nusabali

Pemprov Geber Sosialisasi Pungutan Wisman

Sasar Pejabat KBRI di Berbagai Negara

  • www.nusabali.com-pemprov-geber-sosialisasi-pungutan-wisman

Komponen pariwisata usul pembentukan semacam task force atau gugus tugas/Satgas) yang bisa mengakses dan mengawasi pemanfaatan dana tersebut

DENPASAR, NusaBali
Penerapan pungutan wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Bali menjadi salah satu upaya menuju pariwisata yang berkualitas (quality tourism) yang mengedepankan eksistensi budaya dan alam Bali. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali pun saat ini tengah gencar mensosialisasikan rencana pemberlakuan pungutan wisman. Salah satunya dilakukan kepada pejabat Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang tersebar di berbagai negara, pada Rabu (24/1).

Pada sesi pertama, sosialisasi menyasar pejabat KBRI di kawasan Amerika dan Pasifik. Berikutnya untuk sesi kedua yang digelar sore hari, sosialisasi pungutan wisman melibatkan pejabat KBRI di kawasan Eropa, Afrika, Timur Tengah, dan Asia. Digelar secara virtual, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali Dewa Made Indra bersama pimpinan OPD terkait mengikuti kegiatan sosialisasi dari ruang vidcon Kantor Gubernur Bali.

Sementara sejumlah pejabat Kemenlu RI dan KBRI di berbagai negara mengikuti dari kedudukan masing-masing. "Terima kasih karena Kemenlu sudah memfasilitasi pertemuan dengan jajaran KBRI yang berkedudukan di berbagai negara. Bagi kami, ini merupakan sebuah kehormatan," ucapnya. Lebih jauh, Sekda Dewa Indra menjelaskan, pemberlakuan pungutan wisman telah memiliki payung hukum yang kuat dan lengkap, yaitu Undang-undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali yang diturunkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pungutan bagi Wisatawan Asing untuk Pelindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali, dan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 36 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pembayaran Pungutan Bagi Wisatawan Asing.

“UU Tentang Provinsi Bali mengizinkan Daerah Bali untuk melakukan pungutan bagi wisman karena kami tak memiliki sumber daya alam berupa hasil tambang, jadi selama ini perekonomian Bali banyak bergantung pada sektor pariwisata. Pusat kemudian mengapresiasi penguatan fiskal melalui pemberlakuan pungutan wisman ini,” jelasnya. Terkait dengan pemberlakuan pungutan wisman, Pemprov Bali telah menyiapkan berbagai hal agar kebijakan ini dapat berjalan dengan baik serta mencegah konflik yang menimbulkan ketidaknyamanan bagi wisatawan. “Dalam persiapannya, kami melakukan mitigasi sebaik mungkin dan terus mematangkan koordinasi dengan berbagai stakeholder terkait,” katanya. Dewa Indra juga menyampaikan bahwa Disparda selaku leading sector mengintensifkan sosialisasi dan memperluas komunikasi dengan perwakilan negara sahabat dan komponen pariwisata.

Sejalan dengan itu, Pemprov Bali juga telah membangun komunikasi dengan maskapai dan manajemen kapal pesiar yang punya rute pelayaran ke Pulau Dewata. Pada bagian lain, Sekda Dewa Indra menegaskan bahwa Pemprov Bali terbuka menerima masukan dan saran agar penerapan pungutan wisman ini tidak mengganggu kenyamanan wisman dan merusak citra Bali di dunia internasional. Dalam pelaksanaannya, Pemprov Bali berkomitmen untuk melakukan update informasi guna memudahkan proses pembayaran.

Sementara itu, Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kemenlu RI, Siti Nugraha Mauludiah berharap kegiatan sosialisasi ini memberi kejelasan informasi bagi pejabat KBRI yang menjadi ujung tombak dalam sosialisasi program pungutan wisman ini. Dalam kesempatan itu, Siti Nugraha juga mengingatkan agar penerapan pungutan ini dikelola dengan baik untuk menjaga momentum pemulihan sektor pariwisata pasca pandemi Covid-19 yang sejauh ini telah berjalan sangat baik.

Foto: Sekda Provinsi Bali, Dewa Made Indra. -IST

Melansir catatan UNWTO, ia menyampaikan bahwa secara global pemulihan sektor pariwisata telah mencapai 90 persen. UNWTO (United Nation World Tourism Organization) adalah badan PBB yang memiliki kewenangan dalam mempromosikan pariwisata yang bertanggung jawab, berkelanjutan dan universally accessible. “Hal yang sama juga berlaku untuk Bali, bahkan pada tahun 2023 capaiannya melampaui target,” katanya.

Siti Nugraha juga menyinggung pembangunan sektor pariwisata nasional yang saat ini diarahkan pada quality tourism. “Penerapan pungutan wisman yang dananya akan dimanfaatkan untuk budaya dan lingkungan ini kita harapkan mendukung terwujudnya quality tourism,” ungkapnya. Siti Nugraha mengingatkan pentingnya memberi perhatian pada implementasi di lapangan agar kebijakan ini tak menimbulkan sentimen negatif bagi sektor pariwisata Bali.

