nusabali

Angkat Derajat Bambu

  • www.nusabali.com-angkat-derajat-bambu

Bambu diangkat menjadi komoditas berkelas dengan salah satu tujuan mengembangkan usaha bambu adalah membawa pasar modern ke desa.

Harry Anugrah Mawardi

Amygdala  Bamboo belum lama ini  berhasil memenangkan Anugrah Wirausaha Mandiri 2016. Sebelumnya usaha yang dikembangkan oleh Harry Anugrah Mawardi ini juga menerima Anugrah Jawara Wirausaha Sosial Bandung (AJWSB) kategori start up. Kriteria penilaiannya, d iantaranya dampak sosial, modal, keberlanjutan bisnis, dan pasar.

Harry Anugrah adalah seorang pengusaha muda, lulusan ITB tahun 2009 jurusan Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain. Pria 30  tahun ini  mampu meningkatkan daya jual kerajinan bambu. Dari bambu dengan harga kurang dari Rp 15 ribu, bisa dijadikan sejumlah kerajinan dengan nilai jual hingga Rp 1,5 juta. Lewat Amygdala Bamboo, Harry bersama perajin bambu Utang Mamad, 46, warga asli Kampung Ciloa, Desa Mekarsari, Kecamatan Selaawi, Kabupaten Garut mampu mengantongi Rp 15 juta per bulan. Dalam berbisnis bambu, Harry meyakini orang Indonesia memiliki potensi besar. Dari sudut pandang Harry, orang-orang Indonesia pandai dan terampil membuat kerajinan tangan. Suatu ketika ia pernah melakukan penelitian kemudian bertemu dengan orang Jepang. Orang Jepang tersebut menantangnya untuk membuat sarung bantal dari anyaman bambu.

Tidak sampai satu hari, sarung bantal tersebut jadi. Orang Jepang dibuat kaget karena telah pergi ke China sampai Vietnam tapi tidak menemukan yang seperti di Indonesia. Harry menjelaskan, orang luar negeri sudah terbiasa bekerja dengan menggunakan mesin. "Ketika mesin tidak sanggup melakukan pekerjaan sesuai yang diinginkan maka mereka berhenti," kata Harry dikutip republika. Lain halnya dengan perajin dari Indonesia. Harry mencontohkan, sebagai buktinya Utang, ia hanya menggunakan mesin gerinda sebagai mesin utama yang paling sering digunakan. Saat mesin tidak sanggup melakukannya, keterampilan tangannya bisa melakukan apa saja.

Utang mengatakan, awalnya para perajin di Kecamatan Selaawi sudah mulai lesu. Sebab nilai jual hasil kerajinannya tidak menjanjikan. Akibatnya banyak perajin yang beralih profesi menjadi buruh pabrik dan pergi ke kota-kota besar. Saat Utang bekerja sama dengan Harry, ia mulai membuat kerajinan yang unik dan bervariasi. Selain itu pasarnya pun cukup baik saat ini karena masyarakat ada yang sudah melangkah ke gaya hidup ramah lingkungan.  Harry menambahkan, salah satu tujuannya mengembangkan usaha adalah ingin membawa pasar modern ke desa. "Banyak orang berpikir pasar modern ada di kota besar, tapi tidak selalu harus seperti itu," katanya.

Ia mengatakan, yang tinggal di kota besar cukup desainernya yang juga sekaligus memasarkan produknya. Sementara, para perajin bisa terus tinggal di desa melakukan aktivitasnya. Hal ini dapat mengurangi arus urbanisasi. Harry menegaskan, akan sangat disayangkan jika masyarakat di desa yang memiliki kearifan lokal kemudian hilang karena banyak yang pergi ke kota dan meninggalkan keterampilannya.  Karenanya ia mengupayakan, bagaimana kearifan lokal di desa tetap berjalan sebagaimana mestinya. Warga di desa menjadi tidak perlu pergi ke kota besar untuk mendapatkan uang. Karena hasil kerajinan tangan mereka pun dapat menghasilkan uang yang lebih besar. "Akan sangat disayangkan jika kearifan lokal di desa lama-lama menjadi hilang," katanya.

Kerajinan dari bahan baku bambu juga sangat unik dan berpotensi. Sebab harga bahan bakunya tergolong murah. Hal ini dapat membantu para pengrajin di desa untuk mendapatkan uang yang cukup dari hasil kerajinannya. Untuk keberlanjutan bisnis, Harry mengaku sangat yakin karena gaya hidup masyarakat sudah mulai berjalan ke arah ramah lingkungan. Meski ada bahan baku plastik, besi, tembaga maupun almunium, bahan baku dari bambu dapat bersaing di pasaran. 7

Komentar