nusabali

MUTIARA WEDA: Praktik Dharma

Yuvaiva dharmasilah syādanityam khalu jivitam, Ko hi jānāti kadyādya mrtyusena patisyati. (Sarasamucchaya, 31).

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-praktik-dharma

Karena itu, pergunakanlah waktumu semasih muda, lakukanlah pekerjaan berlandaskan dharma, sebab maut bisa datang setiap saat.

NASIHAT atau ajakan seperti teks di atas patut direnungkan dan dilaksanakan. Mengapa? Pertama, karena teks mengarahkan langsung kepada inti sebuah ajaran. Adakah ajaran luhur yang tidak mengarahkan langsung pada perilaku dharma? Rasanya, semua ajaran menuju pelabuhan yang sama walau likunya berbeda. Kedua, nasihat ini langsung mengarah pada tindakan praktis, bukan semata-mata perdebatan filosofis. Banyak teks yang menyatakan bahwa praktik lebih penting dibandingkan teori. Satu ons praktik jauh lebih bernilai dibandingkan berton-ton teori, kata Gandhi. Jika buah mangga matang jatuh dari pohonnya, mengambil dan memakannya lebih berharga ketimbang memperdebatkan tentang mengapa buah mangga itu jatuh, berapa detik buah itu sampai menyentuh tanah, dan lain-lain. Kesimpulannya, ‘dharma itu masalah praktik bukan tentang konsep’.

Masalah pun mulai muncul ketika kesimpulan dibuat atas teks di atas. Mengapa? Bukankah teks di atas menyatakan seperti yang ada pada kesimpulan. Tidak disanksikan kebenaran ini. Kesimpulan itu memang benar demikian adanya. Tetapi, yang bermasalah kemudian adalah pikiran penerima itu dengan seluruh kenyamanannya. Artinya, pikiran akan mengambil kesimpulan itu dengan atribut pikiran itu sendiri, sehingga kesimpulan memiliki wajah yang berbeda-beda sesuai dengan pikiran yang mengambilnya. Kesimpulan itu tidak lagi apa adanya demikian. Pelaksanaan dari kesimpulan itu bisa berbeda sesuai dengan interpretasi yang diberikan. Jika pikiran yang menerima seperti cermin, maka kesimpulan itu akan terpantul sesuai dengan aslinya. Jika kesimpulan tersebut diterima oleh pikiran bertopeng, maka kesimpulan tersebut tampak seperti topeng yang dimiliki pikiran itu. Demikian seterusnya.

Beberapa contoh bisa dijadikan ilustrasi. Pertama, ada orang yang memahami kesimpulan di atas bahwa belajar teori itu tidak penting, yang penting praktik. Mungkin saja kesimpulan ini diterima oleh mereka malas belajar dan tidak senang dengan perdebatan-perdebatan intelek. Golongan orang seperti ini merasa mendapat pembenaran dari kesimpulan teks di atas untuk tidak perlu belajar konsep kebenaran karena yang terpenting adalah mempraktikkannya. Yang ekstrim, mereka bahkan tidak mau pernah mengikuti seminar-seminar ilmiah karena itu dianggap tidak perlu dan buang-buang waktu. Kedua, ada yang menginterpretasi bahwa kesimpulan teks di atas adalah bertindak dan berjuang untuk dharma. Dharma harus dilakukan, diperjuangkan, dan dimenangkan. Tidak perlu kuliah tinggi-tinggi untuk berjuang untuk dharma karena yang diperlukan adalah kemauan dan keberanian bukan gelar akademis. Mereka kemudian bertindak dan berjuang atas nama dharma dan untuk tujuan dharma sambil mengkritik orang kiri kanan, mengkritik kaum cerdik cendikia dan akademisi sebagai orang yang sibuk dengan konsep dan lupa menginjakkan kaki.

Ketiga, ada yang menginterpretasi teks di atas dengan cara lain. Dharma memang di ranah praktik bukan di ranah teori. Alam telah menentukannya demikian. Setiap orang telah terjebak untuk melakukan dharma. Jika tidak, mereka akan terjebak di dalam adharma. Perdebatan filosofis atas dharma tidak akan berarti sebelum larut dalam laku. Orang dengan kriteria ini bisa sangat mengerti sebagaimana orang lainnya, tetapi konsekuensinya berbeda.

Kalau diilustrasikan orang dalam kategori ini cara berpikirnya mungkin seperti ini: ”Dalam lomba renang untuk melewati danau selebar 10 km, dia harus melewati itu dengan skill yang tinggi”. Orang ini paham betul bahwa hanya praktik saja yang mampu mengantarkannya mampu melewati danau itu bukan perdebatan tentang teknik renang. Namun, untuk bisa menempuh jarak sejauh itu, hal yang paling dasar dari itu adalah belajar teknik renang, mempelajari kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, belajar mengefisienkan energi, dan yang lainnya. Untuk sukses dalam praktik, dia harus belajar banyak dan memahami betul teori renang.

Masalah praktik tidak hanya berhubungan dengan kemauan atau keinginan sendiri, tetapi perlu skill yang mendasari sehingga praktik itu sukses. Oleh karena itu, untuk bisa praktik dalam dharma, perlu memahami nature dari dharma itu, dan kemudian larut di dalamnya. Jika tidak, dharma akan menjadi bendera dan orang bertindak sesuai keinginan dirinya sendiri atas nama bendera itu. *

I Gede Suwantana

Komentar