nusabali

Waspada, Hewan Peliharaan Berpotensi Menularkan dan Tertular Penyakit

  • www.nusabali.com-waspada-hewan-peliharaan-berpotensi-menularkan-dan-tertular-penyakit

DENPASAR, NusaBali.com - Memelihara hewan peliharaan di dalam keluarga tentunya dapat memberikan kesenangan tersendiri. Namun praktisi hewan memperingatkan potensi bahaya yang dapat diakibatkan dari hewan kesayangan kita.

Drh Soeharsono DTVS PhD, dokter hewan dari Klinik Canifeli Vet Bali menyebut ada potensi penularan penyakit hewan kepada manusia (zoonosis) jika hewan peliharaan tidak dirawat dengan baik. Demikian sebaliknya manusia juga dapat menularkan penyakit kepada hewan peliharaannya, apalagi di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini sudah terbukti jika hewan dapat tertular Covid-19 dari manusia.

“Sampai saat ini, publikasi jumlah penularan Covid-19 dari manusia ke hewan kesayangan ataupun hewan liar di kebun binatang relatif sangat sedikit, dibandingkan dengan jumlah penularan antarorang,” ujar dokter  Soeharsono, Selasa (28/9/2021).

Dokter Soeharsono mengatakan tingkat bahaya penularan dari manusia ke hewan sangat rendah. Penularan balik dari hewan ke manusia juga sangat sedikit, penyakitnya bersifat ringan, tanpa kematian. Oleh karena itu tidak perlu dicemaskan berlebihan.

Meski demikian, dari sisi kesejahteraan hewan (animal welfare), ia mengingatkan agar kita tidak boleh membiarkan hewan kesayangan, hewan liar, ataupun hewan ternak tertular Covid-19. “Butir ketiga dari kesejahteraan hewan menyatakan, hewan harus bebas dari rasa nyeri (sakit), kecelakaan, dan penyakit (freedom from pain, injury, and disease). Indonesia telah mengadopsi kesejahteraan hewan sehingga wajib menaati,” ujar mantan penyidik penyakit hewan tersebut.

Di Indonesia, ujarnya, cukup banyak pecinta pencinta kucing yang membawa kucingnya ke tempat tidur. Penyayang hewan piara, kata dia, perlu melakukan protokol kesehatan ketat apabila yang bersangkutan tertular Covid-19 ringan dan melakukan isolasi mandiri di rumah. Sebaiknya hewan kesayangan mereka dirawat orang lain yang sehat atau dititipkan di tempat penitipan hewan.

Menyinggung adanya jual beli anakan kera ekor panjang (Macaca fascicularis) di Pasar Burung Satria Denpasar, praktisi hewan kecil ini juga mengingatkan adanya kemungkinan kera tersebut menularkan penyakit rabies, karena asal-usul dari kera-kera tersebut juga tidak jelas.

Dikatakan, meski rabies lebih banyak ditularkan oleh anjing (98 persen) kepada manusia , potensi penularan dari kera seharusnya juga menjadi perhatian serius.

Sementara itu, hal yang sama juga disampaikan sebelumnya oleh aktivis perlindungan satwa liar dan kesejahteraan hewan dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Femke den Haas.

Melihat anakan kera ekor panjang diperjualbelikan bebas di pasaran ia mengingatkan jika kera yang dipelihara dapat meningkatkan risiko penularan penyakit dari hewan ke manusia maupun sebaliknya, misal penyakit TBC, rabies, dan virus lainnya. Seperti dugaan kemunculan virus SarsCov-2 atau Covid-19 yang kini merebak di seluruh dunia dari pasar hewan hidup di Wuhan, Tiongkok pada tahun 2019 lalu.

Den Haas juga mengingatkan kondisi hewan yang stres dan trauma dapat mengakibatkan serangan gigitan terhadap manusia. “Selain itu praktik perdagangan monyet ekor panjang ini jelas melanggar prinsip-prinsip kesejahteraan hewan,” ujarnya.

Dikatakannya, memasukkan hewan penular rabies (HPR) ke dalam Pulau Bali dilarang, mengacu pada Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 1696/2008, tentang Larangan Memasukan Anjing, Kucing, Kera, dan sebangsanya ke Provinsi Bali.

Selain itu penjualan hewan primata di pasar burung berpotensi besar melanggar KUHP Pasal 302 tentang penyiksaan hewan, UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan PP Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veterniner dan Kesejahteraan Hewan.

Kemudian cara memperoleh dan mengangkut monyet-monyet ini juga melanggar Peraturan Menteri Kehutanan No. P-63/Menhut-II/2013, tentang Tata Cara Pengambilan Spesimen Tumbuhan dan Satwa Liar. *adi

Komentar