nusabali

Kandas, Perjuangan Bali Dapat Dana Perimbangan

Rp 140 Triliun Tidak Masuk sebagai Devisa

  • www.nusabali.com-kandas-perjuangan-bali-dapat-dana-perimbangan

DENPASAR, NusaBali
Perjuangan Bali untuk mendapatkan dana perimbangan keuangan dari sektor pariwisata, kandas di pusat.

Perjuangan gagal menyusul tidak dibahasnya Rancangan Undang-undang (RUU) Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI. Terungkap, 140 triliun uang dari sektor pariwisata yang disetor Bali per tahun, ternyata tidak masuk sebagai devisa.

Hal ini diungkapkan anggota Komisi XI DPR RI (membidangi pajak dan keuangan) dari Fraksi PDIP Dapil Bali, I Gusti Agung Rai Wirajaya, saat dihubungi NusaBali di Denpasar, Rabu (14/12) pagi. Menurut Rai Wirajaya, RUU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah sebagai Revisi UU Nomor 33 Tahun 2004, tidak dibahas DPR RI.

Yang ada, kata Rai Wirajaya, adalah Undang-undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (UU HKPD). “Bahkan, UU HKPD itu sudah disahkan. Jadi, apalagi yang mau diperjuangkan?" ujar Rai Wirajaya.

Rai Wirajaya menyebutkan, Bali yang selama ini mengandalkan sektor pariwisata, ke depan hanya bisa berharap dari UU HKPD yang sudah disahkan DPR RI, Selasa (7/12) lalu. Dalam UU HKPD itu, dana bagi hasil dari pariwisata diatur secara umum. Pariwisata Bali tidak diatur secara detail dalam UU HKPD ini.

“Kan UU HKPD ini menyangkut seluruh NKRI. Jadi, RUU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (yang diperjuangkan itu, Red) lewat sudah. Saya yang tahu persis di Komisi XI DPR RI," tegas politisi senior PDIP asal Desa Peguyangan, Kecamatan Denpasar Utara yang sudah empat kali periode duduk di DPR RI Dapil Bali ini.

Lalu, bagaimana dengan pariwisata Bali yang selama ini menghasilkan devisa Rp 140 triliun per tahun dan disetor ke pusat? Menurut Rai Wirajaya, pariwisata Bali tidak ada menghasilkan devisa Rp 140 triliun yang disetor ke pusat secara langsung. Rai Wirajaya sudah cek masalah ini ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu), ternyata tidal pernah Rp 140 triliun itu masuk secara langsung ke kas negara.

Rai Wirajaya membeberkan, sejumlah komponen pariwisata, beberapa anggota DPRD Bali, dan akademisi salah kaprah soal dana Rp 140 triliun dari pariwisata Bali. Devisa yang selama ini disebut-sebut disetor ke pusat sebesar Rp 140 triliun, kata dia, sebenarnya uang yang beredar di Bali dari transaksi wisatawan di Pulau Dewata.

Misalnya, turis menukar uang dolar saat berada di Bali, kemudian menginap dan membayar hotel, makan di restoran, belanja oleh-oleh, dan sebagainya. Nah, ketika diakumulasi selama setahun, biaya yang dikeluarkan turis selama di Bali jumlahnya tembus Rp 140 triliun.

"Jadi, yang dimaksud Rp 140 triliun itu transaksi di sektor pariwisata, bukan uang disetor gelondongan (dari pariwisata Bali) ke pusat. Sekali lagi, itu uang yang dibelanjakan di Bali oleh turis dan dinikmati pelaku pariwisata di Pulau Dewata. Jangan salah kaprah," tandas Rai Wirajaya.

Menurut Rai Wirajaya, Rp 140 triliun itu termasuk pajak hotel dan restoran yang dipungut pemerintah di kabupaten/kota. Rai Wirajaya sendiri mengaku sudah menyampaikan kepada para bupati/walikota masalah ini dalam beberapa kali sosialiasi RUU HKPD di Bali. “Saya sudah jelaskan panjang lebar kepada kawan-kawan bupati dan anggota DPRD di Bali,” jelas mantan Sekretaris DPD PDIP Bali ini.

Rai Wirajaya juga mengaku sering mematahkan argumentasi praktisi pariwisata di Bali tentang devisa Rp 140 triliun tersebut. Versi Rai Wirajaya, angka Rp 140 triliun itu juga sering menjadi bahan jualan politik, seolah-olah Bali berjuang mendapatkan hak-hak dari pariwisata.

"Sampai sekarang tidak pernah bisa ditemukan bukti-bukti bahwa Bali menyetorkan devisa dari pariwisata sebesar Rp 140 triliun. Kalau ada, masa saya duduk di Komisi XI yang membidangi keuangan dan pajak, tidak perjuangkan agar Bali dapat pembagian sebagai dana perimbangan pariwisata? Pasti saya perjuangkan itu," tegas Rai Wirajaya.

Ditanya soal pembagian bagi hasil pariwisata untuk Bali yang diatur dalam UU HKPD, menurut Rai Wirajaya, nantinya akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP). Namun. Bali dapat berapa, polanya seperti apa, itu masuh menunggu PP yang dikeluarkan pemerintah.

Rai Wirajaya menyebutkan, selama ini Bali sudah sangat diistimewakan urusan anggaran dari pusat, baik dalam hal Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun Dana Alokasi Umum (DAU). Belum lagi anggaran bantuan dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMN). "Termasuk tempo hari untuk pembangunan beberapa Gedung Majelis Desa Adat (MDA) itu, kan dari BUMN? Saya prediksi lebih dari Rp 25 triliun itu dapat Bali," unkap poliisi yang sempat satu periode duduk di Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Denpasar (1999-2004) ini.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Bali (yang membidangi keuangan dan pariwisata) Ida Gede Komang Kresna Budi, mengatakan Bali sudah menjadi ikon pariwisata Indonesia. Karenanya, Bali harus tetap mendapatkan perhatian dari pusat dalam regulasi terkait. "Ya, kawan-kawan di DPR RI-lah yang mengawal dana perimbangan pariwisata di pusat. Bali selama ini banyak berkontribusi kepada pusat," ujar Kresna Budi saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Rabu kemarin.

Kresna Budi mengatakan, pihaknya mendorong 9 wakil rakyat Bali di DPR RI supaya mengawal kepariwisataan Bali. Sebab, sampai saat ini Bali masih bertumpu pada sektor pariwisata. "Kita punya 9 wakil rakyat di pusat. Kalau mau, mereka pasti bisa memperjuangkan kepentingan Bali," tegas kader Beringin asal Kelurahan Liligundi, Kecamatan Buleleng yang juga menjabat Ketua DPD II Golkar Buleleng ini. *nat

Komentar