nusabali

Ogoh-Ogoh Punarbawa Banjar Suwung Batan Kendal: Dalam Pusaran Zaman Kaliyuga

  • www.nusabali.com-ogoh-ogoh-punarbawa-banjar-suwung-batan-kendal-dalam-pusaran-zaman-kaliyuga

DENPASAR, NusaBali.com – Menyambut Nyepi Tahun Baru Caka 1946, ST Dharma Gargita Banjar Suwung Batan Kendal, Sesetan, Denpasar Selatan, menghadirkan ogoh-ogoh bertema Punarbawa. Sebuah perenungan mendalam tentang siklus kehidupan dan karma dalam pusaran zaman Kaliyuga.

Bukan sekadar ogoh-ogoh biasa, karya ini sarat makna dan filosofi. Punarbawa, bagian dari Panca Sradha, mengingatkan manusia tentang kelahiran kembali yang dipengaruhi oleh karma pala. Di zaman Kaliyuga, moksa sulit diraih, manusia terikat maya dan kepuasan duniawi.

Nyoman Sudarsana (Odik), arsitek ogoh-ogoh, menjelaskan detail karyanya. Tujuh karakter menghiasi ogoh-ogoh ini, mencerminkan siklus kehidupan. “Sosok raksasa perempuan sebagai ibu pertiwi melahirkan bayi, melambangkan awal kehidupan,” terangnya.

Bayi tersebut tumbuh menjadi balita, anak-anak yang bermain layangan dan membawa lontar, simbol masa belajar dan bermain. Sosok pembawa cangkul menggambarkan masa dewasa, dan kakek-kakek melambangkan masa tua.

Kematian tak terelakkan, digambarkan dengan sosok atma/roh yang meninggalkan badan kasar. Jarum jam di sisi kanan dan kiri ogoh-ogoh menjadi pengingat bahwa waktu menentukan segalanya, dari kelahiran hingga kematian.

“Adapun bagian-bagian yang bergerak adalah layangan, kaki kakek, jam dinding, dan orok bayi. Bagian terumit adalah pembuatan tapel, detail jari-jari, dan pewarnaan,” ungkap Odik.

Ogoh-ogoh Punarbawa Banjar Suwung Batan Kendal bukan sekadar karya seni, melainkan sebuah pesan moral. Di tengah gemerlap dunia, manusia diajak untuk merenungkan karma dan tujuan hidup.

Ogoh-ogoh ini menjadi pengingat bahwa setiap perbuatan akan ada balasannya. Di zaman Kaliyuga yang penuh teka-teki, manusia harus tetap berbuat baik dan menjalani kehidupan dengan penuh makna. *m03


Komentar