nusabali

Mengenal Film Pendek dan Kekuatan yang Ditawarkannya

  • www.nusabali.com-mengenal-film-pendek-dan-kekuatan-yang-ditawarkannya

DENPASAR, NusaBali.com - Mendengar kata film yang terbayang di pikiran kita barangkali adalah film-film yang ditayangkan atau pernah kita tonton di bioskop. Padahal ada jenis film lainnya, yang barangkali tidak bisa kita tonton di bioskop.

Film pendek umumnya tidak ditayangkan di bioskop. Durasi penayangannya pun biasanya dibatasi maksimal 40 menit. 

Berbeda dengan film panjang (feature film) yang ditayangkan di bioskop-bioskop, film pendek dapat kita jumpai di beberapa festival film, utamanya pada festival film pendek. Namun dengan kemajuan teknologi, kini film pendek pun dapat kita tonton dengan mudah secara online, bahkan di YouTube bisa ditonton secara gratis. 

“Kalau sekarang muncul layanan streaming online atau YouTube. Di YouTube pun banyak karya film pendek yang akhirnya dikeluarkan ke sana,” ujar Edo Wulia, 51, Direktur Minikino, organisasi yang secara reguler menyelenggarakan festival film pendek di Bali, Sabtu (30/10/2021). 

Edo mengatakan, salah satu penyebab film pendek belum sepopuler film panjang, akarnya dapat dilihat ketika film pertama kali masuk ke Indonesia. Menurutnya, sejak Indonesia merdeka, film-film yang masuk ke Indonesia didominasi oleh film-film komersial yang umumnya berdurasi lebih panjang dari film pendek. “Film masuk ke Indonesia tidak dalam konteks budaya, tapi dalam konteks komersial,” kata Edo yang mengaku menyukai film sejak kanak-kanak ini. 

Direktur Minikino, Edo Wulia.

Lebih jauh Edo mengatakan, film pendek sangat terkait erat dengan kritik kebudayaan ataupun kritik sosial. Dikatakannya, salah satu perbedaan film panjang dengan film pendek memang ada pada motif pembuatannya. Jika pada film panjang lebih mengedepankan komersialisasi, film pendek dibuat dengan lebih mempertimbangkan pesan-pesan atau kampanye yang ingin disampaikan daripada kepentingan komersial.

Selain soal durasi, tujuan, ataupun di mana dapat ditonton, perbedaan film pendek dan film panjang juga terlihat dari struktur, format, ataupun gaya bahasa yang digunakan. 

“Perbedaannya paling gampang dijelaskan dengan membandingkan antara puisi dan cerpen dengan novel. Di sana ada perbedaan struktur, bahkan penggunaan gaya bahasanya pun ketika kita membuat puisi atau cerpen itu tentu berbeda dengan membuat novel. Film pendek sebagai sebuah karya audio visual punya perbedaan-perbedaan format yang bisa dibandingkan dengan perumpamaan tadi,” ungkap Edo yang sebelum menggeluti dunia film awalnya belajar musik hingga ke Amerika Serikat.

Popularitas film pendek khusunya di Bali, ujar Edo, terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Minikino yang saat ini dipimpinnya, telah berdiri sejak 2002 dan sejak itu melihat peningkatan animo masyarakat Bali terhadap film pendek terus meningkat dari tahun ke tahun. “Menyenangkan makin lama masyarakat makin kenal dengan format ini,” kata dia. 

Minikino sendiri secara reguler mengadakan festival film pendek di Bali sejak tahun 2015. Selain menayangkan film pendek, kegiatan yang dilakukan juga meliputi bedah film, diskusi, yang juga sering melibatkan sutradara dari film yang ditayangkan. 

Edo berharap masyarakat lebih mengenal lagi dengan format film pendek beserta dengan kekuatan yang ditawarkannya. Dikatakan kekuatannya film pendek berbeda dengan film feature (film panjang). Jika film panjang lebih terkait dengan industri atau  ekonomi, di sisi lain film pendek lebih kepada soft politics, 

“Bagaimana hubungan antarnegara, ketika kita bertukar film pendek antara Indonesia dengan Jepang misalnya. Itu pertukaran budaya yang sebenarnya terjadi di sana, bukan sekadar kepentingan ekonomi,” tandas Edo.  *adi

Komentar