Terpisah komponen pariwisata Bali menyatakan dukungannya terkait kebijakan pungutan sebesar Rp150.000 bagi wisatawan mancanegara (Wisman) untuk penguatan budaya dan alam Bali. Terkait hal itu diusulkan perlunya pembentukan semacam task force atau gugus tugas/satuan tugas (Satgas) yang bisa mengakses dan mengawasi pemanfaatan dana tersebut. Tujuannya untuk transparansi sebagai jaminan kepercayaan publik bahwa dana itu dimanfaatkan sesuai dengan peruntukkannya.

“Kita setuju, mendukung agar Bali mempunyai dana yang cukup untuk memperbaiki pariwisata Bali,” ujar Kepala Bidang Humas DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali, I Nyoman Suarma yang juga akademisi dari Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Mpu Kuturan Buleleng ini, Rabu (24/1). Jika pungutan efektif, jumlah uang yang terkumpul tentu tidak sedikit. “Tahun lalu saja wisman yang datang ke Bali lebih dari 4 juta, misalnya kalau dikalikan Rp150.000 berapa itu?,” ujarnya memberikan ilustrasi.

Agar masyarakat jelas tentang penggunaan dana itulah, menurut Suarma perlu dibentuk Gugus Tugas. Unsur gugus tugas tersebut, kata Suarma bisa dari pihak-pihak terkait yang berkompeten, seperti Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD), Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali yang di dalamnya ada asosiasi-asosiasi industri pariwisata, Majelis Desa Adat (MDA), pihak Lingkungan Hidup (LH), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun yang lainnya.

Sebelum itu semua, Suarma meminta agar sosialisasi lebih dimasifkan lagi dan jelas. Tujuannya agar masyarakat pariwisata punya semangat, gerak pikir yang sama. Kemudian dijelaskan mekanisme dan alurnya. Lalu dasar hukumnya agar di-fixed-kan (dipastikan) jangan diubah-ubah. Kemudian agar dana tersebut benar-benar dimanfaatkan sesuai peruntukkannya, yakni untuk penguatan lingkungan dan budaya Bali untuk pariwisata Bali berkelanjutan. “Jangan melenceng, digunakan yang lain. Apalagi hanya sekadar untuk pembangunan fisik,” tandas Suarma. Terlepas dari itu pihaknya meminta agar sosialisasi secepatnya dilakukan secara efektif.

Desakan itu didasarkan, karena masih  banyak pertanyaan akibat belum maksimalnya sosialisasi. “Di lapangan masih banyak yang bingung, karena adanya kesenjangan informasi,” ujarnya. Bagaimana kalau wisman tidak membayar? Juga pertanyaan-pertanyaan teknis lainnya. Seperti kalau pungutan itu dipungut oleh pihak travel agent atau hotel, bagaimana agar tidak masuk sebagai pendapatan travel agent atau hotel, agar tidak dikenakan pajak. “Intinya efektivitas teknis pungutan itu menjadi banyak pertanyaan,” ujarnya.

Seperti diberitakan, Pemprov Bali akan mengenakan pungutan Rp150.000 bagi setiap wisatawan mancanegara. Pungutan tersebut akan digunakan untuk penguatan lingkungan dan budaya Bali dalam rangka pariwisata Bali yang berkelanjutan.

Kepala Dinas Pariwisata Bali, Tjokorda Bagus Pemayun memastikan, sosialisasi sudah dan masih dilakukan. “Sosialisasi sudah dan masih berlangsung,” ujarnya dalam peluncuran ‘Calendar of Event 2024’ di Kantor Dinas Pariwisata Bali, Selasa (23/1). Selain ke industri pariwisata, sosialisasi juga disampaikan kepada KBRI dan duta besar Indonesia di luar negeri, konsulat, perwakilan negara asing di Indonesia dan lainnya. Juga melalui Kemenparekraf, Kemenhub, Kemenlu dan Kementerian Kominfo.  

“Kemenparkeraf juga sudah membantu mensosialisasikan, karena kita sudah menyurati resmi. Dan Mas Menteri (Sandiaga Uno) menyatakan 100 persen dibantu melalui kanal-kanal beliau,” ujar Tjok Bagus Pemayun. Adapun dasar pungutan wisatawan asing di Bali itu, yakni Undang-Undang Nomor 15 tahun 2023 tentang Provinsi Bali, kemudian aturan turunan yakni Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2023 tentang pungutan bagi wisatawan asing untuk perlindungan kebudayaan dan lingkungan alam Bali, sebagai dasar hukum pungutan tersebut.

Dalam Perda itu disebutkan pungutan memiliki tujuan untuk melindungi adat, tradisi, seni budaya serta kearifan lokal masyarakat Bali. Kemudian, pemuliaan serta pemeliharaan kebudayaan dan lingkungan alam yang menjadi daya tarik wisata di Bali, peningkatan kualitas pelayanan dan penyelenggaraan kepariwisataan budaya Bali. 7 a, k17

Komentar