan Desa (PKD). “Sampai di sana, desa adat menggugat kami di pengadilan. Saat sidang di PN Gianyar, kami kembali memenangkan perkara dengan putusan NO,” kenang Jro Mangku Warka.

Setelah menang pengadilan buat kedua kalinya itulah, kata Jro Mangku Warka, keluarganya dikenakan sanksi adat sejak tahun 2019. “Semua kewajiban saya, termasuk urunan, arah-arahan, dan apa pun bentuknya diskup desa adat. Intinya, kami dibebaskan.”

Saat sanksi adat sudah dijatuhkan, kata Jro Mangku Warka, Desa Adat Taro Kelod kembali menggugat dengan bukti baru. “Lagi-lagi, perkara itu dimenangkan saya dengan putusan NO,” jelas putra Jro Mangku Warka, Wayan Gede Kartika. Kemudian, per 10 Desember 2021 lalu, saluran air bersih ke rumah keluarga Jro Mangku Warka juga diputus. Ini masih disusul dengan disumbatnya saluran air irigasi yang mengaliri sawah keluarga Jro Mangku Warka. *nvi

Komentar