nusabali

Bupati Rancang Perbup Kestabilan Harga

Agar Petani di Tabanan Tidak Dipermainkan Tengkulak

  • www.nusabali.com-bupati-rancang-perbup-kestabilan-harga

TABANAN, NusaBali
Inilah salah satu wujud keperpihakan Pemkab Tabanan di bawah Bupati I Komang Gede Sanjaya terhadap petani.

Bupati Sanjaya berencana terbitkan Peraturan Bupati (Perbub) yhang mengatur tentang stabilitas harga pangan petani. Regulasi ini dibuat untuk menjaga kestabilan harga, jangan sampai harga hasil pertanian pasca panen dibeli murah oleh tengkulak.  

Bupati Sanjaya menyebutkan, permasalahan harga jual dibeli murah oleh tengkulak selama ini memang menjadi momok yang belum memiliki solusi permanen. Apalagi, saat masa panen di mana ketersediaan pangan yang melimpah, tengkulak leluasa menawar dengan harga yang tidak wajar.

Menurut Bupati Sanjaya, Perbup Kestabilan Harga Jual Pasca Panen menjadi solusi untuk hindari jerat tengkulak. Perbuk ini segera akan digodok. “Ini penting dilakukan untuk mengatasi permasalahan petani di hilir ketika pasca panen. Petani kita sering menemui kendala ketika pasca panen, di mana seringkali harga pangan yang dihasilkan ditawar rendah oleh tengkulak,” terang Bupati Sanjaya di Tabanan, Minggu (23/5).

Sanjaya menegaskan, dalam Perbup Kestabilan Harga Jual Pasca Panen ini akan dimuat ketentuan seperti Harga Pokok Penjualan (HPP). Perbub berisi ketentuan HPP ini sangatlah penting, terlebih mengingat Kabupaten Tabanan adalah daerah penghasil padi dan kopi terbesar di Bali.

Sesuai data dari Dinas Pertanian Tabanan, luas lahan perkebunan kopi di daerah ini mencapai 12.000 hektare. Pemkab Tabanan sendiri juga memiliki aset berupa kebun kopi seluas 100 hektare. Dengan lahan perkebunan seluas itu, produksi kopi basah di Tabanan tembus 5.500 ton per tahun.

“Bayangkan saja, per tahun hasil kopi di Tananan mencapai 5.500 ton. Kalau saja harganya stabil di angka Rp 28.000 per kilogram, uang sudah beredar Rp 154 miliar per tahun. Ini baru kopi mentah, belum harga kopi yang sudah dikemas,” beber Bupati yang juga Ketua DPC PDIP Tabanan ini.

Dengan kondisi tersebut, sebagai pimpinan pemerintahan, Sanjaya memikirkan dan menjaga kestabilan harga pasca panen dengan cara membuatkan regulasi berupa Perbup. Bukan hanya itu, Sanjaya juga meminta BUMDes dan Perusda harus berusaha ikut menjaga kestabilan harga hasil pertanian pasca panen, agar tidak dimainkan oleh tengkulak.

“Kami akan terus berkoordinasi dengan Gubernur Bali, agar Pemprov Bali juga mendukung kestabilan harga pangan tersebut. Entah di permodalan atau bagaimana nanti, sehingga harga hasil pertanian pasca panen di Tabanan tidak anjlok,” papar politisi PDIP asal Banjar Dauhpala, Desa Dauh Peken, Kecamatan Tabanan yang berpengalaman dua kali periode menjabat Wakil Bupati Tabanan (2010-2015, 2016-2021) ini.

Menurut Sanjaya, dengan kestabilan harga yang bagus nanti, bisa saja hasil panen petani semakin melimpah. Tabanan bukan hanya memproduksi 5.500 ton kopi basah per tahun, namun bisa lebih karena terlecut oleh harga jual menarik. “Nah, kalau sekarang petani kan masih setengah hati berkebun kopi. Masalahnya, kerapkali harga dipermainkan tengkulak,” beber Sanjaya.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Tabanan, I Putu Eka Putra Nurcahyadi, sangat mendukung rencana Bupati Sanjaya terbitkan Perbup Kestabilan Harga Jual Pasca Panen untuk semua jenis komuditas ini. Dalam analisa Eka Putra, Perbup ini diyakini akan memberikan semangat dan gairah petani untuk menghasilkan produk berkualitas.

Namun, kata Eka Putra, pemerintah juga harus mampu memberikan kepastian ketika harga dari hasil panen pangan yang dihasilkan petani anjlok. "Permasalahan di hilir memang sudah dari dulu, di sinilah harus kita hadir. Selain mampu memberikan ketegasan regulasi, kita juga harus mempu memberikan kepastian bahwa hasil panen mereka dijamin ada yang membeli sesuai dengan harga yang wajar," tegas politisi PDIP asal Desa Batan Nyuh, Kecamatan Marga, Tabanan saat dikonfirmasi NusaBali terpisah, Minggu kemarin.

Disebutkan sesuai dengan kondisi di lapangan, hasil panen petani kebanyakan sudah dipesan mendahului (dipajeg). Ini yang memungkinkan tengkulak menawar dengan harga tidak wajar, karena apa, karena petani memang perlu uang yang cepat dan cash. "Untuk itu, selain dibuatkan regulasi kestabilan harga, peran perusahaan daerah (Perusda) atau BUMDes sangat diperlukan agar petani kita tak merugi," kata Eka Putra. *des

Komentar