nusabali

Mahasiswa Berpikir Radikal, Rektor Tanggungjawab

  • www.nusabali.com-mahasiswa-berpikir-radikal-rektor-tanggungjawab

Kepedulian dosen, dekan, rektor penting, termasuk pergaulan sama teman mahasiswa. Jika sudah memisahkan diri, membuat kelompok eksklusif, laporkan.

SEMARANG, NusaBali

Rektor universitas baik negeri maupun swasta kini memiliki tugas penting agar para mahasiswanya tidak terjebak paham radikalisme. Menristek Dikti, Mohamad Nasir, pun menyiapkan regulasi terkait sanksi bagi pemimpin universitas jika ada mahasiswanya yang tidak terpantau dan mengikuti paham radikalisme.

Hal itu diungkapkan Nasir usai kuliah umum dan Deklarasi Semangat Bela Negara di Auditorium Universitas Negeri Semarang (Unnes). Nasir mengatakan, regulasi untuk langkah antisipasi menyebarnya paham itu di wilayah kampus sudah mulai dilakukan. "Langkah antisipasi kami bersama kementerian lain menyiapkan regulasi untuk antiradikalisme ini. Kurikulum sudah dimasukkan 2016, masukkan bela negara dan wawasan kebangsaan. Empat pilar harus dijaga, yaitu NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika," kata Nasir, Sabtu (6/5).

Menurutnya, rektor bertanggungjawab jika ada mahasiswa atau bahkan dosen yang terjebak paham radikalisme. Seharusnya sudah ada deteksi dini sebelum paham tersebut merebak. "Rektor bertanggungjawab terhadap ini. Ada radikalisme di kampus rektor tanggungjawab baik terjadi pada dosen atau mahasiswa. Nanti ada (sanksi), nanti buat regulasi sesuai sanksi hukum yang ada," tegas Nasir.

Sementara itu Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Suhardi Alius, mengatakan generasi muda harus steril dari hal negatif. Tidak hanya radikalisme tetapi juga narkoba dan lainnya. Oleh sebab itu dosen, dekan, rektor harus bisa mendeteksi jika ada mahasiswa menunjukkan tanda-tanda berbeda. "Kepedulian ditingkatkan oleh dosen, dekan, rektor terhadap dinamika di kampus ini. Sehingga terdeteksi sejak dini. Banyak fenomena harus dicermati harus ambil langkah," kata Suhardi dilansir detik.com.

Paham radikalisme, kata Suhardi, mudah masuk berkat kemajuan teknologi. Sehingga rekan-rekan sesama mahasiswa juga harus ikut aktif memperhatikan dan melaporkan jika melihat teman-temannya mulai menunjukkan tanda-tanda. "Teknologi informasi itulah yg bisa masuk. Sekarang baiat bisa online. Kepedulian dosen, dekan, rektor penting, termasuk pergaulan sama teman mahasiswa. Jika sudah memisahkan diri, membuat kelompok eksklusif, laporkan. Perlu waktu lama radikalisme itu, bisa bulan bisa tahun. Cikal bakalnya bisa teredeteksi," jelasnya. *

Komentar